KEWENANGAN HAKIM UNTUK MENEMUKAN HUKUM DALAM
PRESPEKTIF HUKUM PROGRESIF
(Sebuah renungan untuk para hakim)
By: Arlindo Dias Sanches.
Negara Timur-Leste merupakan negara yang berdasarkan hukum (rechtstaats), dan menganut sistim
semi Presidencial sehingga di dalam sistim ini ada empat badan kekuasaan
kedaulatan yang terpisah yaitu Eksekutif, Legislatif, Presiden dan
yaudikatif. Yudikatif terdiri dari kehakiman dan kejaksaan.
Bahwa sesuai dengan judul dari tulisan ini maka
penulis ingin memberikan masukan dan semangat bagi para hakim untuk berani menemukan hukum yang progresif, karena
sesuai dengan tugas dan fungsi kekuasaan kehakiman yang merupakan badan
yang sangat menentukan isi dan
kekuatan kaidah-kaidah hukum positif. Kekuasaan kehakiman diwujudkan dalam
tindakan pemeriksaan, penilaian dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu
serta menentukan nilai situasi
konkrit dan menyelesaikan persoalan
atau konflik yang di timbulkan secara imparsial berdasarkan hukum sebagai obyektif.
Kewenangan kekuasaan kehakiman di laksanakan oleh hakim, istilah hakim
itu sendiri mempunyai dua
pengertian yaitu, (1), orang
yang mengadili suatu perkara di pengadilan, (2), orang yang bijak. Maka Tugas fundamental hakim adalah memberi keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang diharapkan
kepadanya, merupakan hal-hal
seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku , serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara,
sehingga untuk dapat menyelesaikan perselisihan atau konflik itu secara
impersial berdasarkan hukum yang
berlaku. Maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun juga,
terutama dalam mengambil suatu keputusan.
Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang sangat dimuliahkan karena
diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili suatu perkara yang
diharapkan kepadanya, adapun pengertian dari mengadili itu sendiri adalah
serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutuskan
suatu perkara berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang
pengadilan, sehingga putusan itu dihargai dan mempunyai nilai kewibawaan, jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa keadilan
hukum bagi masyarakat pencari keadilan
untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.
Penulis dan semua masyarakat Timor-Leste sangat mengharapkan kepada
seorang hakim sebelum memutuskan suatu perkara, maka ia akan menanyakan
kepada hati nuraninya sendiri,
apakah putusan ini nantinya akan adil dan bermanfaat (kemashlahatan) bagi
manusia ataukah sebaliknya, akan lebih banyak membawa kepada kemudharatan,
sehingga untuk itulah diharapkan seorang hakim mempunyai otak yang cerdas dan
disertai dengan hati nurani yang bersih.
Dalam melaksanakan tugasnya, hakim dituntut untuk pekerja secara
professional, bersih, arif dan bijaksana, serta mempunyai rasa kemanusiaan yang
tinggi, dan juga menguasai dengan baik teori-tori ilmu hukum. Oleh karena itu
sangat berlebihan dan tidak bijaksana, tanggapan dari berbagai pihak yang
mengacam, merendahkan, bahkan mengejek hakim kadang dilakukan dengan bahasa
yang kasar dan tidak proporsional, dalam menyikapi suatu putusan hakim dalam
perkara terentu. Hakim tidak boleh gentar dengan komentar-komentar tersebut,
manakalah ia sudah bekerja secara propesional, bersih, arif dan bijaksana.
Karena putusan hakim tersebut akan dipertanggungjawabkan secara moral, kepada
Tuhan, kepada Negara, dan secara hukum kepada Konstitusi,
peraturan perundang-undangan, serta nilai-nilai hak asasi manusia.
Dalam diri hakim diemban suatu amanah agar
peraturan perundang-undangan diterapkan
secara benar dan adil, dan apabila penerapan peraturan
perundang-undangan akan menimbulkan ketidak adilan maka hakim wajib berpihak pada
keadilan (moral justice) dan mengenyampingan hukum dan peraturan
perundang-undangan (legal justice). Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) yang tentunya
merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat (social justice), keadilan yang
dimaksudkan di sini, bukanlah keadilan yang formil, tetapi keadilan yang
bersifat materil/subatantif yang sesuai dengan hati nurani hakim yang bijak.
Pada kenyataannya legislator/pembuat undang-undang
hanya menerapkan peraturan umum
saja, dan pertimbangan tentang hal-hal konkrit terpaksa diserahkan kepada
hakim. Karena legislator/pembuat Undang-undang senantiasa terbelakang oleh
kejadian-kejadian social (baru) maka hakim yang harus sering menambah undang-undang itu, hakim sebagai
pemegang keadalilan dan penentu hukum di depan persidangan, dapat memberikan
sentuhan human pada hukum dan peraturan perundang-undangan, sehingga akan tetap
digunakan dalam kerangka
penegakkan hukum yang berjiwa kemanusiaan.
Hakim dalam memeriksa, mengadili dan
memutuskan suatu perkara yang diharapkan kepadanya, pertama-tama menggunakan
hukum tertulis terlebih dahulu, peraturan perundang-undangan tersebut ternyata
tidak cukup atau tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka
barulah hakim akan mencari dan menemukan
sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain seperti yurispordensi, doktrin, trakta,
kebiasaan atau hukum yang tidak tertulis agar perkara tersebut dapat
diputuskan berdasarkan hukum dan
rasa keadilan.
Penemuan hukum oleh hakim dilakukan dalam
rangka tugas dan kewenangan dari hakim dalam memeriksa dan memutuskan suatu
perkara yang dihadapkan kepadanya.; maka untuk itu penemuan hukum olah hakim
dianggap yang mempunyai wibawa. Karena hasil penemuan hukum oleh hakim
merupakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum karena
dituangkan dalam bentuk putusan.
Menurut Rocoe Pound ada bebarapa langkah
yang biasa dilakukan oleh seorang hakim pada saat mengadili suatu perkara di
pengadilan, yaitu menemukan hukum, menafsirkan hukum dan merapkan hukum sehingga mengambil putusan terhadap suatu perkara harus
menegakkan hukum yang berasaskan pada asas keadilan maka keputusan itu di
hargai, dihormati dan mempunyai nilai kewibawaan.
Hakim dalam menjalankan
tugas dan kewenangan yang dimilikinya harus melakukan intropeksi diri
secara menyeluruh, dalam menjalankan
fungsi yustisialnya. Keadaan tugas seorang hakim, sejatinya bukan hanya
ditujukan menjalankan fungsi peradilan saja, tetapi lebih jauh hakim dituntut dapat untuk dapat menyelesaikan
prolematika social yang terjadi, sehinngga para hakim seyogianya menjadi
seorang yang mempunyai sifat kenegarawan terlebih dahulu sebelum menjadi hakim, maka hakim harus
merasa terpanggil untuk memikirkan nasib dan keadaan bangsanya. Hati nurani
hakim harus tergantung dalam
melihat kemiskinan, penggangguran, harga kebutuhan pokok yang melonjak, korupsi
yang menggerogoti uang rakyat, kebodohan, ketidak perdayaan masyarakat ekonomi
lemah atas para pemilik modal yang dilakukan oleh segelintir orang yang
menimbulkan bencana yang meluas bagi masyarakat, pemilikan hak atas tanah yang tidak terbatas, mega proyek
yang di kerjakan bahkan dan
mungkin sudah mengelolah dan mengexploitasi kekayaan alam oleh pihak asing yang tidak
memberikan manfaat pada pertumbuhan ekonomi nasional, jika kesemuanya itu
dibiarkan terus dan tidak dicoba untuk dihentikan, maka cepat atau lambat akan
menghancurkan perekonomi bangsa da Negara sehingga menimbulkan ketidak
stabilitasi sosial.
Oleh karena itulah hakim diharapkan dapat
menjadi the vigilante, orang yang waspada terhadap nasib dan
keadaan bangsanya dari kemungkinan
kehancuran social atau ketidak stabilitas sosial . hakim harus berani
melakukan suatu rule breaking, yaitu melakukan terobosan-terobosan hukum
yang bersifat progresif, demi membantu bangsa dan negaranya keluar dari
keterpurukan. Keadaan sedemikian itu, seharusnya dapat menggugah dan memanggil
hati nurani para hakim untuk menemukan hukum melalui putusan-putusanya yang
bersifat prograsif demi membantu bangsa dan Negara keluar dari keterpurukan, dan juga mengerti akan keinginan dan kebutuhan rakyat serta mengabdi pada keadilan,
kesejahteraan dan kepedulian terhadap seluruh warga Negara pada umumnya, dan
untuk itulah diperlukan langkah-langkah hukum yang bersifat progresif melalui penemuan hukum yang
dilakukan oleh hakim, yang sesuai
dengan metode-metode penemuan hukum yang
ada dalam praktek, sehingga
diharapkan akan dihasilkan putusan-putusan hakim yang bersifat progresif yang
bermanfaat bagi perbaikan wajah
penegakkan hukum dan meningkatan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakayat Timor-Leste.
Selama ini keputusan hakim lebih pada
penegakan hukum yang ada yaitu
hanya berdasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada maka
kebenaran dapat ditegakkan tetapi kebenaran itu sendiri jauh dari keadilan yan
diharapkan oleh masyarakat kecil.
Penulis memberikan dua contah kasus ilustrasi (1), misalnya kasus
korupsi, seseorang melakukan tidak pidana korupsi uang Negara
sebanyak US $ 250,000.00, untuk
proyek pembangunan gedung kesehatan dengan dilengkapi semua fasilitas yang baik dan memadai di sebuah Desa yang jauh dari
kota, manun yang terjadi volume
gedung kesehatan diperkecil dan volume fasilitan dikurangi dan tidak berkwalitas,
dalam proses persidangan semua unsur tindak pidana korupsi terbukti dan meyakinkan,
Hakim hanya memutuskan hukuman 6 tahun
3 bulan dan membayar kerugian Negara sebanyak US $ 20,000.00. apakah
keputusan itu adil bagi masyarakat yang tinggal di desa yang jauh dari kota
yang sangat membutuhkan pelayanan
kesehatan, karena adanya tindak pidana korupsi maka harapan dan uluran tangan
masyarakat untuk mendapatkan
pelayan kesehatan yang baik jadi sirna. (2), misalnya kasus tanah, Seseorang
mempunyai hak atas tanah dan rumah
di Dili, di tahun 1974 meninggalkan Timor-Leste selama ± 26 tahun dengan
alasan politik sebagai pembenaran diri. Tanah dan rumah tersebut sudah
ditempati oleh seseorang dengan
alasan tanah dan rumah tidak
bertuan sebagai alasan pembenaran diri. Akhirnya kasus ini diproses secara
hukum, dalam proses persidangan semua fakta terbukti dan adanya pengakuan bahwa
tanah dan rumah tersebut adalah milik orang pertama, maka hakim memutuskan
bahwa orang kedua tersebut harus menyerahkan tanah dan rumah tersebut kepada
orang pertama sebagai pemilik yang sah dan membayar ganti kerugian sebesar US $
17, 500.00. yang menjadi pertanyaan bagi penulis dan kita semua apakah keputusan itu adil bagi orang
kedua? Jawaban yang paling sederhana dan bijak maka kita semua menyatakan
keputusan hakim tersebut itu benar karena menegakkan hukum dan kebenaran,
akan tetapi dalam hati kecil yang paling dalam kita menyatakan
keputusan itu tidak adil, karana tidak memperhatikan situasi dan kondisi yang
ada pada waktu selama 24 tahun. Kalau tanah dan rumah itu tidak ditempati
orang kedua tersebut selama 24
tahun , kita tidak tahu keadaan tanah dan rumah tersebut jadi apa dengan
pembangunan yang cukup maju pada saat itu mungkin sudah didirikan kontoran
pemerintah?
Maka untuk menjawab persoalan hukum dan
perundang-undangan yang tidak lengkap maka untuk itu hakim harus berani
menemukan hukum yang progresif
tidak menerima hukum sebagai institusi yang mutlak dan final, melainkan sangat
ditentukan oleh kemapuannya untuk mengabdi kepada manusia. Dalam konteks pemikiran itulah, hukum
selalu berada dalam proses untuk terus menjadi. Sehingga hukum adalah institusi yang secara
terus menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat kesempurnaan
yang lebih baik. Kwalitas kesempurnaan ini bisa diverifikasikan ke dalam factor
keadilan, kesejahtaraan, kepedulian kepada rakyat dan lain sebaginya. Inilah
hakekat hukum yang selalu dalam proses menjadi (law as a process, lawa in the making). Hukum itu tidak ada untuk
diri sendiri, tetapi hukum itu untuk mengabdi kepada manusia.
Hukum yang progresif mengajarkan bahwa hukum bukan raja, tepati sebagai
alat untuk menjabarkan dasar kemanusiaan yang berfungsi memberikan rahmad
kepada dunia manusia, dan hukum yang progresif tidak ingin menjadikan hukum sebagai hukum sebagai teknologi
yang tidak bernurai, melainkan suatu institusi yang bermoral kemanusiaan.
Akhir kata penulis menyampaikan sebuah kata
yang akan menjadi inspirasi bagi para hakim untuk menjalankan tugas dan fungfinya yang paling muliah di dunia
ini yaitu orang hidup tidak hanya membutuhkan makan dan minum saja melainkan
lebih membutuhkan suatu keadilan dan kebenaran yang sejati diperoleh dari
putusan hakim.
Praktisi
Hukum di SJG Advagados, Jln.
Belamino Lobo, Dili Timor-Leste. 77434430 arlindosanches@ ymail.com
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.