TIMOR-LESTE ANTARA DUA “REVOLUSI BUNGA” DAN “BEYOND AHOK” MENUJU “REVOLUSI BELARASA” (REVOLUÇÃO DA TERNURA)
*Sebuah Imajinasi Tengah Malam
*Sebuah Imajinasi Tengah Malam
Martinho G.S. Gusmão |
Menarik bahwa AHOK telah menjadi sebuah symbol
perlawanan moral terhadap korupsi dan kekuasaan. Mengapa gerangan tokoh-tokoh
agama mayoritas (Islam) yang seharusnya menjadi penggerak avan garde (movimento
da vanguarda), justru memakai fatwa MUI untuk melibas perlawanan moral
tersebut?
Jawaban paling sederhana: AHOK itu minoritas etnis
cina dan minoritas Kristen. Jadi, MINORITAS DOUBLE DIGIT. Seorang minoritas
seharusnya tidak mencla-mencle, atau “ngebacot” soal moralitas di hadapan
moralitas mayoritas (Islam).
Tetapi para tokoh Islam mengatakan: ini bukan soal
etnis atau agama tertentu. Jadi, bukan Jawa, bukan Sunda, bukan Papua, bukan
Sulawesi, bukan Nusra, bukan Bali, bukan Batak, bukan Aceh, bukan Islam, bukan
Kristen, bukan Hindu, bukan Budha … ya, bukan bukan! Pada hal sudah tentu: cina
dan Kristen.
Fenomen yang sangat menarik justru: mengapa gerangan
AHOK kalah dalam pilkada DKI pada hal dia memiliki moralitas di atas rata-rata
untuk menjadi “pemimpin” atau “penguasa” yang ideal? Sebagai jawaban popular,
terjadi gelombang REVOLUSI BUNGA! Pada saat dia dijatuhi hukuman 2 tahun
penjara atas kasus “penistaan agama”, terjadi gelombang SOLIDARITAS dengan
membakar lilin. Dan itu terjadi tidak hanya di DKI Jakarta, melainkan sudah
“lintas batas” ke PROPINSI LAIN di Indonesia.
Yang menarik bagi saya: TIMOR-LESTE pun turut terlibat
dalam aksi revolusi bunga dan bakar lilin atas nama solidaritas. Di dalam
komentar-komentar di Facebook, saya belum menemukan makna dasar solidaritas
tersebut: apakah solidaritas sebagai Kristen, atau solidaritas sebagai
“propinsi ke-27”? Yang pasti, para pelaksana dan peserta aksi menolak dianggap
sebagai “propinsi ke-27”. Ya tentu, harus begitulah. Jadi, kekristenan dan
kemanusiaan. voila ...
Nah, akan menjadi babak baru jika solidaritas ini
muncul lantaran AHOK adalah minoritas etnis dan minoritas Kristen. Di
Timor-Leste, sudah pasti Kristen adalah mayoritas dan multi-etnis. Jadi, kita
mayoritas kristen harus bersifat seperti mayoritas islam (Indonesia), atau
mayoritas yang mental minoritas?
Pernah terjadi REVOLUSI BUNGA 1974 yang menyebabkan
Timor-Leste terbawa arus gelombangnya. Figure penentu saat itu: NICOLAU DOS
REIS LOBATO yang dalam segala hal menurut saya saat itu “minoritas dalam iman
katolik”, akhirnya mati – “O sangue dos martires é semente dos cristãos” (darah
para martir adalah benih bagi orang-orang Kristen). Tetapi dia-lah yang dengan
tegas dan tegak menuntut KEMERDEKAAN langsung – “Hoje mesmo vamos proclamar a
Republica” (kata-kata 28 November 1975, pagi). Saya tidak pernah mengenal
Nicolau Lobato secara fisik. Tetapi, rasanya apa yang dilakukannya (kata-kata
dan Bahasa tubuhnya) pasti galak dan lebih galak dari AHOK.
Tahun lalu, 24 Mei 2016, Nicolau Lobato merayakan 70
tahun kelahirannya. Sunyi. Sepi. Tiada bunga. Tak ada lilin. Mungkin karena dia
seorang Katolik radikal atau seorang pemimpin politik radikal yang harus
dilupakan? Pada hal, dia adalah symbol identitas bangsa yang mayoritas katolik.
Itu jangan dilupakan ya!!!
Di tahun yang sama 2016, TAUR MATAN RUAK … dengan
suara yang tak kalah garangnya seperti AHOK melakukan perlawanan terhadap
partai-partai mayoritas. Akibatnya, dia menjalani sisa jabatannya sebagai
PRESIDEN yang “dinista” dan “dipenjarakan” oleh politik PN dan Pemerintah. Dia
mem-veto OGR agar “uang rakyat tidak dibajak oleh politisi” (kata-kata AHOK);
dia mem-veto LPV agar “uang rakyat tidak dimakan oleh sekelompok kecil munafik”
(kata-kata AHOK). Justru sebagai jawabannya, keputusan-keputusannya sebagai
“Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata” diboikot oleh PN dengan cara menghasut
F-FDTL dan Veterano; penunjukkan PTR dan PGR ditolak oleh PN (dengan tidak
memberikan alternative; jadi, sekedar menolak tanpa syarat dan tanpa solusi).
Mungkin ada artis-artis Timor-Leste yang bisa nyanyi
lagu ini “MENANTI KEJUJURAN, HARAPKAN KEPASTIAN” … hati nurani.
Ah. Saya mengkhayal … andai hari-hari selanjutnya kita
akan melakukan REVOLUSI BUNGA dan MENYALAKAN LILIN-LILIN KECIL di dalam HATI
NURANI kita untuk tetap menjaga ilham baru dari “spiritualitas kemerdekaan hati
AHOK”.
Bukankah kita di Timor-Leste masih memiliki politisi
yang jujur dengan nurani yang bening? Atau, AHOK adalah sebuah impian bagi kita
karena memang tak ada lagi politisi yang beragama katolik di Timor-Leste.
Jangan mengharapkan bulan di langit, punai di tangan dilepas!
Ada pesan dari Paus FRANSISKUS kepada umat Katolik di
Timor-Leste untuk tidak takut-takut dan malu-malu melancarkan “REVOLUÇÃO DA
TERNURA” (revolusi belarasa).
Jujur: saya sangat bahagia karena Anugerah Tuhan yang
terlihat dalam BASUKI TJAHAYA PURNAMA. Tetapi jangan kita berhenti pada
mengagumi AHOK sesaat saja hanya karena “moda ikus nian”. Haruslah kita
menyelam lebih jauh dan lebih dalam ke tengah samudra revolusi bunga dan
sinar-sinar lilin.
“O Espirito do Senhor está sobre mim, porque ungiu
para anunciar a Boa-Nova aos pobres; enviou-me a proclamar a libertação aos
cativos e, aos cegos, a recuperação da vista; a mandar em Liberdade os
oprimidos, a proclamar um ano favoravel da parte do Senhor” (Lucas 4, 18-19)
Roh Tuhan ada padaKu, karena Dia telah mengurapi aku
untuk mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin; mengutus Aku untuk
memproklamasikankemerdekaan kepada kaum nestapa; dan, kepada orang buta, untuk
mengembalikan penglihatannya; menuntut pembebasan bagi kaum tertindas; memproklamasikan sebuah tahun rahmat
dari Tuhan.
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.