Railos Ditangkap, Alkatiri, CS CemasMantan Komandan Kelompok Rahasia Partai Fretilin, Vicente da Conceicão ‘Railos’ yang dipersenjatai mantan Mendagri Rogerio Tiago Lobato, ditangkap aparat keamanan dari UNPOl, PNTL dan pasukan stabilitas internasional (pasukan Australia) di Liquisa, Rabu (3/10). Railos bersama 5 anggotanya ditangkap tanpa perlawanan, lalu ditahan di sel Kepolisian Distrik Dili.
Railos ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan (SPP) yang dikeluarkan Pengadilan Distrik Dili, 13 September 2007, dengan tuduhan terlibat dalam aksi penembakan di Tasi Tolu, 24 Mei 2006, hingga menewaskan perwira F-FDTL, Kapten Kaikeri. “Penangkapan Railos sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku, bukan ilegal,” kata Jaksa Agung Longuinhos Monteiro, SH. Railos akan dijerat dengan pasal 338 dan 55 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Terlepas dari aksi protes yang disampaikan keluarga Railos ke Parlamen, penangkapan Railos merupakan sebuah langkah politik baru oleh pemerintahan Xanana Gusmao dalam menangani krisis militer dan politik 2006. Bagaimana pun penangkapan Railos tentu mencemaskan pula Alktiri, Cs karena sepakterjang seorang Railos tidak terlepas dari Alkatiri, Cs.
Agaknya, penangkapan Railos terkait erat dengan penyidangan anggota F-FDTL di Pengadilan Tinggi, Kaikoli Dili, karena terlibat dalam kasus penembakan mati 8 anggota PNTL di Dili, 25 Mei 2006.
“Jika Mabes F-FDTL telah merelakan prajuritnya diadili, bagaimana dengan kelompok Railos yang terlibat baku tembak dengan anggota F-FDTL hingga menewaskan Kapten Kaikeri di Tasi Tolu”. Demi kebenaran dan keadilan dari dua kasus ditempat berbeda (Dili dan Tasi Tolu), sudah tentu Railos bersama anggota harus ditangkap dan diseret ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kelompoknya.
Jika Railos secara tulus dan berani membeberkan “lia los”, misalnya, ia tegas mengatakan kelompoknya dibentuk atas kehendak CCF Fretilin, bersasaran ingin membunuh para lawan politik Fretilin, senjata yang dimiliki kelompoknya diberi atas perintah mantan Mendagri Rogerio, penembakan di Tasi Tolu juga atas perintah Rogerio (atau mungkin Alkatiri juga), apakah semua hanya sebatas ‘diungkap’ di pengadilan dan Railos harus memikul semuanya?.
Jika itu bukan termasuk dalam strategi politik yang ingin diwujudkan pemerintahan Xanana, sudah tentu “domino kapturasaun” tidak berakhir di Railos. Tetapi harus berkelanjutan karena masih banyak aktor penyulut krisis belum disentuh, nama mereka disebut-sebut tapi redah tanpa kelanjutan.
Kita menekankan pentingnya kelanjutan itu, supaya krisis 2006 harus benar-benar tuntas. Semua actor penyulut krisis harus diseret ke pengadilan. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Mayor Alfredo Reinado sekali pun ia sendiri nantinya harus mengaku dosa di pengadilan. Jika semua persoalan hukum ini ditegakan karena kepentingan taktis semata, maka pertarungan antar para leader sulit berakhir. Maka yang terjadi dan akan terus demikian adalah masalah siapa menindak siapa, siapa menghukum siapa. Akhirnya semua menjadi tidak selesai-selesai. ** Ita Hein
Copyright 2005-2007 Suara Timor Lorosae
Railos ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan (SPP) yang dikeluarkan Pengadilan Distrik Dili, 13 September 2007, dengan tuduhan terlibat dalam aksi penembakan di Tasi Tolu, 24 Mei 2006, hingga menewaskan perwira F-FDTL, Kapten Kaikeri. “Penangkapan Railos sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku, bukan ilegal,” kata Jaksa Agung Longuinhos Monteiro, SH. Railos akan dijerat dengan pasal 338 dan 55 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Terlepas dari aksi protes yang disampaikan keluarga Railos ke Parlamen, penangkapan Railos merupakan sebuah langkah politik baru oleh pemerintahan Xanana Gusmao dalam menangani krisis militer dan politik 2006. Bagaimana pun penangkapan Railos tentu mencemaskan pula Alktiri, Cs karena sepakterjang seorang Railos tidak terlepas dari Alkatiri, Cs.
Agaknya, penangkapan Railos terkait erat dengan penyidangan anggota F-FDTL di Pengadilan Tinggi, Kaikoli Dili, karena terlibat dalam kasus penembakan mati 8 anggota PNTL di Dili, 25 Mei 2006.
“Jika Mabes F-FDTL telah merelakan prajuritnya diadili, bagaimana dengan kelompok Railos yang terlibat baku tembak dengan anggota F-FDTL hingga menewaskan Kapten Kaikeri di Tasi Tolu”. Demi kebenaran dan keadilan dari dua kasus ditempat berbeda (Dili dan Tasi Tolu), sudah tentu Railos bersama anggota harus ditangkap dan diseret ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kelompoknya.
Jika Railos secara tulus dan berani membeberkan “lia los”, misalnya, ia tegas mengatakan kelompoknya dibentuk atas kehendak CCF Fretilin, bersasaran ingin membunuh para lawan politik Fretilin, senjata yang dimiliki kelompoknya diberi atas perintah mantan Mendagri Rogerio, penembakan di Tasi Tolu juga atas perintah Rogerio (atau mungkin Alkatiri juga), apakah semua hanya sebatas ‘diungkap’ di pengadilan dan Railos harus memikul semuanya?.
Jika itu bukan termasuk dalam strategi politik yang ingin diwujudkan pemerintahan Xanana, sudah tentu “domino kapturasaun” tidak berakhir di Railos. Tetapi harus berkelanjutan karena masih banyak aktor penyulut krisis belum disentuh, nama mereka disebut-sebut tapi redah tanpa kelanjutan.
Kita menekankan pentingnya kelanjutan itu, supaya krisis 2006 harus benar-benar tuntas. Semua actor penyulut krisis harus diseret ke pengadilan. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Mayor Alfredo Reinado sekali pun ia sendiri nantinya harus mengaku dosa di pengadilan. Jika semua persoalan hukum ini ditegakan karena kepentingan taktis semata, maka pertarungan antar para leader sulit berakhir. Maka yang terjadi dan akan terus demikian adalah masalah siapa menindak siapa, siapa menghukum siapa. Akhirnya semua menjadi tidak selesai-selesai. ** Ita Hein
Copyright 2005-2007 Suara Timor Lorosae
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.