Sebagai penyelengara kegiatan DNICT dan UNAPCICT mengadakan kegiatan National Workshop dengan tema "Academy of ICT Esential for Government Leaders" yang berlangsung di Salao Delta Nova-Dili-Timor Leste dari tanggal 7-10 juli 2009. sekitar 63 orang beserta yang hadir dalam kegiatan ini. Beda dengan kegiatan lain yang pernah diadakan oleh DNICT karena peserta yang diundang adalah para decision maker ditiap kementerian dan distrik. Acara pembukuan di buka oleh Bapak Romaldo mewakili kementerian Infrastructure dan Bapak Ki-Kwon-Kim Senior ICT Expert dari UNAPCICT (Asian and Pasific Training Centre for Information and Communication Technology for Developments). Selain peserta dari tiap kementerian dan Distrik ada juga dua perusahaan dari Malaysia yakni Data Bridge dan Ramelau IT Consultan. Kehadiran Kedua perusahaan adalah untuk membagi pengalaman dibidang E-Government. Pada hari pertama Kaitan antara penerapan TIK dan Pembangunan yang bermakna dibawahkan oleh Bapak Ki Kwon-Kim dari UNAPCICT, Bapak Abel Pires (ICT Expert Timor Leste) dan Databridge Malaysia. Para peserta cukup tertarik dengan presentasi yang dibawah oleh ketiga pembicara ini. Hal itu bisa menjadi nilai tambah bagi para peserta yang mana masalah ICT sendiri kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Di session hari kedua masih tetap Bapak Abel Pires dan Perusahaan Ramelau IT Consultant dari Malaysia. Sedangkan hari ketiga dibawahkan oleh Bapak Yudho Giri Sucahyo, PH.D. dari FASILKOM UI. Judul mdoul o2 adalah Kebijakan, proses, dan Tata kelola TIK untuk Pembangunan. Menurut informasi dari Bapak Yudho bahwa Indonesia sendiri telah menyelesai 8 modul training dari UNAPCICT sedangkan Timor Leste baru memulai training modul 01 dan 02. Perjalanan yang masih cukup panjang bagi para peserta dari Timor Leste. Selain memberi training Pak Yudho juga memberikan sebuah studi kasus terhadap Reformasi sektor Telekomunikasi di Filipina. Liberalisasi industri telekomunikasi Filipina dipicu oleh koalisi untuk reformasi, yg menyusun strategi yang mengarah ke pmebukaan pasar. The Philipine Long Distance Telephone Company (PLDT-Perusahaan Telepon interlokal Filipina), sang pemegang monopoli pasar, tidak menerima serangan atas posisinya dan menyerang balik dengan kampanye publitasnya sendiri. Namun demikian, ketika menjadi jelas presiden Ramos berkomitmen untuk meniadakan kontrol monopoli perusahan tersebut, pemilik PLDT menerima penyelesaian yang diusulkan. Saat kompromi tersebut tercapai, liberalisasi kemudian diserahkan ke Komisi Telekomunikasi Nasional-sebagia pengatur, dan Departemen Transportasi dan komunikasi-sebagai penyusun kebijakan.
Liberalisasi di pilipina berhasil karena komitmen Presiden dan hasil kerja kelompok pemnbaharu ini bukan merupakan penerima keuntungan langsung dari masuknya pasar, sperti halnya kasus malaysia. Di pilipina, yang menerima keuntungan masuknya pasar adalah para pebisnis besar. Ketika kredibilitas kebijakan sudah terbentuk dan negara menunjukkan ketetapannya untuk membuka sektor tersebut, para pebisnis dengan antusias masuk ke pasar telekomunikasi. Tidak seperti di Malaysia, banyak pihak yang terlibat dalam pembaharuan di pilipina. Dalam kasus Malysia, Dimana kekuasaan terkonsentrasi di tangan perdana menteri, Fasilitas perubahan kebijakan dan pengenalan pembaharuan kebijakan relatif lebih mudah. Di Pilipina, dimana kekuasaan terbagi dalam tiga pihak berbeda dalam pemerintah dan kekuatan elit ekonomi mempengaruhi sebagian dari birokrasi negara, pembaharuan kebijakan menjadi lebih kompleks, lebih membutuhkan tekanan dari luar pemerintah selain juga dukungan dari para pemain kunci.
Sumber: dikutip dari Lorraine Carlos Salazar, Getting a Dial Tone: Telecommunications Liberalization in Malaysia and the Phillippines (singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2007).
Pada hari ke empat sekaligus hari terakhir training diisi dengan session diskusi dan tanya jawab. Beberapa point yang menjadi isu sentral diskusi ini adalah tangggapan peserta terhadap TOT yang diselenggarakan bersama antara DNICT dan UN-APCICT serta persiapan action plan. Secara umum diskusi berlangsung lancar dan peserta juga aktif menanyakan masalah -masalah TIK dan pengimplementasian TIK diseluruh wilayah Timor Leste. Ada juga peserta yang agak kecewa karena para menteri maupun partai politik yang berkompeten tidak hadir dalam workshop ini. Namun secara umum workshop ini berjalan baik dan kita berharap semoga ke depan Timor Leste bisa berembang lebih baik dibidang TIK.
Paulo da Costa
DNICT - Diresaun Nasional Information and Communication Technologies
Sumber: dikutip dari Lorraine Carlos Salazar, Getting a Dial Tone: Telecommunications Liberalization in Malaysia and the Phillippines (singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2007).
Pada hari ke empat sekaligus hari terakhir training diisi dengan session diskusi dan tanya jawab. Beberapa point yang menjadi isu sentral diskusi ini adalah tangggapan peserta terhadap TOT yang diselenggarakan bersama antara DNICT dan UN-APCICT serta persiapan action plan. Secara umum diskusi berlangsung lancar dan peserta juga aktif menanyakan masalah -masalah TIK dan pengimplementasian TIK diseluruh wilayah Timor Leste. Ada juga peserta yang agak kecewa karena para menteri maupun partai politik yang berkompeten tidak hadir dalam workshop ini. Namun secara umum workshop ini berjalan baik dan kita berharap semoga ke depan Timor Leste bisa berembang lebih baik dibidang TIK.
Paulo da Costa
DNICT - Diresaun Nasional Information and Communication Technologies
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.