VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20120428

Sinergitas Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Loundering)

SINERGITAS PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
(MONEY LAUNDERING)

By: Arlindo Dias Sanches.

Kita harus menghargai dan mendukung sepenuhnya atas komitmen pemerintah AMP dibawah pimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana secara ksatria mengakui adanya praktik tindak pidana korupsi dilevel yang cukup tinggi di pemerintahannya dan sedang berupaya semaksinal mungkin untuk memberantas praktik tindak pidana korupsi dari berbagai upaya yaitu memperkuat institusi pemerintah seperti Kepolisiaan Timor-Leste (PNTL), Ministerio Publiko (MP), Espektorat Geral, Pengadilan dan mendirikan KAK dan membuat berbagai peraturan perundang-undangan dan berusaha memperbaiki sistim pengawasan, namun upaya itu semua sia-sia belakah.

Yang menjadi pertanyaan bagi penulis dan masyarakat pada umumnya mengapa pemeritahan AMP tidak mendukung proposta undang-undang tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), yang pernah diajukan oleh partai oposisi (Fretelin) namun serta merta ditolak oleh Partai koalisi pendukung pemerintah AMP yang sebenarnya tahu atau tidak tahu tentang mamfaat dari undang-undang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.

Untuk menyadarkan kita semua maka, Penulis akan menguraikan secara teoritis tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) agar aparatur penyelenggara pemerintah AMP dibawah pimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana dan para anggota parlamento bloko AMP tahu dan sadar petepa pentingnya undang-undang tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pengertian PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dan dampak yang ditimbulkan merupakan sarana bagi para pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dengan cara menyembunyikan ataupun menghilangkan asal usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan melalui mekanisme lalu lintas keuangan, antara lain lembaga perbankan ini tentunya pelaku berharap proses penyembunyiaan atau “pecuciannya” dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dan bisa melampaui batas negara, sehingga membuat aparat penegak hukum kesulitan mendeteksi dan mengantisipasinya.

Terlepas dari berbagai pengertian tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) tersebut secara yuridis adalah suatu perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghihbakan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah adalah perbuatan melawan hukum.

Sumber-sumber “uang haram” atau harta kekayaan yang menjadi obyek PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) pada saat ini tidak hanya terbatas hasil penjualan obat-obata terlarang saja, tetapi juga dapat meliputi hasil dari penjudian gelap, terorisme, pelacuran, perdagangan senjata, penyelundupan imigran gelap dan kejahatan kerah putih.

Salah satu sumber dari tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) adalah berhasal dari tindak pidana korupsi, yang hasil disembunyikan dengan rapi sehingga tidak terdeteksi dengan mudah oleh aparat penegak hukum. Berdasarkan beberapa temuan dalam praktiknya hasil tindak pidana korupsi di simpang dalam lembaga perbankan Internasional, sehingga keberadaan harta kekayaan yang berasal dari hasil korupsi sudah tidak berada lagi di negara asalnya, selain itu hasil korupsi tersebut ada juga yang telah dimanipulasi dalam suatu bisnis ataupun usaha-usaha yang sah, sehingga memberikan kesan bahwa harta kekayaan yang dimiliki oleh para pelaku tindak pidana korupsi berasal dari hasil yang sah. Keadaan seperti inilah yang perlu diantisipasi oleh pemerintah Timor-Leste karena belum ada paraturan perundang-undangan tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), jangan sampai terjadi harta kekayaan negara hilang akibat kelihaian para pelakunya dalam menyembunyikan harta kekayaan milik negara kemundian merubahnya menjadi milik para pelaku itu sendiri.

Mari kita berpikir dan merendukan sejenak dan bertanya pada diri sendiri? apakah dari hasil tindak pidana korupsi yang terjadi di Timor-Leste, disimpang di bank yang ada di Timor-Leste ataukah disimpang di bank-bank Internasional yang berada luar negeri, dan bagaimana cara uang hasil tindak pidana korupsi tersebut dapat di transfer ke bank-bank tersebut, dengan tujuan untuk disembunyikan dengan rapi sehingga tidak terdeteksi dengan mudah oleh aparat penegak hukum. Persoalan ini menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah AMP di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana Gusmão dan untuk pemerintah yang akan datang, kalau kita semua tetap berkmitmen memberantas tindak pidana korupsi dan PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) sebagai musuh yang harus dilawan terus menerus sepanjang masa, harus segera mungkin membuat peraturan perundang-undangan tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), sistim pengawasan yang profisional, pemberdayaan para aparatur negara, aparatur penegak hukum dan penegakkan hukum itu sendiri.

Praktek PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) yang muncul belakangan ini, telah meresahkan berbagai kalangan. Keberadaannya tidak hanya merugikan perkembangan perekonomian suatu negara saja, tetapi terkait juga dengan perkembangan perekonomi secara global, sehingga hal itu menjadi bagian dari permasalahan masyarakat di berbagai negara-negara di dunia ini, terutama praktek PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) yang terkait dengan hasil kejahatan dari tindak pidana korupsi, oleh karena itu Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), tahun 2003 dalam pasal 14 meminta agar setiap negara peserta konvensi untuk dapat mengambil tindakan-tindakan dalam rangka mencegah terjadinya pratik PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dinegaranya masing-masing terutama yang terkait tindak pidana korupsi, baik melalui pengaturan dalam suatu produk perundang-undangan, penegakan hukum, pengawasan administratif terhadap lembaga perbankan dan lembaga keuangan non Bank maupun tindakan-tindakan lainnya yang mendukung upaya pencegahan adanya tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING).

Begitu luas dan seriusnya dampat yang ditimbulkan dari tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) terhadap stabilitas sistim keuangan dan perekonamian negara-negara di dunia ini sehingga perlu segera dieliminasi melalui upaya penegakan hukum yang optimal. Untuk itu maka kendala dalam pengungkapan perkara tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), terutama terkait dengan perbedaan penfsiran diantara aparat penegak hukum atas unsur-unsur tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), atau pun masalah pembuktian terhadap tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) terkait dengan kejahatan asal usul dari harta atau uang yang diperoleh untuk dilakukan pencurian termasuk yang berasal dari tindak pidana korupsi perlu disinkronisasikan.

Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) tidak hanya dapat merugikan tatanan kehidupan dan perekonimian suatu negara tententu saja, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan perekonomian negara-negara di seluruh dunia. Maka menurut John Me Dowel dan Gaxy Novis dari “Bureau of International Narcotics and Law Eforcement Affais, US Department of State“ dampak-dampak PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) antara lain: (1). melemahkan keberadaan sector swasta yang sah, (2). melemahkan integritas pasar-pasar keuangan, (3). mengakibatkan hilangnya kembali kebijakan ekonomi pemerintah, (4). mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi dan ketidak stabilan ekonomi, (5). mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak, (6). membayarkan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah, (7). mengakibatkan rusaknya reputasi negara, (8). menimbulkan biaya social yang tinggi. 
 
Penegakan hukum terhadap tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dan tindak pidana korupsi memang memerlukan sinergitas dari sub-sub system peradilan pidana mulai dari penyidik, penuntut umum, hakim dan Audirorium nasional dan Internasional, dan instansi lainnya, masing-masing instansi sesuai dengan wewenang secara simultan harus dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan Auditorium berada digerbang terdepan menganalisis kecurigaan terhadap PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) terutam dalam alur transaksi, selanjutnya dalam proses penyilidikan fakta hukum tersebut akan dikembangkan sebagai alat bukti oleh penyidik agar nantinya dapat dipertanggungjawabkan oleh jaksa pemuntut umum dipengadilan yang meliputi unsusr (mengetahui atau patut menduga dan bermaksud) bahwa terdakwa mengetahui dana tersebut berasal dari kejahatan dan terdakwa mengetahui tentang atau maksud melakukan transaksi.

Dari ulasan diatas memberi gambaran bahwa petapa pentingnya UU PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) di Timor-Leste, maka rakyat Timor-Leste sangat mengharapkan kepada parlemen Nasional (PN) lebih-lebih bloko AMP dan pemerintahan AMP di sisa berakhirnya masa jabatan atau parlemen Nasional (PN) pemerintahan yang baru untuk segera membuat UU PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), sebagai lansan hokum bagi penegakkan hukum.

Dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) diarahkan pada pencanan bukti-bukti yang menguatkan adanya dugaan tindak pidana, yaitu pemenuhan unsur-unsur yang ada dalam pasal-pasal sebagimana ditentukan dalam Kitab Pidana dan peraturan perundang-undangan yang lain tentang pemberantasan korupsi, salah satu unsur penting yang harus dapat dibuktikan adalah “unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”, Unsur kerugian negara dilihat dari beberapa perspektif hokum antara lain (1). Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hokum administrasi negara yaitu kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, (2). Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum perdata terkait dengan pengertian keuangan negara yang dikelola perusahan negara (perusahaan minyak) atau kerja sama antara pemerintah dengan perusahan asing berupa uang, surat berharga, saham, sarta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, (3). Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum pidana adalah suatu perbuatan yang menyimpang terhadap penggunaan dan pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dikwalifikasikan sebagai perbuatan merugikan negara. 
 
Kerugian Negara harus dinyatakan secara ril atau konkrit, tidak sekedar asumsi, harus memperhatikan kata “dapat” didepan kata “merugikan keuangan negara”, baru terbukti bila kerugian keuangan dan perekonomian Negara itu sudah terjadi, barulah si terdakwa dihukum. Untuk menghindari kegagalan di dalam penututan. Dengan demikian maka jaksa penuntut umum harus mampu membuktikan hubungan kausal antara perbuatan terdakwa dengan kerugian yang diderita oleh Negara yang timbul akibat perbuatan terdakwa. Maka untuk itu peranan Lembaga Auditor Nasional sangat penting untuk mengetahui nilai kerugian Negara yang terjadi berdasarkan bukti audit yang ada. Karena bukti tersebut merupakan seluruh informasi yang mendukung angka-angka atau informisi lainnya yang disajikan dalam laporan keuangan yang digunakan oleh auditor sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan opininya, dan bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari; (1), data akuntasi, antara lain terdiri dari jurnal, buku besar, kertas kerja, dan rekonsiliasi, (2), bukti penguat antara lain terdiri dari bukti analistis, bukti documenter, bukti elektronik, konfirmasi, bukti matematis, bukti fisik dan bukti representasi tertulis.

Dalam pengungkapan adanya kerugian Negara dalam tindak pidana korupsi, di perlukan adanya audit yang lebih khusus dan mendalam melaui akunttansi forensik dan audit investigasi. 
 
Audit investigasi diarahkan terhadap adanya praktek kecurangan (fraud) yaitu untuk menetapkan secara absolut apakah fraud benar-benar telah terjadi tanpa menghiraukan apakah kecurangan itu bersifat materil atau tidak, dilakukan dengan sesuatu tingkat skeptis yang sangat tinggi, dengan meningkatkan pengujuan secara cermat dari seluruh bukti dan berbagai sumber informasi berkaitan dengan sesuatu yang di pertanyakan.

Menurut K.H Spencer Pickett dan Jennifer Pickett ada beberpa tujuan dari Audit investigative ini, yaitu antara lain memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevansinya bukti sehingga bias diterima sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakin di pengadilan dan bukan sekedar bukti audit disamping itu juga untuk menemukanasset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi, yang meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening, izin-izin untuk proses penyitaan dan atau penjualan asset, serta penentuan kerugian yang terjadi.

Penghitungan adanya kerugian Negara dari modus operandi yang sering dilakukan dalam suatu tindak pidana korupsi dapat dilihat dari pelaksanaan penggunaan dan pengelolaan keuangan Negara seperti misalnya: (1), penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa, yaitu adanya mark up nilai proyek yang tidak sesuai dengan nilai sebenarnya, (2), pelanggaran dalam batas maksimum pemberian kredit poleh bank milik pemerintah, (3), penyimpangan dalam tukar guling (milslag), (4), pemasaran pajak, (5), manipulasi tanah, (6), pelelangan (tender pro-forma).

Perhitungan kerugian Negara terhadap penyimpangan pengelolaan keuangan Negara harus melalui penentuan yang sangat akurat, sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam menghitung kerugian Negara tersebut, walaupun tidak dapat dipolakan secara seragam dalam penetapan langkah-langkah perhitungan kerugian Negara, mengingat terus berkembangnya modus operandi dalam tindak pinada korupsi tersebut, tetapi setidaknya perhitungan dapat dilakukan debgan beberapa tahpan antara lain: (1), mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi miliputi; scoring jenis penyimpangan, penelaahan dasar hokum, pencermatankategori kasus, indentifikasi waktu dan kejadian, indentifikasi ada tidaknya perbuatan melawan hokum, penentuan sebab terjadinya kasus, (2), indentifikasi transaksi yang meliputi proses, jenis, besar nilai transaksi, para pihak yang terlipat, dan penentuan jenis kerugian, (3), mengidentifikasi, mengumpulkan, memverifikasi, menganalisis bukti yang berhubungan dengan perhitungan kerugian Negara atas kasus, (4), menghitung jumlah kerugian keuangan Negara berdasarkan bukti-bukti yang telah diindentifikasi, dikumpulkan, diverifikasi dan dianalisis.

Agar tidak menzalimi para pencari keadilan (subyek hokum sebagai obyek pemeriksaan) maka para auditor didalam melakukan audit forensic dan investigasi, dituntut untuk profisional proporsional, disamping harus memiliki integritas moral yang tinggi. 
 
Parameter-parameter yang digunakan harus jelas dan dapat dipertanggung jawabkan dari berbagai sisi dan sudut pandang, logis serta transparan, tidak berdasarkan kepentingan tertentu, kecuali hokum, hal ini penting, mengingat hokum acara pidana sebagai landasan pijak suatu pembuktian bertujuan mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran yang hakiki dalam upaya mewujudkan tujuan berupa ketertiban dan lainnya kecuali berdasarkan kepada kepastian dan kemanfaatan hokum.

Bahwa sesuai dengan ulasan diatas maka kita semua sangat mengharapkan sisa berakhirnya masa pemeritahan AMP di dibawah pimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana Gusmão atau pemerintahan yang akan datang dapat membentuk Badan Auditor Nasional dan Akuntan Publik dengan tujuan untuk membantu dan memberi informasi kepada Kejaksaan dan KAK tentang jumlah nominal kerugian Negara yang diderita akibat dari tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh koruptor. Dari hasil Audit Nasional yang menyatakan bahwa Negara mengalami kerugian nominal sekian, maka pihak kejaksaan tidak akan ragu-ragu menentukan nilai nominal tersebut dan modus operaninya didalam surat dakwaan, dan kalau tidak ada nilai kerugian ril dan pasti didalam dakwaan, maka pasal korupsi akan berges ke pasal penyalagunaan jabatan, dan dimana secara hokum ketatanegaraan dan hokum administrasi Negara ada dua kewenangan yang dimiliki oleh pejaba publik yaitu kewenangan konstitusional dan kewenangan jabatan, itu yang sering disebut kebijakan, dan kebijakan itu sendiri adalah suatu keputusan yang diambil oleh seorang pejabat di luar peraturan perundang undangan.

Praktisi Hukum di SJG Advagados, Jln. Belamino Lobo, Dili Timor-Leste. 7434430 arlindosanches@ ymail.com

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.