VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20120124

Konferensi Nasional CNRT dan hasil permusyawaratannya

Agio Pereira*

Partai CNRT telah menyemarakkan debat publik yang sangat sehat tentang peranan kelembagaan tunggal Kepala Negara Timor-Leste, setelah Konferensi Partainya yang pertama. Konsepsi tentang Negara dan kepentingan Negara diangkat sebagai topik diskusi berkepanjangan, baik di dalam koridor Kekuasaan maupun di kalangan pers. Beberapa lider politik telah melontarkan gagasan-gagasan penting tentang ketidakpemihakan pada partai atau tentang bagaimana menjadi calon independen. Konsepsi tentang independen, kata mereka, dapat dilihat dari fakta yang menunjukkan adanya pengajuan pencalonan dengan lima ribu tanda-tangan dan bukan dengan cap partai. Undang-Undang PEMILU mengharuskan adanya lima ribu tanda-tangan. Sedangkan lainnya mengaitkan fakta pencalonan dari partai sebagai bukti nyata kepercayaan dari partai yang bersangkutan. Dua pokok persoalan yang sangat krusial untuk diklarifikasi. Yang satu tentang “apa yang dimaksud dengan Negara”; lainnya ialah,“ apa yang dimaksud dengan “suprapartai” atau bagaimana menempatkan diri di atas semua partai atau golongan dan relevansinya dengan konsolidasi Negara”. Dengan demikian, di udara “melayang-layanglah” dua konsepsi penting: Negara dan kedaulatan.

Dalam karya seminalnya yang berjudul “Política”, Aristóteles memandang Negara sebagai sebuah produk alam dimana individu hanya sebagai salah satu bagian dalam kaitan dengan keseluruhan. Salah satu bukti, kata Aristóteles, bahwa individu, apabila hidup terisolasi, hanya seorang diri, tidak mungkin bisa memenuhi semua kebutuhannya.[1] Kedaulatan, dalam rumusan sederhananya, adalah prinsip tentang kewenangan yang dimiliki untuk mengambil keputusan akhir tentang kepentingan umum, dari Rakyat, dan kepentingan nasional, dari Negara. Kekuasaan yang berdaulat, seperti yang diartikulasi oleh Thomas Hobbs dalam karya klasiknya, “ Levitam”, merupakan sebuah kekuasaan yang dijalankan oleh para wakil yang dipilih untuk maksud tersebut. Sebelum Hobbs, Jean Bodin juga telah merumuskan tesis tentang kedaulatan, lebih tepatnya tentang ‘kedaulatan rakyat’, sebab seyogyanya harus dibedakan antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari para pemimpin dengan mereka yang dipimpin. Bodin menemukan gagasan tentang politik kedaulatan dalam suatu periode sulit, dimana kekuatan-kekuatan feodalisme sedang diguncang oleh tantangan-tantangan dahsyat, termasuk anarkisme.[2] Mempertahankan kedaulatan selama Perjuangan Pembebasan Nasional di Timor-Leste, melawan sebuah rezim fasis dipimpin para jenderal, bukanlah hal yang mudah. Sekarang, Timor-Leste mencoba untuk memahami lebih baik lagi konsepsi tentang kedaulatan tersebut. Proses Perjuangan, dengan sendirinya, sudah merupakan sumber inspirasi amat berharga yang dapat membantu kita untuk lebih memahami dan mendalami tentang kedaulatan. Jajak Pendapat, 30 Agustus 1999, adalah sebuah tindakan dimana Rakyat kita secara berdaulat telah menentukan nasibnya.

Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste (KRDTL) telah menetapkan parameter dalam rangka pelaksanaan kedaulatan. Konsepsi tentang kedaulatan amat fundamental untuk memperoleh pemahaman tentang hubungan internasional, terutama yang terkait dengan konsepsi tentang ‘anarkisme’ di panggung politik internasional dimana tidak ada kekuasaan manapun yang berada di atas kekuasaan berdaulat setiap Negara. Disamping itu, dalam konteks Konstitusi telah didefiniskan tentang prinsip pemisahan kekuasaan. Namun demikian, hal yang lebih penting lagi, ialah bagaimana bisa memahami dengan baik tentang pemisahan kekuasaan antara pihak pemerintah dengan yang diperintah. Pengertian semacam ini dapat membantu kita untuk memperjelas tentang perlunya bagi seorang Kepala Negara, yang sesungguhnya bertindak sebagai wakil dari semua pihak yang diperintah, untuk memenuhi kewajibannya dengan menempatkan diri di atas semua partai.

Dalam konteks Negara, bagi Hobbs, manusia memerlukan rambu-rambu politik dan struktural sebab, sesuai dengan kodratnya, kadangkala berjiwa anti-sosial sehingga, jika tidak ada suatu sistem dan Pemerintah yang mampu mengontrolnya, maka kehidupan akan dilanda situasi dimana, “semua orang saling memerangi” (war of all against all). Suatu teori yang tak jauh berbeda dengan asumsi-asumsi dari Cesare Beccaria yang mengartikulasi dalam karya klasiknya, ‘Kejahatan dan Hukuman’, sebagai landasan evolusi kode pidana Negara, suatu instrumen definisi-definisi tentang segala bentuk kejahatan, yang paling tegas dan berat sanksinya yang pernah dimiliki Negara dengan maksud menegakkan norma-norma yang secara politis dapat diterima oleh pihak mayoritas serta melindungi hukum dan ketertiban masyarakat dalam Negara. Untuk itu, Cesare Beccaria telah mengumumkan beberapa prinsip penting, termasuk yang mengatakan bahwa setiap kejahatan harus dihukum se-cepat mungkin; bahwa penghukuman harus transparan; bahwa sanksi-sanksi yang dijatuhkan harus seimbang dengan kejahatan yang dilakukan dan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku harus datang dari para wakil yang secara resmi telah dipilih. Dengan demikian, Negara dapat dibentuk, dimulai dengan ‘Lei-Inan’ atau Konstitusi, hal mana menurut Jacques Russeau diartikulasi sebagai sebuah Kontrak Sosial, dimana segenap warga-negara telah merelakan hak-hak tertentu kepada Negara guna membantu Negara secara legal mendayagunakan kekuasaan eksklusifnya untuk menggunakan kekuatan menindak warga-negara mana saja yang melanggar hukum, dalam rangka melindungi kepentingan umum. Hukum atau undang-undang adalah apa yang menurut Jacques Rousseau dirumuskan sebagai proses dimana “rakyat yang sepenuhnya mengatur dirinya sendiri, hanya mengutamakan dirinya sendiri; sehingga terjalinlah sebuah hubungan, yakni antara suatu obyek seutuhnya dari satu sudut pandang dengan obyek lainnya seutuhnya, dari sudut pandang yang berbeda, tanpa memecah-belah keutuhannya itu. Dengan demikian, materi yang telah dirumuskan aturannya dapat berubah menjadi sesuatu yang umum, sesuai dengan keinginan untuk menetapkannya. Tindakan seperti inilah yang saya sebut hukum atau undang-undang”.[3]

Membebaskan Rakyat

Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor-Leste (Partai CNRT), mengadopsi moto ‘Negara telah dibebaskan, mari bebaskan Rakyat.’ Pengertian paling dalam dari komitmen ini adalah pernyataan ‘perang’melawan kemiskinan, melawan keterbelakangan, melawan buruknya nutrisi dan kebodohan. Pada Kongres kedua di tahun 2011, Partai CNRT membuat analisa tentang Kongres pertamanya, hal mana dilakukan dengan mendesak karena pemilihan sudah di ambang pintu dan Partai baru saja didirikan kurang-lebih satu bulan; akan tetapi semuanya berhasil dilakukan, sesuai dengan norma-norma yang berlaku, untuk menjamin efektifnya kampanye pemilu. Dari analisa tentang Statutanya yang pertama, CNRT telah mengidentifikasi adanya kebutuhan untuk mengaktualisasi kebijakan-kebijakan Partai dalam rangka menghadapi berbagai tantangan pada waktu itu, pemilihan umum tahun 2012, selain segala kompleksitas yang inheren dengan pembangunan nasional, pendidikan, dalam proses evolusi sebuah Negara berdaulat, berdasarkan hukum dan demokratis. Persatuan Nasional, pemisahan kekuasaan dan pembangunan pilar-pilar utama kedaulatan Negara yakni – Presiden Republik, Parlamen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan[4], merupakan isu-isu sentral Partai dalam konteks pembangunan Negara.

Salah satu alasannya ialah pemahaman tentang “pemisahan kekuasaan secara kelembagaan, dalam pelaksanaan fungsi-fungsi kenegaraan masing-masing”[5], yang telah diatur dalam Konstitusi, “di dalam kondisi-kondisi keseimbangan dan kebersamaan yang menandai hubungan kelembagaan mereka”,[6]walau masih sebagai bagian dari sebuah proses pendewasaan. Pemahaman memadai tentang proses ini menuntut adanya reafirmasi, klarifikasi dan filtrasi yang dilakukan secara terus-menerus tentang berbagai konsepsi terkait dengan konteks konsolidasi dan kedaulatan Negara. Prioritas-prioritas seperti ini sangat merefleksi pandangan-pandangan kepemimpinan Partai CNRT. Pembangunan nasional juga menjadi relevan dalam analisa itu, sebab Pemerintah sekarang ini telah berhasil memperoleh pengakuan dan pengesahan dari Parlamen Nasional terhadap Perencanaan Strategis Pembangunan (PSP) dengan demikian PSP telah dijadikan instrumen nasional yang akan memungkinkan terlaksananya pembangunan itu sendiri.

Konferensi Nasional CNRT, sebagai sebuah badan pertimbangan antara dua kongres, telah membuat analisa tentang proses-proses yang berdimensi nasional. Konjungtur politik sekarang ini menuntut agar kapasitas seorang Presiden Republik menjadi bahan pertimbangan paling utama. Semua lembaga kedaulatan memiliki fungsi-fungsi masing-masing yang telah diatur dalam Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste dan, dalam pengertian Partai CNRT, fungsi-fungsi dimaksud harus diartikulasi dengan baik dan dimantapkan secara bertahap, sehinga dapat menjamin agar lembaga-lembaga kedaulatan dimaksud, bisa berfungsi secara efisien dan efektif, terutama menjamin sepenuhnya, sesuai dengan kapasitas yang ada, kedaulatan negara dan pembangunannya. Oleh sebab itu, Konferensi Nasional telah memutuskan untuk tidak mengajukan seorang calon dari Partai untuk pemilihan presiden dan lebih berkonsentrasi pada pembahasan tentang kriteria-kriteira yang paling layak dan tepat, terkait dengan dukungan yang akan diberikan kepada para calon, berdasarkan prinsip-prinsip yang bijak dan rasional.

Prinsip penempatan diri di atas semua partai (suprapartai)

Salah satu prinsip yang telah ditegaskan kembali ialah bahwa Presiden Republik haruslah, sebuah organ yang berdiri di atas semua partai. Mengapa? – Disamping alasan-alasan lainnya, penempatan-diri di atas partai-partai politik atau golongan,dapat memperkokoh tanggung-jawab konstitusional yang diamanatkan kepada seorang Presiden Republik. Presiden Republik adalah Kepala Negara. Dia sebagai “Lambang dan sekaligus jaminan akan kemerdekaan nasional, persatuan dan kesatuan nasional serta berfungsinya secara reguler seluruh institusi demokratis”, sebagaimana yang tertera dalam Pasal 75º KRDTL. Selain atribut-atribut ini, tanggung-jawab Kepala Negara RDTL juga dirumuskan dalam Pasal 6º, ‘Tujuan-tujuan Negara’, seperti halnya, yang terkait dengan urusan pertahanan dan jaminan akan kedaulatan negara. Kewajiban utama seorang Kepala Negara, adalah mengadakan supervisi terhadap keseluruhan proses nasional dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan Negara, dan kewajiban-kewajiban semacam itulah yang seharusnya dijadikan pusat perhatian. Hal ini berarti bahwa keseluruhan proses pemerintahan, termasuk legislasi dan pemberdayaan institusional sangat penting untuk mentransformasi tujuan-tujuan tersebut menjadi kenyataan, demi kepentingan serta kesejahteraan Rakyat dan Negara, sehingga harus senantiasa dipertahankan dalam segala tindakan politik dari seorang Kepala Negara. Oleh karenanya dan, mengingat bahwa sedang dilaluinya sebuah proses pembangunan Negara dalam kurun waktu kurang-lebih satu dekade, mak prinsip yang menggariskan bahwa tidak diperbolehkan terciptanya kondisi-konidisi tertentu, termasuk tekanan-tekanan dari partai, yang dapat mengurangi atau meminimalkan kemampuannya untuk menerima sepenuhnya segala tanggung-jawabnya, terkait dengan kewajibannya untuk sepenuhnya mengabdi kepada Negara selaku Kepala Negara, menjadi teramat fundamental. Tuntutan-tuntutan seperti itu bertujuan memberikan garansi bahwa, setidak-tidaknya, dalam kurun waktu sepuluh sampai duapuluh tahun ke depan, dapat diciptakan kondisi-kondisi kondusif di dalam Pemerintahan, sehingga implementasi Perencanaan Strategis Pembangunan dapat diwujudkan secara optimal.

Karena semua Partai Politik berkewajiban untuk mendorong agar dapat dipenhuhinya tuntutan-tuntutan terkait dengan pendirian dan pembangunan Negara, maka Partai CNRT telah menerima sepenuhnya tanggung-jawabnya ini, ketika menegaskan kembali komitemennya terhadap prinsip untuk tidak berpihak. Dan dalam operasionalisasi dari prinsip tersebut, telah diadopsi kriteria-kritéria cukup jelas yang dapat mempengaruhi proses ini. Setelah adanya klarifikasi bahwa Partai CNRT, tidak diperkenankan, berdasarkan pada alasan-alasan tersebut di atas, untuk mengajukan kepada Rakyat kandidatnya sendiri untuk pemilihan Presidensiil, tahun ini, mak selama perdebatan untuk menyaring konsepsi-konsepsi yang sedang berkembang, Partai ini dihadapkan pada tantangan, yakni, pertama, apakah berkewajiban atau tidak berkewajiban memilih seorang calon yang independen dari Partai-Partai Politik dan menyatakan secara umum dukungananya itu. Kedua, persyaratan apa saja yang dijadikan sebagai pedoman oleh para militannya untuk menentukan suara.

Suprapartai bukan semata-mata suatu prinsip determinan dalam pembangunan Negara. Melainkan, merupakan suatu prinsip dengan sebuah sejarah yang berlumuran darah di dalam Perjuangan Pembebasan Nasional; dan dengan relevansinya justeru pada kelayakan demokrasi dan Negara. Dalam Sejarah Perjuangan dan Pembangunan Negara, demi terjaminnya kedaulatan negara, mak banyak kemajuan sekaligus kemunduran telah dialaminya, selain menghadapi bahaya-bahaya teramat besar tanpa preseden. Dimulai dengan percobaan sebagai sebuah Negara tanpa lembaga-lembaga kedaulatan yang stabil dan layak, di dalam sebuah sistem kepartaian tunggal, dengan mengkonsentrasikan segala kekuasaan pada sebuah Komité Sentral(Pusat), termasuk komando atas Angkatan Bersenjata, melalui penahanan dan kematian/pembunuhan, melalui penyaringan ideologis dan penghancuran hampir total terhadap kapasitas untuk bertahan demi menggapai kemenangan, mak prinsip penempaan diri di atas semua partai berhasil memperoleh nilai filosofis vital di dalam proses Perjuangan untuk Pembebasan Nasional. Komando Perjuangan diharuskan senantiasa berdiri kokoh di atas semua partai agar mampu mengabdi dan memobilisasi segenap kekuatan yang ada. Jaminan akan sebuah Komando Perjuangan secara efisien dan efektif yang mampu berdiri di atas semua partai, terletak pada prinsip lainnya yang sama pentingnya: yakni, bahwa Komando Perjuangan, yang dengan penuh keyakinan menempatkan diri di atas semua partai atau golongan, sama sekali tidak boleh memihak pada partai manapun atau sebaliknya bersikap anti-partai. Pokoknya, prinsip fundamental tentang penempatan diri di atas semua partai adalah prinsip paling determinan dan penunjuk arah, yang telah memungkinkan, walau di tengah berbagai kesulitan yang melampaui batas kemampuan manusia, agar Rakyat kita, yang senantiasa satu suara dengan Komando Perjuangannya, dapat mencapai pembebasan Nasional secara total dan tanpa syarat.

Kriteria-kriteria sebagai pedoman

Setelah dipahami dengan baik pentingnya penempatan diri di atas semua partai dan, terutama, relevansi kontinunya dalam konsolidasi independensi nasional, mak Konferensi Nasional Partai CNRT melakukan permusyawaratan. Seperti yang telah diduga, ketika masuk ke dalam perdebatan tentang kriteria-kriteria politik yang paling layak dan tepat, mak kader-kader beserta para militan Partai CNRT tak dapat mengabaikan kriteria-kriteria yang bersifat patriotis. Salah satu kader secara singkat dan sangat baik merumuskannya sebagai berikut:

“Candidato ide nebé ita nia Partido apoia tenke iha critério ida ne’e: nia hahú funu (da libertação), hatutan funu, hakotu funu” berarti, Calon yang didukung oleh Partai kita, harus memenuhi syarat yang satu ini: dia yang memulai perjuangan pembebasan, meneruskan perjuangan, dan mengakhiri perjuangan).

Dengan kata lain, selain harus independen, yang dikehendaki adalah seorang kandidat yang senantiasa telah menyerahkan dirinya secara total untuk Perjuangan Pembebasan penuh pengorbanan, selama 24 tahun, dari Rakyat kita. Perdebatan dalam Konferensi Nasional Partai CNRT sangat sehat, diperkaya dengan berbagai ide yang menarik dan menantang, dengan memadukan pengalaman masa lalu dan masa kini, mendobrak tembok perbedaan pemahaman dan melangkah maju dengan proses konsolidasi independensi nasional. Presiden Partai Kay Rala Xanana Gusmão, dalam renungannya menyatakan:

Partido nia hanoin moris ona iha imi nia ulun...sadik ita, kadi ita nia kakutak, halo metin liu-tan...hanoin, discuti, muda, tenke muda...ita deit mak bele”,

artinya,

Pandangan partai telah tertanam dalam benak saudara-saudara...menantang kita, mengasah otak kita,agar menjadi lebih kuat dan kokoh...marilah terus berpikir, berdiskusi, melakukan perubahan, karena harus ada perubahan...dan hanya kita yang mampu melakukannya

Hanya Partai CNRT yang dapat melakukannya, disimpulkannya.

Presiden Partai melanjutkan, dengan menegaskan kembali tentang kewajiban segenap kader dan militan Partai CNRT untuk memahami dengan baik tentang Konstitusi kita, Negara, sistem-sistem yang ada dan dunia, sebab CNRT hanya bisa menjadi Partai masa depan, apabila para kader dan militannya sepenuhnya siap, dengan pengetahuan memadai tentang hal-hal penting seperti ini. Di dalam tantangan pembangunan Negara ini, amatlah penting agar Partai CNRT mampu menerima tanggun-jawab untuk melancarkan pembangunan nasional.

Oleh sebab itu, Partai CNRT harus berkonsentrasi penuh di Parlamen dan Pemerintah.

Salah satu poin yang ditekankan oleh Presiden Partai CNRT untuk mengarahkan debat adalah yang terkait dengan isu tentang konjungtur. Harus dipahami dengan baik tentang konjungtur atau setiap keadaan genting dimana proses pembangunan Negara sedang berada. Dengan demikian, bukan hanya konsepsi tentang pembangunan Negara RDTL yang harus dipahami dengan baik, tapi juga konjungtur dimana terdapat setiap tahapan evolusinya. Pada akhirnya, sama-sama merupakan prinsip-prinsip penentu arah Perjuangan Pembebasan Nasional Timor-Leste. Kay Rala Xanana Gusmão mengartikulasi dengan amat baik prinsip-prinsip tersebut selama Perang. Dialektika tentang konjungtur dan prinsip dari sebuah konsepsi telah membantu untuk memahami dengan baik, di setiap langkah, bagaimana caranya memimpin Perjuangan. Musuh menjadi lemah, contohnya, itu bukan karena adanya sebuah konsepsi Perjuangan yang telah digariskan dengan baik sehingga menentukan kemenangan gerilya tersebut. Untuk mempertahankan eksistensi dan kemampuan berinisiatif dalam politik gerilya pada setiap konjungtur dan dalam dialektika Perjuangan, harus terlebih dahulu dikonsepkan, ditulis, diartikulasi dan diajarkan dengan baik tentang konsepsi-konsepsi yang dimaksud kepada para kader agar dapat mengerti, mendalami, mempraktekan dan mengajarkannya. Dengan demikian, para kader dan militan partai harus mendalami dan menghayati betul akan kewajiban mereka untuk tidak pernah puas belajar dan juga tidak pernah capek mengajar.

Memahami dengan baik konjungtur pembangunan Negara RDTL, dalam tahapan pembangunan nasional sekarang ini, berarti harus mengerti pula akan kelemahan-kelemahan atau fragilitas nasional. Masalah mentalitas, masalah hubungan antara PNTL dengan F-FDTL dan masalah hubungan F-FDTL dengan para Veteran pada umumnya; masalah hubungan Gereja dengan Negara; masalah-masalah geopolitik dan geoestrategis yang dihadapi Negara; masalah pembangunan nasional, pelestarian nilai-nilai budaya dalam konteks pembangunan; kualitas Pendidikan dan sistem pendidikan. Juga perlu pemahaman yang jelas tentang hak-hak azasi manusia dan dampaknya terhadap instabilitas nasional dan lapangan kerja. Keseluruhan faktor tersebut menentukan kebijakan-kebijakan yang patut diberi tekanan atau diprioritaskan pada setiap tahapan konjungtural pembangunan negara. Dialektika tentang proses yang menuntut agar lebih berkonsentrasi pada kelemahan-kelemahan dan tidak cepat puas dengan kemenangan, hal ini tidak boleh diremehkan. Memahami alasan-alasan di balik proses pelemahan, mengerti dengan jelas faktor-faktor yang menghambat suksesnya langkah-langkah estrategis pembangunan, yang tidak memungkinkan pengambilan langkah-langkah yang lebih tepat untuk memajukan proses pembangunan nasional, sangatlah primordial bagi seluruh kader dan militan Partai CNRT.

Karena alasan-alasan inilah, maka mengambil keputusan untuk tidak mengajukan calon sendiri dari Partai kepada Rakyat untuk dipilih menjadi Presiden Republik, berarti memahami dialektika tentang konjungtur dan mengerti prinsip sebuah konsepsi; memahami bahwa konsepsi tentang Presiden Republik dengan semua fungsi konstitusionalnya, terlebih pada tahapan evolusi Negara ini, berakibat diterimanya prinsip untuk tidak berpihak atau berdiri di atas semua partai atau golongan. Bukan semata-mata sebuah keputusan untuk memudahkan atau memenuhi keingininan kekuatan-kekuatan politik atau figur-figur tertentu. Sebab, sebaliknya tidak akan ada kepemimpinan atau, jika ada, hanya kepemimpinan semu, yang tidak berguna untuk pembangunan Negara dan konsolidasi independensi nasional. Mengambil keputusan untuk tidak melakukan koalisi sebelum pemilihan berarti memahami dengan baik dialektika konjungtur dan konsepsi tentang koalisi. Dan sebuah konsepsi dapat dimengerti lebih baik setelah adanya pengalaman-pengalaman nyata, termasuk kekalahan-kekalahan dan berbagai kesulitan. Setelah lima tahun beraliansi dalam pemerintahan, konsepsi tentang koalisi tidak boleh dianggap semata-mata sebagai sebuah ko-eksistensi partai “agar duduk bersama-sama dalam Pemerintahan”. Hal yang perlu ditanamkan ialah suatu dinamika dengan komitemen paling dalam terhadap kewajiban nasional untuk melayani dan mengabdi, sehinga bisa menjustifikasi dan memungkinkan terjadinya sebuah aliansi atau koalisi politik-kepartaian yang efisien dan produktif.

Di atas segalanya, perlu sebuah instrumen sentral yang dapat dijustifikasi. Instrumen ini sudah ada. Sebelumnya tidak pernah ada. Partai CNRT sepenuhnya telah berkompromi dengan implementasi Perencanaan Strategis Pembangunan Nasional. Dan seluruh perencanaan bertahap yang diadopsi oleh Partai CNRT untuk dilaksanakan oleh Pemerintah sampai dan bahkan setelah 2012, dikonsepkan dengan berpegang pada dialektika tentang konjungtur dan prinsip sebuah konsepsi. Selama Perang Pembebasan Nasional, PSP dapat disejajarkan, pada tingkatan tertentu, dengan karya-karya seminal Komandan Kay Rala Xanana Gusmão: ‘Pátria e Revolução (Tanah Air dan Revolusi)’ dan ‘Guerra, Temática Fundamental do Nosso Tempo’ (Perang,Tematik Fundamental pada Zaman kita’. Dua instrumen fundamental yang ditulis oleh Komandan Xanana Gusmão selama Perang, yang telah mengarahkan proses sehingga memungkinkan tercapainya pembebasan nasional. Itulah yang oleh seorang kader Partai CNRT dinyatakan dalam Konferensi Nasional sebagai : “hatutan funu to hakotu funu” (meneruskan perjuangan/perang sampai akhir). Hal yang masih perlu ditambahkan ialah bahwa ‘funu’ (perang) sudah selesai, sementara harapan-harapan Rakyat akan sebuah kehidupan yang lebih layak dan terhormat, dengan adanya akses akan jaminan sosial, dan suatu generasi akan datang yang siap untuk ‘hatutan’ (meneruskan) pembangunan nasional yang sedang giatnya dilaksanakan, menuntut kepada para lider zaman sekarang kedisiplinan tinggi dalam hal mendefinisikan segala prioritas dan bagaimana seharusnya mereka berperan-serta dalam kehidupan politik Nasional.

Xanana Gusmão adalah lider sangat terkenal yang telah memberikan napas kehidupan untuk membangkitkan kembali Perjuangan Pembebasan Nasional kita, setelah hancurnya Basisi-Basis Dukungan (Bases de Apoio), dengan visi dan keberanian cukup memadai untuk menata kembali pikiran-pikiran serta tindakan-tindakan dari para Kader Perjuangan dan Komando, sehingga memungkinkan dilanjutkannya proses pembebasan nasional. Kepintaran dan keberaniannya telah mengantarkan kita mencapai kemenangan akhir melawan musuh-musuh kita, selama pendudukan. Kini, Xanana Gusmão masih tetap menerapkan ilmunya, dengan menggunakan inteligensi dan moral politiknya, menuntun Bangsa dan Negara menuju konsolidasi pembangunan Nasional. Partai CNRT sebagai Kekuatannya, serupa dengan FALINTIL yang baru dalam Negara merdeka dan berdaulat, tapi masih dengan tanggung-jawab luhurnya terhadap konsolidasi kemerdekaan melalui upaya pemberdayaan kapasitas Bangsa dan Negara agar dapat menjamin kedaulatannya sendiri. Dalam hal ini, Xanana Gusmão telah bekerja-keras dan, telah berhasil, menanamkan dalam Partai CNRT konsepsi tentang kewajiban untuk bekerja dengan tujuan menjamin terlaksananya pemerintahan Negara, dan menentang ambisi untuk memonopoli kekuasaan. Pedoman penting dalam konteks, hidup untuk melayani Rakyat.

Sebagai akhir analisa, Xanana Gusmão berpedoman pada kesiapan untuk menghasilkan dan menegakkan keadilan bagi Rakyatnya. Rakyat yang walaupun hanya sedikit saja manfaat yang dapat dinikmatinya untuk bertahan hidup, tapi tidak pernah ragu dalam memenhui kewajibannya untuk mempersembahkan yang terbaik darinya untuk membebaskan Tanah-Airnya. Bagi Jacques Rousseau hukum menyediakan rumus-rumus tentang keadilan; bagi Aristóteles, keadilan dapat mempersatukan manusia ke dalam sebuah Negara dan, administrasi peradilan, sebagai administrasi dari hal-hal yang adil, sebagai prinsip tentang tatanan dan keteraturan masyarakat politik. Bagi Aristóteles, setiap manusia lahir dengan inteligensi atau kepintaran dan kualitas moral; akan tetapi tidak semua mampu menggunakan inteligensinya untuk mempromosikan kebaikan. Sejarah umat-manusia telah memberikan bukti-bukti lebih dari cukup yang membenarkan Aristóteles. Sama halnya dengan Sejarah Timor-Leste. Oleh karena itu Kay Rala Xanana Gusmão masih tetap sebagai faktor yang menentukan pembangunan Negara. Oleh karena itu pula, pemikiran-pemikiran strategisnya seringkali tidak dapat dimengerti. Karena berpikir adalah aktivitas yang paling melelahkan yang dituntut oleh alam dari manusia. Sekarang, hal yang terpenting untuk Timor-Leste ialah, agar para politikus mampu memanfaatkan inteligensi beserta kwalitas moral mereka untuk menjamin agar kedaulatan rakyat tak tergoyahkan. Jaminan inilah yang akan menorehkan kesuksesan dalam evolusi Negara hukum dan demokratis serta pembangunan nasional; dengan manfaat riil bagi Rakyat. Demi keadialan inilah, maka Xanana Gusmão menginvestasi segala energi, pengorban dan seluruh pengetahuannya.

Dalam konjungtur sekarang ini, subordinasi atau kepatuhan politik terhadap Negara menuntut kepada Kepala Negara untuk mempertahankan konsepsi untuk berdiri di atas semua partai atau golongan. Mempertaruhkan segalanya untuk pemahaman yang sepantasnya tentang konsepsi ini, merupakan kewajiban nasional. Kesuksesan dalam pertaruhan ini, sudah barang tentu akan memungkinkan Rakyat kita untuk mencapai tingkat dimana kondisi-kondisi dan persepsi-persepsi politik telah berkembang sampai titik dimana kesadaran tentang Negara sudah cukup matang. Sebuah konjungtur baru. Tuntutan-tuntutan baru. Konsepsi-konsepsi baru. Dan kebijakan-kebijakan baru yang diadpatasi dengan realita. Barangkali, dengan merenungi kembali perkataan Presiden Partai CNRT, Kay Rala Xanana Gusmão, mak pemahaman tentang para kandidat dari suatu Partai untuk memegang jabatan sebagai Kepala Negara, dapat pula dilihat dari sebuah perspektif baru.

Díli, 12 Janeiro 2012

*Exklusif untuk Forum Haksesuk dan Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Bapak José Estevao!

Artikel Edisi Bahasa Portugis:

http://www.forum-haksesuk.blogspot.com/2012/01/conferencia-nacional-do-


[1] Aristotle, Politics, Dover Publications, Inc., Mineola, New York, USA 2000

[2] Wm. A. Dunning, ‘Jean Bodin on Sovereignty’, Political Science Quarterly, Vol. 11, No. 1 (Mar., 1986), pp. 82-104

[3] J Rousseau, “Do Contrato Social”, Ridendo Castiga Mores www.cfh.ufsc.br/~wfil/contrato.social.pdf, p.53

[4] Artigo 67º da Constituição da República

[5] Constituição Anotada da República Democrática de Timor-Leste, 2011,p.239

[6] Idem


Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.