VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20080617

MANJAKAN YANG KUAT, LANTARKAN YANG LEMAH; Akankah falsafah Powerful versus Powerless lahir dalam konsep pemerintahanan AMP?

*). J. MONTEIRO (monteiro87@hotmail.com)

Di tengah meroketnya harga BBM dunia yang lagi marak diperberdebatkan serta dampak buruknya yang meramba ke seluruh penjuru dunia termasuk negara kita, Timor Leste seakan tidak membuat para politikus yang nota bene wakil rakyat di Uma Fukun merasa jera. Kenaikan harga BBM dunia yang sangat menghentak dan mencacatkan berbagai kegian di sub-sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lainnya di setiap negara tidak membuat para wakil rakyat merasa ibah terhadap negeri ini. Efek negative dari kenaikan harga minyak dunia ternyata membuat banyak negara-negara yang ekonominya sudah lumayan mapan, seperti India dan Indonesia masih sewot dan terasa disambar petir. Bukan hanya India dan Indonesia, ternyata kemarahan atas kenaikan harga BBM juga dirasakan warga dari negara yang terhitung kaya. Nelayan yang berasal dari berbagai negara Eropa berdemonstrasi di depan Kantor Pusat Uni Eropa, Brussels, Belgia. Mereka menuntut organisasi ini bertindak untuk menolong mereka menyusul kenaikan harga BBM yang mengancam kelangsungan mata pencaharian nelayan. (Liputan6.com, 6 Juni 2008). Kondisi seperti ini ternyata tidak hanya dirasakan oleh negara-negara berkembang, tapi ternyata Amerika Serikat yang dalam tanda kutip sebagai negara dengan perekonomian terkuat di dunia pun merasa labil pada tingkat perekonomian nasional mereka. Political polices yang ditempuhi oleh setiap pemimpin di berbagai negara juga tentu beraneka-ragam, ambil saja contoh dari political polices yang dijangkau oleh Susilo Bambang Yudoyono- Jusuf Kalla (SBY-JK) di Indonesia dalam menanggapi krisis ekonomi dunia saat ini, produk dari political polices SBY-JK ternyata menimbulkan banyak pro-kontra dari berbagai kalangan di Indonesia. Demonstrasi dan aksi anarkisme terjadi di sebagian kota di Indonesia. Potensi dari dampak political polices tidak lain adalah rakyat miskin. Tidak tanggung-tanggung SBY-JK juga dihadang dengan gugatan class action (gugatan massal) oleh sebagian masyarakat dan warga yang merasa dirugikan dengan kebijan SBY-JK dengan menurunkan subsidi BBM di Indonesia. Sekalipun kenaikan harga BBM di Indonesia adalah tergolong paling rendah di ASIA dengan prosentase kenaikan 28% tapi efek negativenya menjalar ke mana-mana. Hingga solusi lain SBY-JK yang juga dinilai banyak kalangan sangat tidak potensial dan kontradiksi sesuai dengan dunia perekonomian di Indonesia, tak lain adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dana BLT ini untuk 19,1 juta rumah tangga, dengan jumlah dana Rp 14,1 triliun pada tahun ini, (Kompas, 24 Mei 2008). Para pengamat ekonomi dan para mahasiswa juga menilai kebijakan SBY-JK ini adalah sifatnya tidak mendidik masyarakat untuk menjadi masyarakat yang berwawasan global yang independent. Warning AFTA seakan menjadi rambu-rambu bahwa political polices SBY-JK ini tidak kena sasaran. Seperti Gabungan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Senat Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Jateng/Yogya dengan orasinya bahwa… "Kami mengkritik keras terhadap kebijakan tersebut karena BLT terbukti tidak efektif diterapkan, pembodohan terhadap rakyat. Sedangkan subsidi rawan terhadap berbagai penyimpangan oleh oknum bermental korup," (Antara, 11 Mei 2008). Kondisi perekomian dunia yang kelihatan suram dan cedera di mana dampaknya menjalar ke seluruh dunia masih tetap tidak membuat para politikus kita berbelas kasih kepada negeri ini. Di Indonesia, SBJ-JK dengan political police yang dinilai kurang sesuai dengan tuntutan rakyat, lalu ada apa dengan political polices yang yang dipatok oleh para penguasa kita, terutama wakil rakyat kita di Uma Fukun?

Menunjang produktivitas dan kinerja para nggota DPR lewat sarana tranportasi

Rencana penyediaan mobil sebagai sarana transportasi dalam menunjang kinerja dan produktivitas para wakil rakyat di Parlament, hingga saat ini masih ramai didebatkan dan bahkan konsep pemikiran dan interpretasi dari para wakil rakyat yang satu dengan yang lain, kaum akademik dan komunitas sipil masih tetap kelihatan rancu dan ambigo. Bahwa, Presiden PN Mr. Fernando La Sama akan siap untuk bertanggung jawab atas semua keputusan yang ditempuh, baik di dunia bahkan di akhirat….“Hau senti la iha dalan no la iha problema atu sosa kareta. Husik ba hau mak responsavel ba sosa kareta. Dalan nee maka ba inferno husik ba hau maka ba mesak. Hau lakoi lori ema ruma. Hau fiar katak sosa kareta nee sei fasilita diak liutan deputadu sira atu halao sira nia knar”, (STL, 11 Juni 2008). Selain itu salah satu anggota DPR Fraksi-CNRT Mr. Natalino dos Santos Nascimento bahwa sangat beralasan dan layak kalau para wakil kita harus mendapat mobil….“membru governu hetan kareta luxu, nusa maka ami la bele. ami nee maka kontrola governu. ami iha direitu hetan kareta husi estadu,” (STL, 11 Juni 2008). Selain dari Fraksi CNRT, anggota DPR dari fraksi-PPT, Mr. Jacob juga sependapat dengan proyek anggota DPR fraksi CNRT dan Presiden PN, …. aseita ho sosa kareta luxu ba deputadu idak-idak, tanba deptadu sira maka halo lei iha direitu atu sae kareta luxu hodi kontrola programa governu nian iha baze, (STL, 11 Juni 2008). Dari berbagai pendapat para wakil rakyat yang dilangsir oleh STL, penulis coba pendapat bahwa secara implicit falsafah Powerful versus Powerless sepertinya tersirat dari ucapan lidah maut para politikus ini dan bahkan tahap eksekusi dari falsafah ini sudah diambang pintu. Sayang sekali, apalagi seorang wakil rakyat seperti Mr. Jacob dari Fraksi-PPT harus beralasan dengan orasinya bahwa penyediaan mobil dalam menunjang produktivitas dan kinerja para wakil rakyat dikarenakan para wakil rakyat memiliki hak serta dalam tanda kutip anggota DPR adalah dewan legislative (pembuat UU). Memang benar bahwa bila dilihat dari fungsi dan struktur ketatanegaraan suatu pemerintahan demokratis, salah satu tupoksi (tugas pokok-fungsi) adalah membuat dan mengesahkan UUD dan UU. Tapi, jangan lupa bahwa konsep anggota DPR dalam negara yang berwujud demokrasi adalah dari-oleh-untuk rakyat. Konsep ini bukan berarti bahwa kekuasaan sepenuhnya yang diamanatkan rakyat kepada wakilnya, juga mesti dilaksanakan oleh rakyat, tidak. Namun, wujud kekuasaan dan campur tangan rakyat di tingkat legislative adalah mendengar dan mengakumulasi aspirasi dan tuntutan rakyat yang selaras berdasarkan produk hukum (UUD dan UU) yang diciptakan oleh dewan legislative. Image keterlibatan rakyat dalam tupoksi dewan legistatif adalah menciptakan produk hukum (UUD dan UU) berdasarkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang efektif dan efisien (Technique Wetgiveng) bukan menciptakan produk hukum yang cenderung memperhatikan kepentingan politis, individualis, feodalis dan kapitalis (Policy Wetgiveng). Wujud policy wetgiveng sebenarnya sudah bukan menjadi rahasia segelitir orang, tapi masyarakat separu dan bahkan seluruh dari masyarakat tanah air sudah mengenal skema politik ini di masa pemerintahan yang lalu. Dunia dan masyarakat internasional dan masyarakat kita sendiri menjadi saksi bahwa kebijakan-kebijakan politis dengan formula policy wetgiveng adalah sangat dikecam oleh para wakil rakyat dari AMP yang notabene menjadi partai oposisi kala itu. Mungkinkah konsep pemerintahan AMP yang bernilai kredibel, transparan, solider, akan diterpa angin seketika? Ataukah political polices ini dinilai oleh pemerintahan AMP sebagai suatu langkah untuk merealisasikan rencana AMP di layar politik kita? Ataukah political policies ini sengaja diciptakan untuk meninggalkan suatu presedent yang fatal?

Solusi lain dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas para anggota DPR

Persiapan anggaran budget yang nanti atau bahkan sudah alokasikan untuk kebutuhan beberapa unit mobil ditafsir sekitar jutaan lebih dolar. Apabila anggaran ini dipetik dari APBN maka ini tergolong cukup besar dan pemerintah boleh dinilai kalah dan gagal dalam memanej uang rakyat ini. Kemajuan teknologi yang sangat marak dan cepat memang membutuhkan berbagai sarana dan pra-sarana yang layak sebagai penunjang kesuksesan suatu komoditi. Namun, bila ditelaaha dari sitkon ril negara kita, penyedian mobil bermerk luxu atau jenis apalah sangat tidak pantas. Kondisi perekomian nasional yang labil, dimana pendapatn rakyat miskin rata-rata hanya US$ 1/hari bahkan ada yang tidak sampai serta home industri yang mati, pengangguran sana-sini, minimnya penyediaan air bersi (baik tingkat nasional, apalagi perkotaan/pedesaan), mal-nutrisi pada anak, meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas balita dan ibu hamil, separuh dari masyarakat kita buta huruf, infrastruktur cacat dan lainnya sebenarnya bisa menjadi pertimbangan fundamental sebelum para wakil rakyat sebagai law maker akhirnya bertindak sebagai decision maker. Menurut hemat penulis, salah satu permasalahan basis yang turut mengganggu produktivitas dan kinerja para anggota dewan legislative yang saat ini dialami oleh sejumlah anggota DPR adalah soft-skill di bidang IT. Pengadaan capity building untuk para anggota dewan melalui ICT adalah salah satu tuntutan mutlak yang tidak bisa dipungkiri dalam era globalisasi yang super-cepat ini. Pengalokasian dana untuk kebutuhan ICT manfaatnya sangat luas dan efisiensi serta efektifitasnya akan terasa di berbagai sub-sistem di negara kita. Dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis terhadap beberapa anggota DPR kita yang sepertinya masih kelihatan gaptek (gagap teknologi), maka langkah ini dinilai cukup solutif. Selain itu, dengan tidak mengalokasikan uang rakyat yang segitu besar nominalnya untuk beberapa unit mobil, juga pemerintah lewat wakil rakyat secara implisit telah mendidik masyarakat kita untuk turut melakukan penghematan energi, dan meminimalisir emisi karbon di tanah air, khususnya Dili sebagai Ibu kota negara. Dengan begitu, secara tidak langsung partisipasi negara kita sebagai masyarakat internasional dalam menjaga dan melestarikan kondisi alam dan berperang pemanasan global pun menjadi salah satu point plus tersendiri. Apalagi isu pemanasan global sekarang sudah menjadi isu perdebatan intenasional di berbagai forum internasional. Sehingga, kedepan nanti kita semua berharap agar dewan legislative sebagai badan pembuat dan pengesah produk hukum bisa menciptakan suatu UU tentang lingkungan hidup dan UU transportasi sehingga nuansa kota Dili sebagai green city bisa tetap lestari. Akankah? Kita tunggu!

Inikah Wujud demokrasi dari kebijakan politik anggota DPR yang notabene adalah maioritas anggota AMP?

Menurut Jeff Hayes yang dikutip oleh Teuku (Hubungan Internasioanl Kontemporer dan Masalah-Masalah global, hal. 52-52), bahwa ada tiga macam demokrasi: (1). Demokrasi formal; ditandai dengan pemilihan umum yang teratur “bebas dan adil”, kompetitif. (2). Demokrasi “permukaan”; hal yang umum di dunia ketiga. Tampaknya luarnya memang demokrasi tapi sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Dahulu demokrasi ini lazim terdapat di Amerika Latin. (3). Demokrasi substantive; memperluas ide demokrasi di luar mekanisme formal. Ia mengintensifkan konsep dengan memasukan penekanan pada kebebasan dan diwakilinya kepentingan melalui forum public dan partisipasi kelompok. Dari ketiga konsep demokrasi yang dicetus oleh Jeff Hayes, muncul sebuah pertanyaan. Dalam kategori manakah konsep demokrasi yang sudah lahir dan sedang tumbuh-berkembang di negara kita? Sebagai opini pribadi dari penulis, sepertinya kombinasi demokrasi permukaan dan demokrasi substantivelah yang saat ini diterapkan di negara kita. Belum ada kejelasan dan fenomena-fenomena konkrit dari demokrasi permukaan ataupun demokrasi substantive. Secara explicit model demokrasi kombinasi inilah yang sedang dan akan terus diupayakan untuk ditumbuhkan kembangkan di negeri Mata-hari terbit. Relative kalau aplikasi dari wujud demokrasi yang berlaku di setiap negara yang satu dengan lainnya tidaklah sama. Hal ini dilatarbelakangi dengan berbagai perbedaan-perbedaan mencolok yang dilahirkan oleh apa yang telah dituangkan dalam International Convention on Civil and Political Right (ICCPR) bagi negara yang telah meratifikasikannya.

Dari uraian ini, penulis sebagai warga negara TL berharap agar image demokrasi kita yang nampaknya masih abu-abu ini bisa dibenahi sedini mungkin dengan suatu political will sehingga hasil akhirnya bisa mencapai win-win solution (keuntungan disamaratakan antara rakyat dan para pemimpin negara), sehingga falsafah dan dimensi kepemimpinan pemerintah actual AMP dan pemeritah berikutnya bisa benar-benar lenyap dari prinsip Powerful versus Powerless. Masyarakat tidak lagi dijadikan sebagai objek dan lahan potensial bagi para wakil rakyat untuk menuai profit demi kepentingan politis, indivualis, feodalis dan kapitalis. Harapan kita semoga udara demokrasi yang saat ini sudah tercemar dengan politik sulfurdioksida (SO2) dapat dinetralisir oleh suatu political polices yang efektif dan efisien di mana dilandasi dengan suatu cita-cita hukum (ius constituendum) benar-benar tercipta dari hasil jeri paya dewan legistatif kita dengan asas hukum Technique Wetgiveng, bukan dengan Policy Wetgiveng.

*). MAHASISWA FAKULTAS HUKUM (SEMESTER IV)
UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA, INDONESIA

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.