MELURUSKAN TULISAN MIRING
SAUDARA ALFREDO “MAU-REDO” RAMOS DA SILVA
Oleh: Nívio Magalhães*
Timor-Leste walaupun baru merdeka, tetapi demokrasinya mulai berkembang ke arah yang di cita-citakan oleh para pejuang kemerdekaan. Namun demikian perlu diakui bahwa masih ada beberapa hambatan misalnya masih ada usaha-usaha untuk saling menghadang, saling menuduh, saling menjatuhkan atau saling membunuh karakter. Hal-hal seperti ini gampang kita jumpai dalam posting-posting di facebook, di blog-blog bahkan di media-media cetak, terutama dari mereka yang menyembunyikan identitasnya atau mereka yang menggunakan nama samaran.
Usaha-usaha untuk pembunuhan karakter inipun kita dapat jumpai dalam beberapa tulisan dari para pendukung calon presiden untuk periode 2012-2017. Bila tidak hati-hati maka tulisan-tulisan itu bisa mengadu domba para kandidat presiden dan bisa merusak hubungan baik antara para kandidat.
Dalam tulisan ini saya tidak akan menulis kelebihan atau kelemahan para kandidat PR RDTL. Tetapi melalui tulisan ini saya ingin meluruskan beberapa tulisan yang telah di muat baik di media cetak di Timor-Leste maupun di Forum Haksesuk.
Tidak perlu menjadi pendukung siapa-siapa untuk meluruskan apa yang kurang benar sebab ini adalah tanggungjawab semua warga-negara Timor-Leste. Dengan demikian agar semuanya menjadi jelas agar rakyat dapat memilih orang yang tepat untuk menjadi presiden kita semua.
Ada empat tulisan yang menarik perhatian saya. Keempat tulisan masing-masing ditulis oleh saudara Jose Maria Guterres yang kemudian ditanggapi oleh saudara Joanico Morreira. Ada tulisan lain dari saudara Armindo ”Mauk-Sukun” Guterres dan yang terakhir dari saudara Alfredo “Mau-Redo” da Silva Ramos yang menurutnya untuk melengkapi tulisan-tulisan saudara Joanico dan Armindo.
Berkaitan dengan tulisan saudara Jose Maria Guterres yang berjudul “TL-1 dan Berkah Xanana Gusmao, saya tidak akan berkomentar banyak, sebab apa yang saya rasa kurang benar telah diluruskan oleh saudara Joanico Morreira. Namun satu hal yang mungkin perlu diluruskan adalah kesimpulan saudara Jose Maria Guterres bahwa Bapak Xanana Gusmão memberikan berkahnya kepada Bapak Taur Matan Ruak dalam pemilihan PR yang akan datang. Tetapi, pada kenyataannya, sampai hari ini Bapak Xanana Gusmão belum mengeluarkan pernyataan secara terbuka untuk mendukung siapa-siapa dan tidak juga menolak Bapak Ramos Horta seperti yang di tulis oleh saudara Jose Maria Guterres dan saudara Joanico Morreira. Dalam Konferensi Nasional CNRT pun partai ini tidak menyebutkan secara terang-terangan untuk mendukung Bapak Taur Matan Ruak atau menolak Bapak Ramos Horta. CNRT hanya memutuskan bahwa akan memberi kebebasan kepada para militannya untuk bebas memilih para calon independen. Dalam hal ini, bukan Bapak Taur Matan Ruak saja yang sebagai calon independen, masih ada banyak calon PR yang mencalonkan diri secara independen. Sudah jelas bahwa CNRT tidak akan mendukung Bapak Fernando La Sama dan Bapak Lu Olo, karena mereka dicalonkan oleh partai-partainya.
Sayapun tidak akan mengomentari tulisan saudara Joanico Morreira dan saudara Armindo “Mau-Sukun” Guterres, sebab apa yang menurut saya kurang benar dalam hal-hal tertentu telah diluruskan oleh saudara Mau-Redo. Namun perlu diakui bahwa dalam tulisan saudara Mau-Redo yang bertujuan untuk melengkapi tulisan-tulisan saudara Joanico dan saudara Mauk-Sukun terkesan mengarang-garang cerita untuk menciptakan image negatif terhadap Bapak La Sama. Hal-hal seperti ini yang harus diluruskan agar para pemilih nanti tidak memilih kucing dalam karung seperti yang dikatakan oleh saudara Mau-Redo sendiri.
Berikut ini saya akan mengutip tulisan saudara Mau-Redo dan meluruskan apa yang menurut saya kurang benar. Saudara Mau-Redo menulis:
1. “Publik belum tahu visi dan misi Lasama bagi masa depan negara dan bangsa ini. Kalau kita memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan oleh Lasama di Parlemen tampak tidak teratur dan tidak sistematik dan tanpa “kontiudo” yang jelas. Pesan yang tidak beraturan tersebut menunjukan tidak adanya visi dan misi yang hendak disampaikan oleh Lasama secara pribadi”.
Tidak tepat menilai visi dan misi Bapak La Sama hanya berdasarkan pesan-pesan yang beliau sampaikan dalam sidang-sidang atau diskusi-diskusi di parlamen, sebab tugas beliau di Parlamen adalah memimpin sidang-sidang atau rapat-rapat bukan untuk menyampaikan visi dan misinya. Visi dan misi Bapak La Sama harus dilihat dalam pidato-pidatonya baik dalam konsolidasi partai, dalam perayaan Hari Ulang Tahun PD, dalam Konferensi-konferensi PD, dalam Kongres-Kongres PD dan dalam pidato-pidato kenegaraan mewakili Parlamen Nasional atau Presiden Republik. Dimana-mana misi dan visi seorang presiden partai tidak berbeda dengan visi dan misi partai. Tidak masuk akal partai dan presidennya mempunyai visi dan misi yang berbeda atau bertolak belakang. Jadi tidak punya dasar untuk mengatakan bahwa Bapak La Sama tidak punya visi dan misi sementara partai punya visi dan misi. Silahkan kunjungi Website PD untuk melihat visi dan misi partai ini.
2. Hubungan Lasama dan FALINTIL-FDTL. Lasama adalah orang yang dalam kampanye pencalonan Presidennya tahun 2007 melakukan dua kesalahan besar terhadap FALINTIL-FDTL; pertama, menuduh FALINTIL-FDTL melakukan pembunuhan massal di Tasi Tolu... Kedua, menjanjikan kepada petisioner untuk kembali ke FALINTIL-FDTL jika dia terpilih menjadi Presiden Republik. Dua hal tersebut akan menghambat hubungan Lasama dan FALINTIL-FDTL kalau Lasama terpilih menjadi Komandan Supremo. Banyak pihak yang meragukan hubungan Lasama dan FALINTIL-FDTL apalagi kini Chefe Estado Maior General Lere Anan Timor. Orang yang dulu dituduh diskriminatif oleh Lasama dan kelompoknya pada tahun 2007...”
Kita tidak tahu dalam dokumen mana atau tepatnya dimana Bapak La Sama dan kelompoknya menuduh Maior General Lere Anan Timor melakukan diskriminasi. Saya pikir tidak ada! Memang benar istri Bapak La Sama, Ibu Jaqueline Siapno berbicara kepada media bahwa ada pembunuhan massal di Tasi tolu berdasarkan informasi-informasi yang di terimanya. Cuma tidak dicek baik-baik kebenaran informasi-informasi itu. Ini memang benar adalah sebuah kesalahan. Tetapi perlu di ingat bahwa kesalahan ini terjadi karena situasi di lapangan pada saat itu memaksa siapa saja berkesimpulan seperti apa yang juga disimpulkan oleh Ibu Jacqueline juga. Alasannya, F-FDTL bukan saja menutup tempat dimana terjadinya tembak-menembak untuk orang umum, tetapi Bapak Xanana Gusmao, Presiden RDTL pada saat itu yang merangkap Komandan Tertinggi F-FDTL pun tidak di ijinkan untuk mengunjungi Rai-Kotu dan Tasi Tolu. Penutupan tempat kejadian mulai dari Bundaran Komoro hingga perbatasan Dili-Lekisa. Hal ini yang menambah rumor dan kecurigaan bahwa F-FDTL telah melakukan pembantain massal di Tasi Tolu. Memang benar tidak ada pembantaian massal tetapi ada orang tertembak mati.
Saya tidak percaya bahwa hubungan F-FDTL atau Komandan Lere dengan Bapak La Sama tidak akan berjalan baik bila beliau terpilih menjadi presiden RDTL. Buktinya dalam “Operasaun Konjunta”, dimana Bapak La Sama sebagai Presiden Interin, mereka bekerjasama sangat baik sehingga hasil yang diperoleh dari operasi itupun sangat efektifi dan efisien. Bukan saja itu, dalam setiap acara resmi dimana di hadiri oleh Maior Jendral Lere dan Bapak La Sama, mereka sering menyapa dan berbicara satu dengan yang lain dalam suasana yang sangat bersahabat.
Memang benar dalam, kampanye tahun 2007, Bapak La Sama ingin petisioner kembali ke F-FDTL karena beliau ingin membantu menyelesaikan masalah petisioner. Hal ini juga semula di inginkan oleh Bapak Xanana Gusmao, sehingga beliau meminta kepada para petisioner kembali ke F-FDTL untuk menyelesaikan masalah mereka secara baik-baik, tetapi perkembangan selanjutnya, Komando F-FDTL memecat para petisioner tampa berkonsultasi dengan Bapak Xanana Gusmao yang merupakan Komandan Tertinggi F-FDTL. Bapak Xanana sangat marah pada saat itu, tetapi beliau terpaksa harus menerima keputusan itu karena Komando F-FDTL telah mengumumkan keputusannya kepada publik. Hal itulah juga telah membuat Bapak Xanana marah sehingga dalam pesan kenegaraannya, beliau secara emosional mengatakan bahwa kami dari Manatuto sampai perbatasan adalah orang-orang otonomi. Hal ini yang kemudian langsung menimbulkan reaksi yang lebih dahsyat, dimana rumah-rumah para saudara-saudara kita dari Lorosa’e mulai dibakar. Bapak Xanana sendiri mengakui bahwa pesan kenegaraanya itu telah ikut memicuh konflik yang besar. Jadi menuduh La Sama regionalisme dan hanya membela orang loromonu adalah tidak benar.
3. “Lasama memiliki karakter yang kurang peka terhadap isu gender. Lasama sering terlibat dalam Violencia Domestika terhadap istrinya. Sampai istrinya, Jaqueline Aquino Siapno melarikan diri ke rumah Menteri Luar Negeri Zakarias Albano untuk sementara waktu karena tidak tahan siksaan yang dilakukan Lasama. Di Timor Leste terutama pemerintah AMP sekarang ini sedang gencar mendorong pengembangan dan pembangunan isu Gender dan mengurangi violencia domestika serta violasaun seksual. Sebaliknya Lasama justru memukuli istrinya sehingga di internet dipublikasikan secara gencar dan luas. Seorang lider jika dia sukses memimpin keluarganya maka dia akan sukses pula memimpin negaranya. Jika saat ini Lasama sedang dalam bui, Ramos-Horta sebagai Presiden tentu tidak akan memberikan indultu kepada Lasama karena terlibat dalam violência domestika. Kalau Lasama ingin menjadi Presiden Republik perbaiki atetudnya agar tidak mengulangi lagi violencia domestika”.
Tuduhan ini sama sekali tidak punya dasar, apalagi menggunakan kata “sering”, untuk melukiskan satu kejadian. Mengapa tidak punya dasar? Menurut para pengawal La Sama dan beberapa teman La Sama yang kebetulan berada di tempat saat kejadian itu terjadi bahwa, tidak ada kekerasan fisik. Ibu Jacqueline menghindar sementara ke rumah Bapak Zacarias dan Ibu Milena Pires karena tidak ingin memperpanjang diskusi yang mulai memanas. Tidak ada kekerasan fisik atau pemukulan seperti yang dituduhkan oleh saudara Mau-Redo. Apalagi tuduhan saudara Mau-Redo hanya berdasarkan pada sebuah tulisan yang beredar di internet dimana si tukang posting tidak menggunakan identitas yang sebenarnya dengan tujuan pembunuhan karakter terhadap La Sama.
Di negara-negara yang sangat maju dan beradapun, salah paham dan diskusi antara suami dan istri selalu terjadi. Jadi salah paham dan diskusi dalam sebuah ruma tangga adalah sesuatu yang normal. Karena tidak ada kekerasan fisik maka Bapak La Sama dan istrinya sekarang masih hidup rukun. Ingat Ibu Jacqueline adalah orang yang berpendidikan tinggi, tumbuh dan besar di Barat dan secara ekonomis tidak tergantung kepada Bapak La Sama, sehingga tidak akan membiarkan dirinya dipukul oleh Bapak La Sama seperti istri orang Timor pada umumnya yang walaupun dipukul siang dan malam, tidak akan mau bercerai karena hidupnya tergantung sepenuhnya kepada sang suami. Jadi, kalau “sering” terjadi pemukulan seperti yang dituduhkan oleh saudara Mau-Redo, mereka sudah pasti bercerai, tapi hal ini tidak terjadi karena tuduhan itu benar-benar tidak punya dasar.
Banyak pemimpin dunia bahkan menceraikan istrinya karena tidak mampu menyelesaikan masalah rumah tangganya tetapi mereka tetapi jadi pemimpin yang sukses dan tetap di hormati oleh rakyat dan dunia. Nelson Mandela, Nicolas Sarkozi dan lain-lain, adalah pemimpin-pemimpin yang tidak sukses dalam rumah tangga tetapi sukses sebagai pemimpin. Tidak perlu ambil contoh jauh-jauh, Bapak Xanana Gusmao sendiri adalah salah satunya, menceraikan istrinya setelah Timor-Leste meraih kemerdekaan, walaupun istrinya sangat menderita batin dan fisik selama periode perlawanan karena perjuangan Bapak Xanana bagi pembebasan Timor-Leste. Apakah karena itu Bapak Xanana menjadi pemimpin yang tidak baik dan tidak sukses? Ada pemimpin-pemimpin tertentu yang mengabaikan keluarganya karena mereka lebih mengutamakan kepentingan umum. Banyak orang yang sukses dalam membina rumah tangganya tetapi tidak pernah jadi pemimpin dan banyak yang jadi pemimpin tetapi tidak semuanya sukses. Jadi tesis dan kesimpulan saudara Mau-Redo bahwa “Seorang lider jika dia sukses memimpin keluarganya maka dia akan sukses pula memimpin negaranya” sama sekali tidak punya dasar.
4. “Alkohol dan Mabuk. Di Timor Leste banyak pengusaha yang memasukan minuman beralkohol untuk diperdagangkan ditambah lagi dengan “tua sabu” sehingga kekerasan yang sering terjadi juga disebabkan oleh alkohol. Tetapi yang menarik bahwa tidak hanya anak muda yang meminum alkohol tetapi menurut informasi yang beredar bahwa Lasama adalah seorang yang kecanduan alkohol tersebut. Bahkan Membru Guverno anterior mencerikan bahwa “dalam suatu kesempatan berkunjung ke Portugal Lasama meminum minuman keras lebih banyak sehingga mabuk dan muntah-muntah di acara resmi”. Saya berharap cerita ini tidak benar tetapi kalau ini benar maka sebaiknya perbaiki diri sebelum jadi Presiden Republik.”
Memang benar Bapak La Sama minum dan minum seperti para pemimpim Timor-Leste lainnya. Tetapi dikatakan kecanduan dan minum sampai muntah-muntah itu tidak benar. Seseorang dikatakan kecanduan, artinya orang itu hidupnya tergantung total kepada alkohol. Setiap hari harus minum kalau tidak minum rasanya seperti dunia mau kiamat. Saya tidak melihat Bapak La Sama minum setiap hari apalagi sampai mabuk-mabukan dan muntah-muntah. Kalau hanya sekedar minum bersama teman-teman pada saat-saat santai, saya pikir bukan Bapak La Sama saja yang minum. Bapak Mari Alkatiri yang beragama islam dan agamanya melarang untuk menkonsumsi alkohol pun meminum alkohol. Bahkan ada banyak cerita juga disekitar minumnya Bapak Alkatiri, tetapi tidak penting untuk ditulis disini, karena ada banyak bumbunya. Bukan Bapak La Sama dan Bapak Mari Alkatiri saja yang minum, Bapak Xanana Gusmao pun menurut bocoran WikiLeaks adalah kecanduan alkohol. Menurut bocoran WikiLeaks bahwa dalam sebuah acara penerimaan kehormatan kepada Pangeran Alberto dari Monako, Presiden Horta sampai marah-marah kepada Bapak Xanana karena beliau mabuk berat: “...James Dunn, an author and long-time observer of East Timor, reported the Prime Minister angered Mr Ramos-Horta by turning up “visibly drunk” at a reception in honor of Prince Albert of Monaco on April 6.” Minuman keras memang tidak baik bagi kesehatan, maka sebaiknya dikurangi, bukan saja bagi para pemimpin, tetapi bagi siapapun.
5. “Regionalisme dan Etnik. Lasama orang yang selama ini lebih mengutamakan dan secara diam-diam mendengungkan isu Loromunu dan Lorosae. Ketika para petisioner dipecat dari FALINTIL-FDTL Lasama dan Partai Demokratnya termasuk yang melakukan kampanye hitam dan mengutamakan superioritas Loromunu. Seorang pendukung Lasama dalam tulisannya untuk menanggapi tulisan Dr. Jose Maria Guterres mengatakan bahwa Lasama adalah Mambae Mayoritas dan Taur Matan Ruak adalah Naueti yang minoritas. Jelas sekali bahwa diskriminasi ada pada Lasama dan pendukungnya secara mengakar dan sudah menyatu dengan darah dan daging mereka. Dalam sebuah rekrutmen PNTL Lasama selalu memperhatikan kalangannya. Bahkan dalam sebuah seremoni di Ainaro baru-baru ini Lasama menyuruh Deputado TARA untuk memaksa orang Mambae untuk memilih Lasama padahal pada saat itu yang hadir adalah para Veteran untuk melakukan syukuran demobilisasi yang diorganisir oleh Xanana. Perintah Lasama terhadap Deputadu TARA adalah wajar karena di desanya sendiri Lasama dan Partai Demokrat tidak pernah menang, sehingga harus menggunakan isu etnik seperti mereka gunakan pada krisis 2006 lalu.”
Kalau dikaitkan dengan pemecatan para petisioner, bukan saja Bapak La Sama yang vokal tetapi teman-teman dari Lorosae pun banyak yang angkat berbicara, bahkan ada yang menulis artikel di media-media Timor-Leste. Bapak Xanana Gusmao sendiri yang dari Lorosa’e ikut mengkritik keputusan pemecatan para petisioner. Jadi tidak punya dasar sama sekali untuk menuduh La Sama yang mendengunkan isu lorosae dan loromonu atau mengutamakan superioritas loromonu. Seharusnya saudara Mau-Redo harus bertanya kapan issue itu muncul dan dari mana? Jangan cari kambing hitam sementara orang atau mereka yang meniupkan issue itu pertama kali disembunyikan. Galilah permasalahan itu dari awalnya dan selidikilah sampai akar-akarnya, supaya bisa menemukan aktor utama issue lorosa’e dan loromonu yang sebenarnya. Jangan hanya pandai melemparkan kesalahan kepada orang lain sementara tidak punya keberanian untuk mengungkapkan para aktor yang sebenarnya. Kalau saudara Mau-Redo membaca pidatonya Bapak La Sama yang dikutip oleh saudara Armindo “Mauk-Sukun” Guterres bahwa:
“... iha tinan mai se povo Timor-Leste fo fiar mai hau sai Prezidente Republika, maka hau la sei sai presidente ba membru sira PD de’it, maibe sai presidenti ba Timor oan tomak nian, Presidente ba ema Maubere tomak, hosi lorosa’e to’o loromonu, hosi tasi feto to’o tasi mane, hosi Jaku to’o Oekuse, hodi hametin Unidade, estabilidade no dame, presidente ba veteranos no la veteranos sira, tamba sei deit mak moris iha Timor-Leste nudar sidadaun rai ida ne’e nian, hothotu iha direitu politiku, ekonomiku ho sosial hanesan”, maka tidak terlihat bahwa La Sama hanya mengutamakan kelompoknya atau menonjolkan superioritas loromonu, tetapi memandang semua orang Timor-Leste sebagai satu kesatuan dan harus mendapat perlakuan yang sama.
Dan tuduhan lain dari saudara Mau-Redo kepada saudara Joanico Morreia melakukan diskriminasi karena menyinggung “mambae” dan “naueti” pun tidak punya dasar. Rupanya saudara Mau-Redo hanya membaca sepotong-sepotog tulisannya saudara Joanico dan berusaha memanipulirnya. Berikut ini saya mengutip secara lengkap tulisan saudara Joanico tentang masalah etnis agar tidak terjadi manipulasi:
“Pemilih kadang-kadang rasional dan kadang-kadang irrasional. Bila pemilihan presiden RDTL mendatang mendapat pengaruh rejionalisme, maka Taur tidak begitu punya peluang untuk terpilih, sebab beliau dari sektor Timor yang beretnis Naueti yang sangat minoritas di sektor Timor dibandingkan dengan Makasae. Dalam hal ini Lu Olo mempunyai peluang lebih besar dari Taur karena beliau berasal dari kelompok etnik Makasae. La Sama mempunyai peluang lebih besar lagi dari Taur dan Lu Olo karena berasal dari etnis Mambae yang jumlahnya lebih besar dari Makassae dan Naueti. Dan bila dikelompokan sesuai krisis 2006 yang kita tidak harapkan, maka La Sama berpeluang besar untuk menjadi presiden walaupun tidak mendapat berkah atau dukungan dari Xanana, karena jumlah penduduk Timor-Leste dari sektor barat jauh lebih besar dari sektor Timor. Semoga hasil pemilihan presiden tidak dipengaruhi oleh masalah etnis ini dan rakyat dapat memilih kandidat yang tepat dan berkualitas untuk menjadi presiden Timor-Leste.”
Berdasarkan kutipan ini sangat jelas menunjukkan bahwa tidak ada unsur diskriminasi. Bagaimana saudara Mau-Redo menuduh saudara Joanico diskriminatif sementara dalam kalimat terakhir tertulis dengan sangat jelas bahwa: “Semoga hasil pemilihan presiden tidak dipengaruhi oleh masalah etnis ini dan rakyat dapat memilih kandidat yang tepat dan berkualitas untuk menjadi presiden Timor-Leste.”? Persoalan etnis sebagai salah satu elemen analisa sah-sah saja, yang penting tidak menyerukan atau memperjuangkan masalah regionalisme atau etnis. Saudara Joanico hanya melakukan sebuah analisa bahwa dalam politik, terutama dalam pemilihan presiden, bisa saja orang mempunyai tendensi untuk memilih kandidat yang berasal dari kelompok etnik mereka. Siapa yang bisa menuduh Bapak Xavier do Amaral rejionalisme dan diskriminatif karena beliau dan ASDTnya selalu menang di Aileu? Beliau tidak berbicara masalah lorosae dan loromonu, tetapi sampai sekarang tidak ada satu partai pun menang di Aileu, termasuk Bapak Xanana yang begitu berkarisma dan terkenalpun kalah dengan Avo Xavier. FRETILIN dan CNRT yang begitu kuat pun kalah dengan ASDT di Aileu. Jadi para pemilih yang ingin memilih orang dari kelompok etnisnya buka karena kampanye dari orang lain tetapi karena keinginan mereka sendiri.
Menurut beberapa teman Naueti, katanya ada Facebook berbahasa Naueti (Naueti Anana), yang menyerukan kepada sesama orang Naueti untuk mendukung dan memilih Bapak Taur Matan Ruak karena sama-sama Naueti. Apa pendapat saudara Mau-Redo tentang seruan saudara-saudara kita Naueti untuk mendukung Bapak Taur Matan Ruak ini? Apakah itu artinya Bapak Taur Matan Ruak dan kelompoknya adalah regionalisme dan diskriminatif? Kalau jawaban saudara Mau-Redo adalah ya, itu artinya bukan Bapak La Sama dan kelompoknya yang diskriminatif atau lebih menonjolkan superioritas Mambaenya tetapi sebaliknya. Adakah Facebook dari kelompok Mambae yang menyerukan kepada orang Mambae untuk memilih bapak La Sama? Saya rasa tidak ada! Saya percaya bahwa bukan Bapak Taur Matan Ruak yang menyuruh orang Naueti untuk membuka Facebook “Naueti Anana” untuk melakukan kampanye buat beliau, tetapi orang Naueti yang mengambil inisiatif sendiri. Saya tidak dapat menuduh Bapak Taur Matan Ruak bersikap diskriminatif hanya gara-gara Facebook itu, karena setiap orang bebas mengekspresikan apa yang mereka inginkan. Ini yang namanya demokrasi.
Sangat jelas dalam tulisannya saudara Joanico, ia tidak menyerukan kepada setiap orang untuk memilih orang dari kelompok etnisnya malah mengharapkan pemilihan presiden nanti tidak dipengaruhi oleh masalah etnis. Saudara Joanico justru menyerukan kepada para pemilih untuk memilih kandidat yang tepat dan berkualitas. Jadi tuduhan saudara Mau-Redo kepada saudara Joanico tidak punya dasar sama sekali.
Tentang isu Lorosae dan Loromonu, saya sarankan baca tulisannya Bapak Xanana Gusmao yang berjudul “Teoria de Conspiração” untuk lebih mengerti asal-usul permasalahan tersebut.
Aneh sekali pernyataan saudara Mau-Redo yang mengatakan bahwa Bapak La Sama menyuruh deputadu Tara untuk memaksa orang Mambae mimilih Bapak La Sama, tetapi saudara Mau-Redo tidak menjelaskan pemaksaan yang bagaimana yang dilakukan oleh Bapak La Sama. Apakah Bapak La Sama mengancam akan membunuh atau memenjarakan orang Mambae bila tidak memilih dirinya? Apakah meminta orang Mambae untuk memilih dirinya adalah sebuah kesalahan atau kejahatan? Saya tidak percaya bahwa dalam kampanye nanti, Bapak Taur Matan Ruak dan tim suksesnya tidak akan meminta orang Baukau atau Baguia untuk memilih dirinya. Sayapun tidak percaya kalau Bapak Lu Olo dan Bapak Jose Luis Guterres tidak akan meminta orang Vikeke untuk memilih mereka. Begitupun saya tidak akan percaya bahwa Bapak La Sama tidak akan meminta orang Baukau dan Vikeke memilih dirinya pada saat beliau berkampanye disana. Semua kandidat, sudah pasti, dimana saja mereka berada, mereka akan meminta orang setempat untuk memilih mereka. Apakah permintaan ini adalah sebuah kejahatan? Tentu tidak!
Sepertinya semuanya di karang-karang untuk membentuk opini publik bahwa La Sama dan PD adalah orang-orang diskriminatif atau lebih berorientasi rejionalisme. Tapi propaganda-propaganda ini tidak akan dipercaya oleh siapapun, sebab semua orang tahu bahwa issue lorosae dan loromonu ini datang dari dalam tubuh F-FDTL sendiri, tetapi sampai sekarang tak seorang pun tahu siapa yang pertama kali mendengunkan superiotas etnis itu. Kalau saja saudara Mau-Redo bertanya kepada Gastao Salsinha, pasti dia akan menyebutkan nama orang-orang yang lebih menonjolkan superioritas etnis itu. Issue itu telah menimbulkan ribuan korban tetapi tak ada yang mau bertanggungjawab, kecuali Bapak Xanana sendiri yang mempertanggungjawabkan pernyataanya dan telah meminta maaf kepada publik.
Dalam struktur PD pun tidak menunjukkan tendensi rejionalisme. Sejak lahirnya PD, jauh sebelum meletus krisis 2006, dalam struktur PD sangat representatif dan berimbang, tidak didominasi oleh satu kelompok etnis. Dalam setiap pidato Bapak La Sama, dimana saja, tidak pernah keluar dari mulut beliau kata-kata diskriminatif. Bahkan dalam krisis 2006 pun, orang-orang dari Lorosa’e sering ke tempat beliau. Tidak ada masalah lorosae dan loromonu bagi beliau.
6. “… dalam suatu kesempatan menurut sumber yang dapat dipercaya bahwa ketika Lasama sebagai Comandante Supremo telah memerintahkan Panglima F-FDTL saat itu, Taur Matan Ruak untuk menembaki para petisioner. “Tempo ona para tiru deit kuando sira la fo ulun”, kata Lasama. Tetapi perintah Lasama ini ditanggapi oleh Taur Matan Ruak bahwa “Sr. Presidente Republika, seidauk tempo para tiru tamba ita manan funu la’os tamba ita oho ema barak maibe tamba inimigu rende mas kilat la tarutu.” Mendengar jawaban ini Lasama terdiam. Seandainya perintah Lasama ini dilaksanakan oleh Taur sudah dipastikan bahwa banyak orang yang akan menjadi Korban Operasi Konjuntu, terutama di Ermera. Yang menarik bahwa mungkin Lasama adalah seorang demokrat sejati yang memerintahkan penembakan yang bisa berimplikasi kepada rakyat Ermera yang menjadi pendukung Partai Demokrat dalam pemilihan umum 2007. Atau mungkin ini jebakan buat F-FDTL supaya bisa dituduh lagi melakukan pembunuhan massal sebagaimana di Tasi Tolu. Untungnya Taur Matan Ruak tidak terjebak dalam perintah yang disampaikan Lasama pada sore itu dalam sebuah pertemuan.”
Saya sendiri meragukan apa yang disebut sumber yang dipercaya ini, apalagi saudara Mau-Redo, saya mencurigainya adalah seorang yang berpendidikan tinggi dan berkedudukan tinggi yang mengkamofolasi diri sebagai seorang “ai-leba” untuk menulis sebuah artikel. Sumber yang dipercaya dan tidak disebutkan namanya itu, bisa saja di karang-karang. Siapa pun bisa mengarang cerita seperti ini untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap lawan atau orang yang dia tidak sukai, karena sumbernya disembunyikan, termasuk si penulis artikel sendiri. Bagaimana kita bisa mengecek kebenaran tuduhan itu, sementara sumbernya disembunyikan? Dan kalau itu memang benarpun saudara Mau-Redo tidak menerjemahkan secara baik pernyataan Bapak La Sama. Pernyataan Bapak La Sama itu, kalau “memang benar”, pernyataan “tiru deit kuandu sira la fo ulun” itu dapat diterjemahkan bahwa kalau mereka melawan atau menembak anggota F-FDTL maka harus dijawab. Tidak mungkin F-FDTL akan membiarkan dirinya ditembak dan dibunuh oleh para pemberontak. Lihat saja kasus Tasi Tolu, F-FDTL menjawab tembakan, ada orang yang tertembak dan mati, tidak membuktikan bahwa F-FDTL membiarkan dirinya ditembak atau tidak mengeluarkan satu tembakanpun. Contoh lain di Fatu-Ahi, dimana terjadi tembak-menembak antara F-FDTL dan kelompoknya Alfredo Reinado. Semuanya terbukti bahwa F-FDTL berhak membela diri dan menjawab setiap tembakan yang membahayakan nyawa mereka. Saya yakin seandanya di Ermera para petisioner melepaskan tembakan, walaupun tidak ada perintah dari Bapak La Sama, F-FDTL pasti menjawabnya, karena sudah ada dua kejadian, di Tasi Tolu dan di Fatu-Ahi, dimana menunjukkan bahwa F-FDTL tidak membiarkan dirinya ditembak. Di Ermera kebetulan tidak terdengar satu tembakan karena kelompoknya Gastao Salsinha tidak melawan. Bagaimana saudara Mau-Redo bisa berkesimpulan bahwa “Seandainya perintah Lasama ini dilaksanakan oleh Taur sudah dipastikan bahwa banyak orang yang akan menjadi Korban Operasi Konjuntu...” sementara tidak ada perlawanan dari petisioner? Kalau tidak ada perlawanan kemudian ditembak, jelas F-FDTL salah, sebab La Sama hanya memerintahkanan “tiru deit” kalau mereka melawan dan membahayakan nyawa para F-FDTL. Jadi jelas-jelas sebagai Komandan Tertinggi F-FDTL pada saat itu, Bapak La Sama harus membela F-FDTL dan perintahnya sudah jelas demi membela negara dan kepentingan rakyat. Negara-negara Barat yang sangat demokratispun, bila kepentingan negara dan rakyatnya terancam, mereka tidak segan-segan menembak. Lihat saja bagaimana reaksi dunia Barat terhadap Al-Qaeda dan menyerang Afganistan. Seandainya pada saat itu ada perlawanan dan aggota F-FDTL tertembak dan mati, kemudian Bapak La Sama memerintahkan F-FDTL untuk tidak menembak, pasti saudara Mau-Redo akan menuduh Bapak La Sama bertindak secara regionalisme karena melindungi orang loromonu dan membiarkan anggota F-FDTL mati begitu saja.
Bapak La Sama memerintahkan untuk “tiru deit” kelompoknya Gastao Salsinha “kuandu sira la fo ulun”, itu sudah cukup sebagai bukti bahwa beliau tidak mengutamakan kelompok etnisnya, tetapi beliau sedang membela negara dan rakyat. Kalau bertindak secara regionalisme maka seharusnya beliau tidak mengijinkan “Operasaun Konjunta” apalagi memerintahkan untuk menembak. Saat itu Bapak Taur Matan Ruak bukan saingannya Bapak La Sama, untuk apa menjebaknya. Jadi ini hanyalah sebuah lelucon yang dikarang-karang untuk mendiskreditkan Bapak La Sama.
7. “Persoalan Korupsi dan Kolusi kendaraan Parlemen Nasional. Sebagai Presiden Parlemen Nasional, Lasama termasuk yang bertanggungjawab terhadap perubahan spesifikasi kendaraan anggota Parlemen Nasional dari Toyota ke Mitsubishi Pajero. Seandainya ini ditelusuri maka akan terkait dengan kepentingan kelompok yang Lasama pimpin selama ini, baik itu di dalam maupun yang sedang di luar-luar mencari proyek. Katanya kasus ini sedang di Precurador Geral. Kalau mau jadi Presiden Republik perbaiki dan bangun menejemen modern bukan menejemen aktivista.”
Memang benar kasus ini sedang di Procurador Jeral. Tetapi yang akan ke Pengadilan untuk mempertanggungjawabkan bukan Bapak La Sama, tetapi Bapak Vicente Guterres, seorang pemimpin CNRT, karena beliau yang menandatanggani dokumen-dokumen pembelian mobil-mobil untuk anggota Parlamen Nasional itu. Apakah Bapak Vicente Guterres adalah anggota PD? Demi kepentingan siapa? Kepentingan PD atau CNRT? Atau kepentingan semua anggota AMP? Atau demi kepentingan rakyat?
8. “Kepercayaan Xanana. Dalam tulisan Dr. Armindo “Mauk-Sun” Guterres juga mengatakan bahwa Lasama adalah orang yang dekat dengan Xanana dan kehadiran Xanana di Kongres PD adalah indikasi dukungan secara tidak langsung kepada Lasama. Menurut saya, Xanana sulit diprediksi sehingga saya tidak tahu bahwa kehadirannya merupakan dukungan atau justru sebaliknya. Tetapi yang pasti adalah Xanana kecewa terhadap Partai Demokrat dan Lasama karena jelas-jelas mempermalukan Xanana di Parlemen Nasional pada sidang OGE 2012. Lasama dan kelompoknya “vota kontra” terhadap anggaran 200 juta USD yang diprogramkan Xanana. Padahal dalam rapat konsolidasi di luar parlemen, sebelum debat anggaran di PN, katanya Xanana sudah menjelaskan kepada Lasama dan anggota Parlemen AMP. Tetapi lagi-lagi Lasama dan kelompoknya dengan aroganya menolak mentah-mentah program pemerintah 200 juta USD tersebut bahkan Lasama mengatakan Xanana seharusnya menjelaskan kepadanya kalau itu penting. Seorang teman yang dekat dengan Lasama tapi sudah tersingkir dalam Kongres PD Kedua kemarin menceritakan kepada saya bahwa pada krisis 2008 ketika Operasi Konjuntu juga Xanana marah besar kepada Lasama karena Lasama dan kelompoknya berstandar ganda”
Saya setuju dengan saudara Mau-Redo bahwa Bapak Xanana Gusmao adalah orang yang sulit diprediksi. Karena beliau selalu bermain politik kelas tinggi dan sulit ditebak. Kadang-kadang CNRT pun tidak tahu apa yang di inginkan olah Bapak Xanana Gusmao.
Kalau vota kontra dianggap arogan saya pikir tidak tepat. Saya malah setuju kalau ada program yang tidak jelas harus vota kontra, jangan jadi partai hanya sekedar yes man dan membiarkan uang rakyat di hambur-hamburkan tanpa tujuan yang jelas. Apalagi tugas dari Parlamen adalah mengontrol. Jadi tidak selamanya harus vota a favor. PD bukan underbownya CNRT, sehingga harus menuruti semua yang di inginkan oleh CNRT. Sebagai partai harus punya sikap. Dalam hal ini saya mendukung sikap fraksi PD di Parlamen. Bapak Xanana masih percaya kepada PD atau tidak, itu urusan lain. Hasil pemilihan yang akan menentukan siapa berkoalisi dengan siapa, bukan persoalan suka atau tidak suka. Kadang-kadang anda tidak suka kepada sesuatu tetapi urusan kekuasaan bisa membuat anda lupa kepada apa yang anda tidak suka, kecuali anda meraih hasil pemilihan yang sangat bagus sehingga anda sendiri yang menentukan segalanya. Dan koalisi pun bukan sekedar koalisi tetapi harus melihat apa agenda utamanya, apa yang harus diperjuangkan bersama. Namanya saja koalisi, jadi harus menjelaskan apa yang kurang jelas, bukan dipaksakan.
Saya tidak akan menanggapi siapa teman saudara Mau-Redo yang katanya dekat juga dengan Bapak La Sama, yang telah memberikan informasi kepada saudara sebab siapa tahu ini hanyalah sebuah usaha saudara Mau-Redo untuk mengadu-domba dan memecah-belah persatuan dan kekuatan PD. Saya atau semua anggota PD tahu persis siapa teman kami yang tidak terpilih kembali untuk masuk struktur PD dalam Kongres PD yang baru berlalu. Hanya satu orang yang tidak terpilih kembali sehingga kita tahu persis teman itu. Mungkin dari situ kita bisa mengetahui siapa sebenarnya saudara Mau-Redo ini dan bisa mengundangnya ke sebuah kafe untuk minum kopi bersama dan ngobrol-ngobrol tentang apa saja.
9. “…. Xanana memang memiliki hubungan yang baik dengan PD karena Xanana-lah yang mengorbankan uang dari sakunya untuk membersarkan PD ketika PD masih menjadi oposisi dan kere. Menurut sumber dalam PD sendiri mengatakan bahwa Chico Borlako dan Paul Assis sering mengunjungi Palacio das Cinsas membawa bornal untuk mengambil uang demi membiayai aktivitas PD saat itu. Tapi harus diakui bahwa PD sekarang sudah berbeda dengan PD yang dulu. PD sekarang adalah PD yang punya banyak uang. Uang dari Lasama, Mariano Asanami, Dominggos Caero, Marcus da Cruz, Arcangelo Leite, dan Florindo. Dulu semua orang tahu, Menteri dan Sekretaris Negara dari PD yang berprofesi sebagai dosen kalau habis ngajar selalu meminta mahasiswanya untuk ngantar pulang karena belum punya kendaraan, tetapi sekarang…? Empat tahun yang lalu pada hari pertama mau dilantik sebagai anggota kabinet di pemerintahan AMP, ada anggota kabinet tertunjuk dari PD yang meminjam móbil orang dan naik motor untuk sampai pada tempat acara pelantikan, tetapi sekarang…? Dimana KAK (Komisaun Anti-Korupsaun) melihat hal ini..? Apakah karena para Komisioner KAK adalah individu-individu dari Renetil maka sangat sulit bagi KAK untuk menjamah temannya sendiri..? KAK benar-benar kepanjangan dari “Kawan Amankan Kawan”…? Sesama Renetil akan sulit untuk saling “mencakar” karena sebelum menjadi anggota Renetil di Bali-Jawa diterapkan acara ritwal hemu-ran(minum darah) sebagai tanda sumpah setia sesama anggota Renetil…? Dan menyangkut dukungan Xanana, bagaimana mungkin Xanana suporta Lasama kalau Lasama sendiri tidak mampu rapatkan barisannya untuk mendukunnya. Para veteran berpengaruh seperti Dudu, Tuloda, Deker, Paul Assis, Maubere tidak mendukung Lasama untuk menjadi Presiden Republik pada 2012 meskipun mereka orang-orang PD.”
Setelah pemilihan baru kita akan mengetahui siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Semuanya mempunyai peluang untuk menang dan kalah. Menang atau kalah adalah soal biasa dalam politik. Yang menjadi pertanyaan sekarang apakah semua kandidat dan para pendukungnya sudah siap untuk kalah? Semoga semuanya sudah siap sehingga akan membiarkan rakyat tetap hidup tenang.
Saudara Mau-Redo mungkin benar, PD sekarang tidak kere lagi, sebab ada uang dari La Sama, Mariano Asanami, Domingos Caeiro, Marcus da Cruz, Arcangelo Leite, dan Florindo. Cuma daftar saudara Mau-Redo tidak lengkap atau sengaja menyembunyikan nama membro Governo PD lainnya, yaitu Bapak Paulo Assis. Apa maksudnya menyembunyikan nama ini? Apakah ini yang namanya sumber yang dipercaya? Atau apakah ini yang namanya kawan amankan kawan? Jangan lupa masih ada membro Governo lain dari PD yaitu Rui Manuel Hanjam dan Madalena Hanjam. Seharusnya PD punya uang lebih banyak lagi kalau Bapak Julio Tomas Pinto, Bapak Francisco da Costa Guterres, Bapak Bendito Freitas, Bapak Jacinto Rigoberto, Bapak Januario Pereira, Bapak Miguel Manetelu dan Bapak Ivo Valente tidak menyeberang ke CNRT, karena mereka juga dulu adalah anggota PD, ada yang pendiri lagi. Tetapi CNRT yang sekarang beruntung, karena mereka mengalihkan semua kontribusi mereka ke CNRT. Apakah mereka-mereka ini dulu adalah orang-orang kaya tidak sekere saudara-saudaranya yang masih bertahan di PD? Siapa tahu saudara Mau-Redo adalah salah satu diantaranya yang sedang menceritakan pengalamannya sendiri? Apakah mereka yang sekarang sudah ke CNRT tetap tidak punya rumah, tidak punya mobil? Perlu di akui bahwa di antara nama-nama yang saya sebutkan ini, meskipun sudah di CNRT, masih ada yang tidak melupakan PD karena ikatan emosional yang ada. Tetapi harus akui bahwa ada satu dua orang yang bagaikan kacang lupa kulit, tetapi ini adalah normal karena kekuasaan kadang-kadang membuat orang lupa diri, lupa teman-teman dan lupa rumah lama atau lebih memilih bakar saja rumah lama karena sekarang sudah punya rumah baru.
Kalau saja saudara Mau-Redo masih mau jujur, seharusnya mengakui bahwa tidak semua komisioner CAC berasal dari RENETIL, apalagi PD. Aderito de Jesus Soares (anggota RENETIL) berasal dari FRETILIN Mudansa, Manuel Coutinho (bukan anggota RENETIL) berasal dari FRETILIN, Jose Neves (anggota RENETIL) tetapi independen.
Dalam tulisan saudara Mau-Redo, menyebut beberapa nama para veteran, tetapi tidak menjelaskan siapa sebenarnya veteran itu? Apakah semua orang yang namanya terdaftar di Komisi Homenajem adalah veteran atau hanya mereka yang berjuang di hutan dan baru turun dari gunung setelah referendum tahun 1999? Ataukah yang berjuang di front bersenjata, klandestin dan diplomatik, semuanya adalah veteran? Saya pikir jumlah veteran tidak hanya segelintir orang yang saudara Mau-Redo sebutkan di atas itu. Masih ada ratusan dan ribuan. Apakah semuanya mempunyai pikiran dan sikap yang sama seperti yang saudara Mau-Redo sebutkan itu? Masih ada ribuan veteran yang kita tidak mengetahui kepada siapa mereka akan memberikan dukungannya. Saya tidak percaya bahwa tak seorang veteranpun tidak akan mendukung Bapak La Sama. Saya bisa sebutkan satu nama karena saudara Mau-Redo telah menyebutkan nama beliau yaitu deputadu Tara dari PSD. Kalau ada veteran di luar PD yang mendukung Bapak La Sama, maka sayapun berkeyakinan bahwa masih ada banyak veteran di dalam PD yang mendukung Bapak La Sama. Bisa juga sebutkan nama lain di luar PD yang sudah menyatakan dukungannya kepada Bapak La Sama, yaitu avo Xavier do Amaral. Apakah avo Xavier ini masuk dalam kategori veteran atau tidak?
Hitung-hitung soal pengaruh, saya akui, di antara mereka itu, ada yang punya pegaruh di distrik atau daerah asalnya, tapi bila dibandingkan dengan Avo Xavier, maka saya pikir tak seorangpun dari nama-nama yang saudara Mau-Redo sebutkan itu lebih berpengaruh dari politikus tua asal Turiskai itu. Pasti saudara Mau-Redo akan berargumentasi bahwa Tara dan avo Xavier itu kebetulan dari zona Mambae. Sekedar informasi saja buat saudara Mau-Redo, Direktur Kampanye Bapak La Sama adalah Bapak João Boavida, dari Baukau. Saya tidak perlu menyebutkan nama-nama lainnya. Kalau Bapak La Sama dan kelompoknya mengutamakan kelompok mambaenya, seharusnya tidak menunjuk Bapak João Boavida untuk menjadi Direktur Kampanyenya. Atau Bapak João Boavida bisa menolak karena beliau bukan orang bodoh untuk mendukung orang yang mempunyai pikiran diskriminatif atau regionalisme. Jadi menuduh Bapak La Sama dan kelompoknya lebih mengutamakan orang Mambae atau loromonu sama sekali tidak dapat dibuktikan.
Mereka yang tidak mendukung Bapak La Sama, dari PD, ini pun harus di hormati, karena itulah demokrasi. Kalau Bapak La Sama mau memaksa orang Mambae untuk memilih dirinya, apa susahnya menggunakan disiplin partai untuk menekan Bapak Dudu dan lain-lain untuk tidak mendukung Bapak Taur Matan Ruak tetapi harus mendukung Bapak La Sama karena sama-sama PD. Ternyata Bapak La Sama tidak menggunakan disiplin partai untuk menekan teman-temannya yang di PD dari kelompok Mambae untuk mendukung dirinya, bagaimana beliau bisa memaksa orang-orang Mambae yang dari partai lain atau bukan PD? Tuduhan yang tidak punya dasar sama sekali.
Jangan bangga dulu karena ada teman-teman dari PD yang secara terbuka mengatakan tidak mendukung Bapak La Sama, karena permainan belum di mulai. Ingat, pemilihan belum di mulai dan pemilihanpun akan berlangsung secara bebas dan rahasia. Yang namanya rahasia ini yang kita tidak bisa tebak siapa akan memilih siapa. Dalam politik semuanya mungkin dan bisa terjadi.
Bapak Xanana mendukung Bapak La Sama atau tidak, hanya beliaulah yang tahu, tetapi sebagai Partai, PD akan terus berkembang. Buktinya, sebelum tahun 2007, ada yang mengatakan bahwa PD meraih 7 kursi di Parlamen karena didukung oleh Bapak Xanana. Sah-sah saja berpikir begitu dan mungkin juga benar. Tetapi perlu dicatat juga bahwa setelah Bapak Xanana mendirikan CNRT, banyak pihak berpikir PD akan mati, karena semua orang akan berbondong-bondong, mungkin juga termasuk saudara Mau-Redo, mengikuti Bapak Xanana ke CNRT, tetapi hasil pemilihan 2007 menunjukan PD tidak mati malah menambah satu kursi menjadi 8.
Kalau saudara Mau-Redo ini adalah seorang mantan anggota PD yang sekarang sudah beralih ke CNRT, seharusnya tahu bahwa para anggota PD juga ikut membantu Bapak Xanana mendirikan CNRT, karena diminta oleh beliau. Mereka ini, banyak yang masih tetap di PD dan ada yang sudah masuk ke dalam struktur CNRT karena tetap ingin membantu Bapak Xanana di CNRT. Hanya satu dua orang yang bagaikan kacang lupa kulitnya, karena tergiur oleh kekuasaan dan balik menjelek-jelekkan teman-temannya dan lupa partai yang mengusungnya sampai jadi membro Governo. Jadi jangan pikir hanya PD yang membutuhkan Bapak Xanana, tetapi dalam hal-hal tertentu Bapak Xanana juga membutuhkan PD. Dalam politik, demi kekuasaan, semuanya saling membutuhkan.
Saudara Mau-Redo benar bahwa CNRT punya banyak pilihan, tetapi pilihan-pilihan itu juga akan ditentukan oleh jumlah kursi yang setiap partai peroleh, termasuk jumlah kursi CNRT sendiri. Jadi, CNRT bisa saja punya banyak pilihan, bisa juga hanya punya satu atau dua pilihan dan bisa juga tidak punya pilihan sama sekali.
Dalam politik, semuanya adalah mungkin, apa yang para analisis mengatakan tidak mungkin atau mungkin, bisa dibalikan oleh rakyat melalui suaranya. Suara rakyat yang akan menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang dalam pemilihan presiden. Dan kandidat yang akan terpilih menjadi presiden adalah presiden kita semua dan kita semua harus mendukungnya. Dan kandidat yang terpilihpun harus merangkul kita semua, tidak membeda-bedakan kita dalam dikotomi loromonu-lorosae, firaku-kaladi, veteran atau non veteran, sebab kita semua adalah rakyat Timor-Leste, rakyat yang tidak mau menderita lagi, rakyat yang ingin hidup rukun, bersatu, damai dan sejahtera. Hidup demokrat! Hidup Demokrasi!
* Presiden Juventude Democratico
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.