SINERGITAS
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG.
(MONEY
LAUNDERING)
By:
Arlindo Dias Sanches.
Kita
harus menghargai dan mendukung sepenuhnya atas komitmen pemerintah
AMP dibawah pimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana secara ksatria
mengakui adanya praktik tindak pidana korupsi dilevel yang cukup
tinggi di pemerintahannya dan sedang berupaya semaksinal mungkin
untuk memberantas praktik tindak pidana korupsi dari berbagai upaya
yaitu memperkuat institusi pemerintah seperti Kepolisiaan
Timor-Leste (PNTL), Ministerio Publiko (MP), Espektorat Geral,
Pengadilan dan mendirikan KAK dan membuat berbagai peraturan
perundang-undangan dan berusaha memperbaiki sistim pengawasan, namun
upaya itu semua sia-sia belakah.
Yang
menjadi pertanyaan bagi penulis dan masyarakat pada umumnya mengapa
pemeritahan AMP tidak mendukung proposta undang-undang tentang
PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), yang pernah diajukan oleh partai
oposisi (Fretelin) namun serta merta ditolak oleh Partai koalisi
pendukung pemerintah AMP yang sebenarnya tahu atau tidak tahu tentang
mamfaat dari undang-undang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dalam
rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Untuk
menyadarkan kita semua maka, Penulis akan menguraikan secara teoritis
tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) agar aparatur penyelenggara
pemerintah AMP dibawah pimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana dan
para anggota parlamento bloko AMP tahu dan sadar petepa pentingnya
undang-undang tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pengertian
PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dan dampak yang ditimbulkan
merupakan sarana bagi para pelaku kejahatan untuk melegalkan uang
hasil kejahatannya dengan cara menyembunyikan ataupun menghilangkan
asal usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan melalui mekanisme
lalu lintas keuangan, antara lain lembaga perbankan ini tentunya
pelaku berharap proses penyembunyiaan atau “pecuciannya” dapat
dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dan bisa melampaui batas
negara, sehingga membuat aparat penegak hukum kesulitan mendeteksi
dan mengantisipasinya.
Terlepas
dari berbagai pengertian tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)
tersebut secara yuridis adalah suatu perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghihbakan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi
harta kekayaan yang sah adalah perbuatan melawan hukum.
Sumber-sumber
“uang haram” atau harta kekayaan yang menjadi obyek PENCUCIAN
UANG (MONEY LAUNDERING) pada saat ini tidak hanya terbatas hasil
penjualan obat-obata terlarang saja, tetapi juga dapat meliputi hasil
dari penjudian gelap, terorisme, pelacuran, perdagangan senjata,
penyelundupan imigran gelap dan kejahatan kerah putih.
Salah satu
sumber dari tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) adalah
berhasal dari tindak pidana korupsi, yang hasil disembunyikan dengan
rapi sehingga tidak terdeteksi dengan mudah oleh aparat penegak
hukum. Berdasarkan beberapa temuan dalam praktiknya hasil tindak
pidana korupsi di simpang dalam lembaga perbankan Internasional,
sehingga keberadaan harta kekayaan yang berasal dari hasil korupsi
sudah tidak berada lagi di negara asalnya, selain itu hasil korupsi
tersebut ada juga yang telah dimanipulasi dalam suatu bisnis ataupun
usaha-usaha yang sah, sehingga memberikan kesan bahwa harta
kekayaan yang dimiliki oleh para pelaku tindak pidana korupsi
berasal dari hasil yang sah. Keadaan seperti inilah yang perlu
diantisipasi oleh pemerintah Timor-Leste karena belum ada paraturan
perundang-undangan tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), jangan
sampai terjadi harta kekayaan negara hilang akibat kelihaian para
pelakunya dalam menyembunyikan harta kekayaan milik negara kemundian
merubahnya menjadi milik para pelaku itu sendiri.
Mari kita
berpikir dan merendukan sejenak dan bertanya pada diri sendiri?
apakah dari hasil tindak pidana korupsi yang terjadi di Timor-Leste,
disimpang di bank yang ada di Timor-Leste ataukah disimpang di
bank-bank Internasional yang berada luar negeri, dan bagaimana
cara uang hasil tindak pidana korupsi tersebut dapat di transfer ke
bank-bank tersebut, dengan tujuan untuk disembunyikan dengan rapi
sehingga tidak terdeteksi dengan mudah oleh aparat penegak hukum.
Persoalan ini menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah AMP di bawah
kepemimpinan Perdana Menteri Kay Rala Xanana Gusmão dan untuk
pemerintah yang akan datang, kalau kita semua tetap berkmitmen
memberantas tindak pidana korupsi dan PENCUCIAN UANG (MONEY
LAUNDERING) sebagai musuh yang harus dilawan terus menerus sepanjang
masa, harus segera mungkin membuat peraturan perundang-undangan
tentang PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), sistim pengawasan yang
profisional, pemberdayaan para aparatur negara, aparatur penegak
hukum dan penegakkan hukum itu sendiri.
Praktek
PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) yang muncul belakangan ini, telah
meresahkan berbagai kalangan. Keberadaannya tidak hanya merugikan
perkembangan perekonomian suatu negara saja, tetapi terkait juga
dengan perkembangan perekonomi secara global, sehingga hal itu
menjadi bagian dari permasalahan masyarakat di berbagai
negara-negara di dunia ini, terutama praktek PENCUCIAN UANG (MONEY
LAUNDERING) yang terkait dengan hasil kejahatan dari tindak pidana
korupsi, oleh karena itu Konvensi United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC), tahun 2003 dalam pasal 14 meminta agar setiap
negara peserta konvensi untuk dapat mengambil tindakan-tindakan dalam
rangka mencegah terjadinya pratik PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)
dinegaranya masing-masing terutama yang terkait tindak pidana
korupsi, baik melalui pengaturan dalam suatu produk
perundang-undangan, penegakan hukum, pengawasan administratif
terhadap lembaga perbankan dan lembaga keuangan non Bank maupun
tindakan-tindakan lainnya yang mendukung upaya pencegahan adanya
tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING).
Begitu
luas dan seriusnya dampat yang ditimbulkan dari tindak pidana
PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) terhadap stabilitas sistim keuangan
dan perekonamian negara-negara di dunia ini sehingga perlu segera
dieliminasi melalui upaya penegakan hukum yang optimal. Untuk itu
maka kendala dalam pengungkapan perkara tindak pidana PENCUCIAN UANG
(MONEY LAUNDERING), terutama terkait dengan perbedaan penfsiran
diantara aparat penegak hukum atas unsur-unsur tindak pidana
PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), atau pun masalah pembuktian
terhadap tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) terkait
dengan kejahatan asal usul dari harta atau uang yang diperoleh untuk
dilakukan pencurian termasuk yang berasal dari tindak pidana korupsi
perlu disinkronisasikan.
Dampak
yang ditimbulkan oleh kegiatan PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)
tidak hanya dapat merugikan tatanan kehidupan dan perekonimian suatu
negara tententu saja, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan
perekonomian negara-negara di seluruh dunia. Maka menurut John Me
Dowel dan Gaxy Novis dari “Bureau
of International Narcotics and Law Eforcement Affais, US Department
of State“ dampak-dampak
PENCUCIAN UANG (MONEY
LAUNDERING) antara lain: (1).
melemahkan keberadaan sector swasta yang sah, (2). melemahkan
integritas pasar-pasar keuangan, (3). mengakibatkan hilangnya kembali
kebijakan ekonomi pemerintah, (4). mengakibatkan terjadinya perubahan
kondisi dan ketidak stabilan ekonomi, (5). mengurangi pendapatan
negara dari sumber pembayaran pajak, (6). membayarkan upaya-upaya
privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh
pemerintah, (7). mengakibatkan rusaknya reputasi negara, (8).
menimbulkan biaya social yang tinggi.
Penegakan
hukum terhadap tindak pidana PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) dan
tindak pidana korupsi memang memerlukan sinergitas dari sub-sub
system peradilan pidana mulai dari penyidik, penuntut umum, hakim dan
Audirorium nasional dan Internasional, dan instansi lainnya,
masing-masing instansi sesuai dengan wewenang secara simultan harus
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan Auditorium berada
digerbang terdepan menganalisis kecurigaan terhadap PENCUCIAN UANG
(MONEY LAUNDERING) terutam dalam alur transaksi, selanjutnya dalam
proses penyilidikan fakta hukum tersebut akan dikembangkan sebagai
alat bukti oleh penyidik agar nantinya dapat dipertanggungjawabkan
oleh jaksa pemuntut umum dipengadilan yang meliputi unsusr
(mengetahui atau patut menduga dan bermaksud) bahwa terdakwa
mengetahui dana tersebut berasal dari kejahatan dan terdakwa
mengetahui tentang atau maksud melakukan transaksi.
Dari
ulasan diatas memberi gambaran bahwa petapa pentingnya UU PENCUCIAN
UANG (MONEY LAUNDERING) di Timor-Leste, maka rakyat Timor-Leste
sangat mengharapkan kepada parlemen Nasional (PN) lebih-lebih bloko
AMP dan pemerintahan AMP di sisa berakhirnya masa jabatan atau
parlemen Nasional (PN) pemerintahan yang baru untuk segera
membuat UU PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING), sebagai lansan hokum
bagi penegakkan hukum.
Dalam
penyidikan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana PENCUCIAN
UANG (MONEY LAUNDERING) diarahkan pada pencanan bukti-bukti yang
menguatkan adanya dugaan tindak pidana, yaitu pemenuhan unsur-unsur
yang ada dalam pasal-pasal sebagimana ditentukan dalam Kitab Pidana
dan peraturan perundang-undangan yang lain tentang pemberantasan
korupsi, salah satu unsur penting yang harus dapat dibuktikan adalah
“unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”,
Unsur kerugian negara dilihat dari beberapa perspektif hokum antara
lain (1). Pengertian
kerugian negara berdasarkan perspektif hokum administrasi negara
yaitu kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai, (2). Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif
hukum perdata terkait dengan pengertian keuangan negara yang dikelola
perusahan negara (perusahaan minyak) atau kerja sama antara
pemerintah dengan perusahan asing berupa uang, surat berharga, saham,
sarta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, (3). Pengertian
kerugian negara berdasarkan perspektif hukum pidana adalah suatu
perbuatan yang menyimpang terhadap penggunaan dan pengelolaan
keuangan negara sehingga dapat dikwalifikasikan sebagai perbuatan
merugikan negara.
Kerugian
Negara harus dinyatakan secara ril atau konkrit, tidak sekedar
asumsi, harus memperhatikan kata “dapat” didepan kata “merugikan
keuangan negara”, baru terbukti bila kerugian keuangan dan
perekonomian Negara itu sudah terjadi, barulah si terdakwa dihukum.
Untuk menghindari kegagalan di dalam penututan. Dengan demikian maka
jaksa penuntut umum harus mampu membuktikan hubungan kausal antara
perbuatan terdakwa dengan kerugian yang diderita oleh Negara yang
timbul akibat perbuatan terdakwa. Maka untuk itu peranan Lembaga
Auditor Nasional sangat penting untuk mengetahui nilai kerugian
Negara yang terjadi berdasarkan bukti audit yang ada. Karena bukti
tersebut merupakan seluruh informasi yang mendukung angka-angka atau
informisi lainnya yang disajikan dalam laporan keuangan yang
digunakan oleh auditor sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
opininya, dan bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri
dari; (1), data
akuntasi, antara lain terdiri dari jurnal, buku besar, kertas kerja,
dan rekonsiliasi, (2),
bukti penguat antara lain terdiri dari bukti analistis, bukti
documenter, bukti elektronik, konfirmasi, bukti matematis, bukti
fisik dan bukti representasi tertulis.
Dalam
pengungkapan adanya kerugian Negara dalam tindak pidana korupsi, di
perlukan adanya audit yang lebih khusus dan mendalam melaui
akunttansi forensik dan audit investigasi.
Audit
investigasi diarahkan terhadap adanya praktek kecurangan (fraud)
yaitu untuk menetapkan secara absolut apakah fraud benar-benar telah
terjadi tanpa menghiraukan apakah kecurangan itu bersifat materil
atau tidak, dilakukan dengan sesuatu tingkat skeptis yang sangat
tinggi, dengan meningkatkan pengujuan secara cermat dari seluruh
bukti dan berbagai sumber informasi berkaitan dengan sesuatu yang di
pertanyakan.
Menurut
K.H Spencer Pickett dan Jennifer Pickett ada beberpa tujuan dari
Audit investigative ini, yaitu antara lain memeriksa, mengumpulkan
dan menilai cukupnya dan relevansinya bukti sehingga bias diterima
sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakin di pengadilan dan bukan
sekedar bukti audit disamping itu juga untuk menemukanasset yang
digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi,
yang meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening,
izin-izin untuk proses penyitaan dan atau penjualan asset, serta
penentuan kerugian yang terjadi.
Penghitungan
adanya kerugian Negara dari modus operandi yang sering dilakukan
dalam suatu tindak pidana korupsi dapat dilihat dari pelaksanaan
penggunaan dan pengelolaan keuangan Negara seperti misalnya: (1),
penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa,
yaitu adanya mark up nilai proyek yang tidak sesuai dengan nilai
sebenarnya, (2), pelanggaran dalam batas maksimum pemberian kredit
poleh bank milik pemerintah, (3), penyimpangan dalam tukar guling
(milslag), (4), pemasaran pajak, (5), manipulasi tanah, (6),
pelelangan (tender pro-forma).
Perhitungan
kerugian Negara terhadap penyimpangan pengelolaan keuangan Negara
harus melalui penentuan yang sangat akurat, sehingga diperlukan
langkah-langkah yang tepat dalam menghitung kerugian Negara tersebut,
walaupun tidak dapat dipolakan secara seragam dalam penetapan
langkah-langkah perhitungan kerugian Negara, mengingat terus
berkembangnya modus operandi dalam tindak pinada korupsi tersebut,
tetapi setidaknya perhitungan dapat dilakukan debgan beberapa tahpan
antara lain: (1),
mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi miliputi; scoring jenis
penyimpangan, penelaahan dasar hokum, pencermatankategori kasus,
indentifikasi waktu dan kejadian, indentifikasi ada tidaknya
perbuatan melawan hokum, penentuan sebab terjadinya kasus, (2),
indentifikasi transaksi yang meliputi proses, jenis, besar nilai
transaksi, para pihak yang terlipat, dan penentuan jenis kerugian,
(3), mengidentifikasi, mengumpulkan, memverifikasi, menganalisis
bukti yang berhubungan dengan perhitungan kerugian Negara atas
kasus, (4), menghitung jumlah kerugian keuangan Negara berdasarkan
bukti-bukti yang telah diindentifikasi, dikumpulkan, diverifikasi dan
dianalisis.
Agar
tidak menzalimi para pencari keadilan (subyek hokum sebagai obyek
pemeriksaan) maka para auditor didalam melakukan audit forensic dan
investigasi, dituntut untuk profisional proporsional, disamping harus
memiliki integritas moral yang tinggi.
Parameter-parameter
yang digunakan harus jelas dan dapat dipertanggung jawabkan dari
berbagai sisi dan sudut pandang, logis serta transparan, tidak
berdasarkan kepentingan tertentu, kecuali hokum, hal ini penting,
mengingat hokum acara pidana sebagai landasan pijak suatu pembuktian
bertujuan mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran yang hakiki
dalam upaya mewujudkan tujuan berupa ketertiban dan lainnya kecuali
berdasarkan kepada kepastian dan kemanfaatan hokum.
Bahwa
sesuai dengan ulasan diatas maka kita semua sangat mengharapkan sisa
berakhirnya masa pemeritahan AMP di dibawah pimpinan Perdana
Menteri Kay Rala Xanana Gusmão atau pemerintahan yang akan datang
dapat membentuk Badan Auditor Nasional dan Akuntan Publik dengan
tujuan untuk membantu dan memberi informasi kepada Kejaksaan dan
KAK tentang jumlah nominal kerugian Negara yang diderita akibat dari
tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh koruptor. Dari hasil Audit
Nasional yang menyatakan bahwa Negara mengalami kerugian nominal
sekian, maka pihak kejaksaan tidak akan ragu-ragu menentukan nilai
nominal tersebut dan modus operaninya didalam surat dakwaan, dan
kalau tidak ada nilai kerugian ril dan pasti didalam dakwaan, maka
pasal korupsi akan berges ke pasal penyalagunaan jabatan, dan dimana
secara hokum ketatanegaraan dan hokum administrasi Negara ada dua
kewenangan yang dimiliki oleh pejaba publik yaitu kewenangan
konstitusional dan kewenangan jabatan, itu yang sering disebut
kebijakan, dan kebijakan itu sendiri adalah suatu keputusan yang
diambil oleh seorang pejabat di luar peraturan perundang undangan.
Praktisi
Hukum di SJG Advagados, Jln. Belamino Lobo, Dili Timor-Leste.
7434430
arlindosanches@ ymail.com
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.