Nota: FH hatun hikas artigo iha okos tuir autor nia husu tamba nia halo revizaun ba parte balu.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
TL-1 dan Berkah Xanana Gusmão
Berpikir Bersama Saudara Jose Maria Guterres
Oleh: Joanico Morreira*
Menarik untuk mengikuti analisa saudara Jose Maria Guterres yang di muat di harian STL, 25 Oktober 2011 dan di Forum Haksesuk, 27 Oktober 2011 dengan judul “TL-1 dan Berkah Xanana Gusmao”. Menarik karena artikel tersebut menyebut empat nama yang berpotensi akan menjadi presiden RDTL pada periode 2012 -2017. Keempat kandidat itu adalah mantan Panglima F-FDTL, Taur Matan Ruak, aktuil presiden RDTL, Ramos Horta, mantan presiden Parlamen Nasional, Lu-Olo dan aktuil Presiden Parlamen Nasional, Fernando La Sama.
Yang lebih menarik lagi saudara Jose Maria Guterres berkesimpulan bahwa kandidat yang akan terpilih menjadi presiden RDTL untuk periode 5 tahun mendatang adalah kandidat yang mendapat berkah dari Xanana Gusmão. Tesisnya merujuk pada hasil pemilihan tahun 2007 dimana Ramos Horta berhasil mengalahkan kandidat-kandidat yang lain karena mendapat berkah atau dukungan dari Xanana Gusmao.
Berdasarkan pengalaman tersebut, saudara Jose Maria Guterres mencoba meyakinkan kita semua bahwa, Taur Matan Ruak yang akan terpilih menjadi presiden RDTL setelah Ramos Horta, karena, mantan Panglima F-FDTL ini medapat berkah dari Xanana Gusmao. Untuk lebih meyakinkan kita lagi, saudara Jose Maria Guterres pun merujuk pada pernyataan uskup Basilio do Nascimento bahwa, Taur Matan Ruak adalah lider konsensual, artinya bisa diterima oleh semua pihak.
Dalam banyak hal saya setuju dengan isi artikel saudara Jose Maria Guterres, tetapi ada dua point yang perlu dipertanyakan karena tidak didukung dengan fakta yang ada. Kedua point itu adalah: pertama, Ramos Horta terpilih menjadi presiden RDTL karena mendapat dukungan dari Xanana Gusmao dan kedua, Taur Matan Ruak adalah lider konsensual.
Memang benar Ramos Horta mendapat dukungan dari Xanana Gusmão karena ada kesepakatan antara keduanya untuk bertukar posisi, Xanana dari Presiden ke Perdana Menteri dan Ramos Horta dari Perdana Menteri ke Presiden. Katakanlah keduanya saling mendukung pada saat itu.
Xanana Gusmao memberikan dukungannya kepada Ramos Horta bukan sebagai pribadi saja tetapi juga partainya CNRT yang pada saat itu sedang dalam pembentukan, termasuk FRETILIN-Mudansa, UNDERTIM dan PMD. Direktur kampanye Ramos Horta saat itu adalah Deonisio Babo Soares yang kemudian menjadi Sekjen CNRT. Walaupun sudah mendapat dukungan penuh dari Xanana Gusmao dan CNRTnya serta FRETILIN-Mudansa, UNDERTIM dan PMD, hasil pemilihan presiden putaran pertama mengecewakan, Ramos Horta kalah dengan Lu Olo. Hasil pemilihan presiden putaran pertama Ramos Horta hanya mendapat 22.5% sementara Lu Olo mendapat 28.79% suara. Data ini jelas-jelas menunjukkan kandidat yang didukung oleh Xanana Gusmão kalah dalam pemilihan presiden putaran pertama. Jadi, yang menentukan kemenangan Ramos Horta pada pemilihan presiden putaran kedua, bukan Xanana, tetapi La Sama dan PDnya serta Xavier do Amaral dan ASDTnya. La Sama dan Xavier do Amaral yang mengarahkan para pendukungnya untuk memilih Ramos Horta pada pemilihan presiden putaran kedua setelah mereka tidak berhasil lolos ke putaran kedua. Suaranya Lucia Lobato (9.24%), Manuel Tilman (4.22%), Avelino Coelho (2.12%) dan Joao Carrascalao (2.12%) sama sekali tidak membantu Ramos Horta sebab bila hasil yang didapat oleh mereka di tambah dengan suara yang diraih Ramos Horta hanya mencapai 40% suara. Sementara suara yang diraih oleh La Sama (18.52%) tidak berbeda begitu jauh dari suara yang didapatkan Ramos Horta (22.5%) yang mendapat berkah atau dukungan penuh dari Xanana Gusmao dan CNRTnya serta FRETILIN Mudansa, UNDERTIM dan PMD. Andaikata pada saat itu La Sama dan Xavier do Amaral memberikan dukungannya kepada Lu Olo sudah otomatis Ramos Horta tidak jadi presiden RDTL, sebab suara yang diraih oleh Lu Olo pada pemilihan putaran kedua (31%) di tambah dengan suara La Sama (18.52%) dan suara Xavier do Amaral (12.82%) dari hasil pemilihan presiden putaran pertama sudah melampawi 60% suara.
Sementara dalam pemilihan lejislatif, Xanana yang begitu yakin mendirikan CNRT untuk mengalahkan FRETILIN pun, hasilnya seperti sudah diketahui oleh publik, CNRT kalah dengan FRETILIN walaupun pada saat itu bisa dikatakan bahwa FRETILIN sudah hancur karena ketidakmampuannya menyelesaikan masalah internal partainya dan krisis 2006. Xanana berhasil menjadi Perdana Menteri, sekali lagi, karena didukung oleh La Sama dan PDnya, dan partai-partai kecil lainnya yang tergabung dalam Aliansi Maioritas Parlamen (AMP). Andaikata PDnya La Sama dan ASDTnya Xavier do Amaral menolak membentuk pemerintahan koaliasi bersama CNRT dan memilih berkoalisi dengan FRETILIN maka Xanana pun tidak jadi Perdana Menteri. Jadi Xanana sendiri pun kesulitan untuk mencapai apa yang beliau inginkan, mau tidak mau beliau harus mencari dukungan dari partai lain untuk menjadi Perdana Menteri. Tidak sulit bagi Xanana untuk mendapkan dukungan dari partai lain karena FRETILIN pada saat itu tidak mempunyai hubungan baik dengan partai-partai lain di Timor-Leste. Sekarang situasinya sudah berubah, hubungan FRETILIN dengan partai-partai lain sudah mulai mencair walaupun masih ada yang tidak setuju dengan kepemimpinan Alkatiri yang sangat otoriter.
Jadi tesis yang mengatakan bahwa kandidat yang mendapat berkah dari Xanana Gusmao yang akan terpilih menjadi presiden republik tidak terbukti. Oleh karena itu belum tentu Taur Matan Ruak akan terpilih menjadi Presiden RDTL walaupun mendapat dukungan penuh dari Xanana Gusmao dan CNRTnya.
Dan Xanana pun harus berhati-hati memberikan dukungannya secara terbuka kepada calon independen karena belum tentu dalam pemilihan 2012 CNRT bisa menang mutlak. Kalau salah langkah maka belum tentu 2012 Xanana bisa kembali menjadi Perdana Menteri. Ini politik, masalah kepentingan yang bermain, kecuali ada kesepakatan-kesepakatan terselubung yang tidak diketahui oleh publik, artinya kesepakatan-kesepakatan politik yang bisa menguntungkan semua pihak yang berkepentingan sehingga mereka bisa terus berjalan bersama.
Partai-partai yang berkoalisi bila salah satu memberikan dukungannya kepada para calon presiden diluar partainya atau diluar partai-partai yang berkoalisi, itu dapat dibaca sebagai suatu "roptura". Kalau CNRT tidak punya kandidat presiden yang berasal dari dalam partainya sendiri, jalan terbaik adalah mengdukung salah satu kandidat yang diajukan oleh partai yang tergabung dalam koalisi AMP. Lebih aman bagi Xanana Gusmao kalau ingin kembali menjadi PM untuk periode 5 tahun mendatang adalah tidak mengdukung salah satu kandidat pun atau memberikan kebebasan kepada anggota CNRT untuk bebas memilih para kandidat sesuai dengan hati nuraninya, tetapi memberikan dukungan kepada Taur Matan Ruak yang tidak mengidentifikasi diri dengan salah satu partai koalisi AMP, akan membuat partai-partai yang tergabung dalam AMP bisa kehilangan kepercayaan kepada CNRT dan akan berpengaruh kepada pembentukan koalisi ke depan dengan CNRT. Dalam politik bukan saja masalah kepentingan yang diperhitungkan tetapi juga kepercayaan.
Tesis lain yang mengatakan bahwa Taur adalah lider konsensual atau bisa diterima oleh semua pihak pun masih diragukan. Kalau diterima oleh semua pihak berarti diterima oleh semua lapisan masyarakat, baik dari organisasi-organisasi massa, LSM-LSM maupun partai-partai politik. Dengan munculnya banyak kandidat saat ini, baik independen atau calon dari partai-partai politik, itu menunjukan Taur Matan Ruak tidak menghimpun konsensus atau tidak semua pihak menerimanya.
Persoalan lain yang mungkin juga tidak menguntungkan Taur Matan Ruak adalah krisis politik dan militer tahun 2006. Tampa menuduh beliau sebagai pelaku utama krisis 2006, karena Taur memang bukan pelaku utamanya, tetapi sebagai Panglima F-FDTL pada saat itu, secara langsung atau tidak langsung beliau turut bertanggungjawab. Para pemilih akan menilai bahwa karena ketidakmampuanya beliau menyelesaikan masal internal F-FDTL secara dini yang akhirnya berubah menjadi krisis nasional yang telah membuat banyak orang jadi sengsara, kehilangan rumah dan barang-barang berharganya serta banyak yang menjadi korban kekerasan dan meninggal dunia. Dan yang lebih aneh lagi, pada saat itu, Xanana Gusmao sebagai Panglima Tertinggi F-FDTL, menyuruh kolonel Pedro Klamar Fuik untuk menemui Taur Matan Ruak di Aeroport Nicolau Lobato, mimintanya untuk membatalkan kunjungannya keluar negeri untuk menyelesaikan masalah petisioner. Tetapi beliau menolak dan secara emosional Taur menjawab: “Se mak hakarak funu ita funu”. Pernyataan ini dikutip sendiri oleh Xanana Gusmao dan diberitakan secara luas dalam berbagai media nasional dan internasional. Seorang calon presiden tidak pantas mengeluarkan pernyataan seperti itu, apalagi mau berperang melawan rakyat dan saudara-saudaranya sendiri dari sektor barat. Seharusnya beliau harus mengendalikan diri dan mengontrol emosinya. Seorang negarawan adalah seorang yang tahu merangkul rakyatnya bukan mengancam mereka dengan perang.
Sebagai reaksi atas persoalan rejionalisme yang ditiupkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, beberapa pemuda yang menyamakan diri intelektual dari sektor barat pun ikut terpengaruh, secara langsung atau tidak langsung ikut memanasi api rejionalisme karena tersingung atas pernyataan-pernyataan yang mengatakan bahwa saudara-saudara kita dari sektor barat tidak mempunyai banyak peranan dalam perjuangan pembebasan Timor-Leste dari pendudukan militer Indonesia.
Apakah para mantan anggota F-FDTL yang dipecat (memang pantas untuk di pecat karena tidak mengindahkan aturan dan disiplin militer) dan keluarganya serta intelektual-intelektual dari sektor barat dapat menerima Taur sebagai presiden RDTL? Hanya merekalah yang tahu, terima atau tidak diterimanya tergantung pada suara yang akan mereka berikan pada tahun depan.
Kita tidak meragukan kemampuan Taur Matan Ruak sebagai mantan komandan gerilya dan veteran perang. Kita menghormatinya sebagai seorang pejuang tulen dan dedikasinya sangat tinggi dalam perjuangan pembebasan Timor-Leste dari pendudukan Indonesia. Untuk menjadi presiden ini yang dipertanyakan, mampu atau tidak. Seorang presiden adalah seorang yang emosinya harus stabil dan tidak mudah mendeklarasikan perang, apalagi perang melawan rakyat dan saudara-saudaranya sendiri.
Mampu tidaknya seseorang, penilaiannya bukan datang dari diri sendiri, tetapi dari orang lain, sebab kebanyakan orang merasa diri mampu dan bisa, tetapi diragukan oleh orang lain. Kadang-kadang orang yang tidak ahli dalam penilaian, karena kurangnya pengetahuan, bisa saja menilai orang A atau B itu bisa atau mampu, tetapi setelah diberi kepercayaan ternyata orang itu tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Jawaban atas mampu atau tidaknya Taur ada dikantong para pemilih. Tahun depan mereka akan menjawabnya melalui suara emasnya.
Menurut saya, Taur mempunyai kemampuan dan merit untuk menjadi presiden, sama seperti para kandidat yang lain, tetapi krisis 2006 sepertinya tidak begitu menguntungkannya. Inilah tantangan besar bagi Taur Matan Ruak. Dan pernyataanya yang mengatakan “se mak hakarak funu ita funu” telah membuat banyak orang ragu antara memilih dan tidak memilihnya, sebab rakyat Timor-Leste yang sudah berabad-abad menderita dan hidup dalam perpecahan akibat perang tidak mau menderita lagi sehingga mereka akan menolak pemimpin yang tidak berjuang untuk persatuan dan perdamaian bagi Timor-Leste.
Kalau memilih di antara keempat kandidat yang disebutkan oleh saudara Jose Maria Guterres di atas, berdasarkan pengalaman, karena pernah menempati posisi-posisi tinggi dalam negara dan pemerintahan maka pilihan dari kebanyakan orang mungkin tidak akan jatuh ke Taur Matan Ruak, walaupun Taur didukung oleh para veteran perang. Dan belum tentu semua veteran pun mendukung Taur Matan Ruak karena banyak veteran juga mencalonkan diri jadi presiden republik dan mendapat dukungan pula dari para veteran. Bisa dikatakan, Ramos Horta, Lu Olo dan La Sama pun adalah veteran karena kontribusi mereka dalam perjuangan pembebasan Timor-Leste tidak kalah dengan kontribusinya Taur.
Kembali kepada pengalaman, bila dibandingkan dengan ketiga kandidat lainnya, Ramos Horta, Lu Olo dan La Sama, mereka lebih berpengalaman dan sudah pernah menjadi orang nomor 1 dan 2 di negara Timor-Leste. Lu Olo sudah pernah menjadi Presiden Parlamen, Ramos Horta sudah pernah menjadi Menlu, Perdana Menteri dan sekarang masih menjabat sebagai Presiden RDTL, sementara La Sama sudah pernah menjadi wakil Menlu, pernah menjadi Presiden RDTL Sementara selama beberapa bulan dan sekarang masih menjabat sebagai Presiden Parlamen Nasional Timor-Leste dan Presiden Parlamen negara-negara berbahasa Portugis (CPLP). Bila kita membandingkan keempat kandidat, Ramos Horta dan La Sama lebih unggul dalam pengalaman, karena keduanya sudah pernah menempati posisi-posisi penting dan berbeda dalam pemerintahan Timor-Leste.
Kalau dilihat dari keterlibatan keempat kandidat dalam perjuangan pembebasan Timor-Leste dari pendudukan Indonesia, keempat kandidat sama-sama mempunyai nama dan jasa. Ramos Horta berjuang di front diplomatik untuk meyakinkan dunia tentang tujuan perjuangan rakyat Timor-Leste atau mencari dukungan dari negara lain untuk melawan pendudukan Indonesia di Timor-Leste, Lu Olo dan Taur Matan Ruak berjuang di front bersenjata untuk mempertahankan api perjuangan di dalam negeri, dan lebih-lebih memberikan semangat kepada front klandestin dan diplomatik untuk terus berjuang, sementara La Sama berjuang di front klandestin, menghimpun kekuatan rakyat di kota untuk mendukung front bersenjata dan diplomatik. Karena perjuangannya yang begitu gigih dan gencar di tengah-tengah kaum muda, beliau di tangkap oleh militer Indonesia dan dipenjarakan selama 9 tahun di Cipinang. Tahun 1998 beliau dibebaskan secara bersyarat dan menggunakan kebebasan bersyarat itu, beliau pun masuk-keluar Indonesia untuk melakukan lobby-lobby dan kampanye bagi pembebasan Timor-Leste di beberapa negara di Europa, Amerika Serikat dan Asia.
La Sama dan kawan-kawanya mengorganisir perlawanan pelajar dan mahsiswa Timor-Leste mulai dari Indonesia dan salah satu peranan yang dianggpap sangat penting adalah meyakinkan rakyat Indonesia untuk berjuang bersama rakyat Maubere demi kemerdekaan Timor-Leste dan demokrasi di Indonesia. Perjuangan mereka tidak mengenal batas wilayah, mereka bukan saja mengorganisir pemuda, pelajar dan mahasiswa Timor-Leste di Indonesia, tetapi juga di Timor-Leste sendiri, di Europa dan Australia. Mereka juga melakukan lobby-lobby klandestin di kedutaan-kedutaan besar negara-negara asing di Jakarta. La Sama dan organisasinya RENETIL menjadi jembatan emas bagi ketiga front (bersenjata, diplomatik dan klandestin) perlawanan Timor-Leste. Xanana Gusmão sendiri memuji setinggi langit peranan RENETIL dalam perjuagan pembebasan Timor-Leste melalui suratnya tertanggal 30 Juli 1994 yang dikirimkan kepada Rui Lorenço sebagai berikut:
“Ha’u la dehan Renetil diak liu organizasaun hotu-hotu. Maibé Renetil, Organização ida nebé CNRM ko’us hanesan nia oan, FALINTIL hadomi hanesan nia rohan rasik. Iha momentos políticos difíceis nebé CNRM passa iha tinan hirak kotuk ba, Renetil mai hatutan ba mando CNRM nia hanoin, Renetil maka desempenha papel político atu convence, atu reafirma e atu consolida princípios barak CNRM nian.
Momentos difíceis Rui. Sem UDT, sem Fretilin. Problema iha liur mosu barak oi-oin deit. Renetil, saat itu, menjadi jembatan emas, kuat dan besar bagi CNRM kepada dunia.”
Bila dibandingkan dengan Lu Olo dan Taur Matan Ruak, La Sama lebih muda dalam umur, tetapi lebih berpengalaman karena beliau sudah pernah menempati beberapa posisi yang berbeda dan penting dalam negara Timor-Leste serta sudah pernah mengambil keputusan-keputusan besar selama menjabat sebagai Presiden RDTL Sementara, begitupun sebagai Presiden Parlamen Nasional dan Presiden Parlamen CPLP cukup memberinya banyak pengalaman bagaimana bisa memimpin institusi nasional dan internasional yang berada dibawahnya.
Salah satu tugas dari presiden republik adalah mempromosikan Timor-Leste ke dunia internasional. Dalam hal ini sudah tidak asing bagi Ramos Horta dan La Sama, karena keduanya pernah menangani masalah luar negeri, pernah menjadi presiden republik. Bisa dikatakan La Sama mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan ketiga kandidat lainnya karena beliau, sekarang, bukan saja sebagai presiden Parlamen Nasional Timor-Leste tetapi juga sebagai presiden Parlamen CPLP yang terdiri dari 8 negara, Portugal, Brasil, Angola, Mozambik, Cabo-Verde, Guine-Bissau, Sao Tome e Principe da Timor-Leste. Posisi-posisi yang ditempati oleh La Sama telah membuatnya bukan saja dikenal luas di luar negeri tetapi beliau juga mengenal dan mempunyai hubungan baik dengan figur-figur internasional. Pengalaman dan hubungan semacam ini sangat diperlukan oleh seorang presiden yang salah satu tugasnya adalah menjaga hubungan baik dengan negara lain dan mempromosikan image Timor-Leste kepada dunia internasional melalui figur-figur yang dikenalnya. Hubungannya dengan Indonesia dan Australia juga baik karena La Sama pernah belajar di Indonesia dan Australia. Dia mengenal politik dan budaya kedua negara tentangga Timor-Leste itu secara baik. Hal ini penting sekali untuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga yang pada gilirannya akan membantu menjaga stabilitas dan perdamaian bagi Timor-Leste sendiri.
Di mata rakyat Timor-Leste, keempat kandidatpun sudah tidak asing lagi, karena mereka sama-sama berjuang disamping rakyat selama masa pendudukan Indonesia. Mereka sama-sama dekat dengan rakyat, mereka hidup berbaur dengan rakyat dan mengenal kebutuhan, keterbatasan dan kesulitan-kesulitan rakyat. Tapi, harus mengakui bahwa setelah Timor-Leste lepas dari Indonesia, bisa dikatakan, hanya Ramos, Lu Olo dan La Sama yang lebih dekat dengan rakyat karena mereka bukan saja sebagai politikus tetapi posisi-posisi penting yang mereka tempati menuntut mereka untuk selalu berkomunikasi dengan rakyat. Sementara Taur Matan Ruak sebagai Panglima F-FDTL tidak begitu dekat dengan rakyat karena tidak ada programa dari F-FDTL untuk berkomunikasi secara rutin dengan masyarakat seperti zaman Indonezia melalui program ABRI Masuk Desanya dan lain-lain.
Dalam pemilihan presiden tahun 2012 mendatang, Xanana bisa saja memberikan dukungan kepada Taur Matan Ruak, karena mereka adalah teman seperjuangan di front bersenjata, tetapi beliau pun sepertinya berat untuk meninggalkan La Sama, bukan saja karena mereka teman seperjuangan di penjara tetapi juga La Sama dan organisasinya RENETIL merupakan satu-satunya organisasi yang memberikan dukungan moral dan politik kepada Xanana Gusmao pada saat-saat situasi sulit, saat-saat dimana Xanana mendapat banyak perlawanan dan kritik dari para pemimpin perlawanan Timor-Leste di luar negeri karena perubahan-perubahan taktik dan strategi politik perjuangan yang beliau terapkan. Pernyataan Xanana Gusmao yang saya kutip di atas menunjukkan dengan jelas bagaimana La Sama dan organisasinya menjadi jembatan emas dan ujung tombak pada saat-saat Timor-Leste menghadapi banyak kesulitan, bukan saja menghadapi perlawanan dan kritik dari lawan-lawanya politiknya di luar negeri tetapi juga mempromosikan, menyebarkan dan membela ide-idenya Xanana dan politiknya CNRM kepada dunia internasioal.
Dalam politik semuanya adalah mungkin dan bisa terjadi, tergantung kepada kepentigan-kepentigan politik yang ada. Xanana Gusmão bisa saja mengdukung Taur Matan Ruak karena pertimbangan-pertimbangan tertentu tetapi beliau juga harus mempertimbangkan bagaimana bisa mengamankan kursi PM untuk 5 tahu kedepan. Apakah Taur Matan Ruak bisa menjamin Xanana akan tetap menjadi PM kedepan sementara Taur tidak punya partai dan kekuatannya pun belum diketahui. Sedangkan Lu Olo dan La Sama adalah pemimpin partai FRETILIN dan PD, mereka mempunyai kekuatan yang jelas, mereka bisa memfasilitasi atau bisa menghambat pembentukan sebuah pemerintahan koalisi, sementara Ramos Horta dan Taur Matan Ruak tidak mempunyai kekuatan apapun untuk membantu membentuk sebuah pemerintahan koaliasi, karena koalisi hanya dapat dilakukan oleh partai-partai politik. Ini yang menjadi masalah bagi Xanana. Pengalaman adalah guru yang baik. Pemilihan presiden tahun 2007, Xanana dan CNRTnya mendukung Ramos Horta, tetapi Ramos Horta kalah di putaran pertama, itu menunjukkan belum tentu para pemilih akan mengikuti pilihan Xanana dan suara Xanana pun adalah satu, tidak lebih dari itu.
Pemilih kadang-kadang rasional dan kadang-kadang irrasional. Bila pemilihan presiden RDTL mendatang mendapat pengaruh rejionalisme, maka Taur tidak begitu punya peluang untuk terpilih, sebab beliau dari sektor Timor yang beretnis Naueti yang sangat minoritas di sektor Timor dibandingkan dengan Makasae. Dalam hal ini Lu Olo mempunyai peluang lebih besar dari Taur karena beliau berasal dari kelompok etnik Makasae. La Sama mempunyai peluang lebih besar lagi dari Taur dan Lu Olo karena berasal dari etnis Mambae yang jumlahnya lebih besar dari Makassae dan Naueti. Dan bila dikelompokan sesuai krisis 2006 yang kita tidak harapkan, maka La Sama berpeluang besar untuk menjadi presiden walaupun tidak mendapat berkah atau dukungan dari Xanana, karena jumlah penduduk Timor-Leste dari sektor barat jauh lebih besar dari sektor Timor. Semoga hasil pemilihan presiden tidak dipengaruhi oleh masalah etnis ini dan rakyat dapat memilih kandidat yang tepat dan berkualitas untuk menjadi presiden Timor-Leste.
Menurut banyak pihak, pencalonan La Sama lebih dari sekedar sebuah pencalonan tetapi lebih merupakan sebuah jawaban kepada para pemimpin generasi tua yang selalu mengatakan bahwa generasi muda belum siap. Menjadi presiden Parlamen Nasional lebih sulit dari pada presiden Republik karena presiden Parlamen harus memimpim sidang dan dan tahu cara bagaimana mengendalikan parlamen yang terbentuk dari partai-partai yang mempunyai prinsip, ideologi dan kepentigan yang berbeda-beda. Kalau La Sama mampu dan bisa menjadi presiden Parlamen Nasional kenapa tidak bisa menjadi presiden republik? Apalagi beliau sudah pernah menjabat sebagai presiden Republik sementara dalam situasi yang sulit dan mendapat banyak pujian dari Ramos Horta sendiri.
Menurut penulis, generasi muda sudah sangat siap untuk menerima tongkat kepemimpinan dari generasi tua. Justru yang belum siap untuk menyerahkan tongkat kepemimpinan nasional kepada generasi muda itu adalah generasi tua, karena mereka semuanya, masih membutuhkan tongkat itu untuk saling menghantam, karena para generasi tua tidak mau kalah satu sama yang lain. Para generasi tua masih tetap ingin mempertahankan pengaruh dan kekuasaanya karena mereka masih bersaing untuk membuktikan siapa yang lebih berpengaruh dan berkuasa di Timor-Leste.
Penulis sudah pernah mendengar langsung dari beberapa mulut dari politikus FRETILIN dan CNRT bahwa selama Xanana masih aktif di politik atau memegang jabatan-jabatan penting dalam negara Timor-Leste maka Alkatiri pun tidak akan mundur dari Sekjen FRETILIN dan tetap menjadi calon Perdana Menteri, begitupun sebaliknya, selama Alkatiri masih berada de depan FRETILIN maka Xanana pun akan tetap aktif dalam politik. Ini yang menjadi persoalan dan generasi muda harus berani tampil dan tidak peduli dengan berkah-berkahan. Ini bukan zamannya paternalis dan feudalis yang membutuhkan berkah-berkahan dari yang tertua. Ini zamannya demokarasi, rakyat yang akan memberi berkah melalui suaranya.
Sebagai seorang generasi muda, walaupun saya tidak separtai dengan La Sama, saya bangga karena beliau sebagai generasi muda berani mencalonkan diri jadi presiden RDTL walaupun tidak mendapat berkah dari Xanana Gusmao, Mari Alkatiri, Ramos Horta dan lain-lain. Masalah terpilih atau tidak terpilih itu persoalan lain. Inilah yang namanya demokrasi. Pemimpin dipilih oleh rakyat bukan karena berkah siapa-siapa karena kekuasaan itu adalah milik rakyat dan rakyatlah yang akan memberikan berkahnya melalui suaranya. Selamat tampil La Sama dan generasi-generasi muda dari mana saja. End.
*Sidadaun Timor-Leste, hela iha Taibisse
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.