VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20081001

TIMOR LESTE OVERSEAS SCHOLARSIP PROGRAM Hanya Menjadi Angin Segar di Kuping para Pelajar di Indonesia

TIMOR LESTE OVERSEAS SCHOLARSIP PROGRAM HANYA MENJADI ANGIN SEGAR YANG MENGHAMPIRI BEGITU SAJA DI KUPING PARA PELAJAR TL DI INDONESIA. Sebuah fakta fenomenal yang menjadi perdebatan mencuat di kalangan para pelajar TL di Indonesia saat ini.

*). J. MONTEIRO monteiro.87@hotmail.com
Defisiensi Sumber Daya Manusia (SDM) di negara kita yang saat ini tengah menjadi salah satu isu sentral dari pemerintahan AMP ternyata tidak semulus dan seadil yang diharapkan oleh semua orang. Memang, program beasiswa yang disodorkan oleh pemerintah Timor Leste kepada para pelajar Timor Leste sebelum masa kedigyaan AMP telah berjalan, sekalipun ada indikasi-indikasi tertentu yang menjelaskan kepada khayalak umum bahwa kadangkala terjadi kejangalan-kejangalan yang terjadi dalam prosedur penyeleksian. Sejak Timor Leste didaulat menjadi negara RDTL, saat itu pula sumbangsih dari beberapa negara-negara luar terhadap kualitas dan system pendidikan di negara kita, sedikit demi sedikit dibenahi hingga detik ini. Program beasiswa yang berdatangan dari berbagai negara dengan tawaran dari berbagai disiplin ilmu pada semua tingkat pendidikan (Diploma, Sarjana, Pascasarjana dan Doktoral) lewat pemerintahan Timor Leste acapkali disiasati dengan berbagai jurus jitu dari pemerintah sendiri lewat panitia penyeleksian program beasiswa itu sendiri. Tidak begitu kaget, apabila ternyata hasil penyeleksian dari panitia yang dibumbuhi dengan berbagai macam manipulasi ini juga memberikan suatu hasil yang tidak membanggakan banyak orang. Dan bahkan, para penerima beasiswa dari pemerintah yang jelas-jelas tidak masuk dalam kategori kualifikasi pun akhirnya mendapat tempat duduk. Istilah koneksivitas dan rasa kesolideran yang konyol antara sesama orang Timor Leste justru tumbuh dan menjadi barometer utama pada moment-moment beharga seperti ini. Ironisnya lagi, para penerima program beasiswa akibat hasil manipulasi dari pemerintah (komisi penyeleksisian) ini ternyata tidak memiliki semangat dan jiwa keingintahuan ilmu yang nantinya diterapkan di Timor Leste sepulang dari luar negeri. Separuh dan bahkan sebagian besar dari mereka justru bersenang-senang di atas ratapan dan rintihan masyarakat umum (terhadap uang negara yang dialokasikan kepada para penerima beasiswa). Fakta menjelaskan bahwa, hampir 200 orang para pelajar Timor Leste yang dikirim oleh pemerintah Timor Leste pada masa kekuasaan mantan PM Mari Alkatiri ke negara Portugal, saat ini mengalami kemandekan. Hampir seluruh dari penerima program beasiswa saat ini tengah menjadi kuli di beberapa negara Uni Eropa setelah mereka menyandang status kewarganegaraan Uni Eropa. Atau contoh lain, seperti beasiswa untuk ribuan orang ke negara sosialis, Cuba. Tak heran kalau ternyata, sebagian orang dari penerima beasiswa mengalami ketumpulan dari apa yang mereka tekuni dan bahkan tidak tanggung-tanggung ada penerima beasiswa yang sempat diacam untuk dideportasi kembali ke TL karena ketidakmampuannya dalam menimba ilmu di negara yang pernah dipimpin oleh sang dictator, Fidel Castro itu, memang awalnya fondasi dari sebagian penerima beasiswa ini tidak begitu kuat, namun karena punya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan dengan para birokrat di Kementrian Kesehatan waktu itu, akhirnya mereka pun diberi kesempatan begitu saja, tanpa pikir panjang akan efek negative yang terjadi di hari esok. Suatu keputusan konyol yang disiasati oleh panitia penyeleksi program beasiswa dan para penerima beasiswa itu sendiri. Lalu, sudahkah pemerintahan AMP, lewat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan TL belajar dari kefatalan ini?
Orang-orang tangan panjang masih mendominasi pemerintahan AMP
Indikasi korupsi yang saat ini kedengaranya tak terasa asing, memang terjadi di berbagai Instansti, entah swasta atau pun pemerintahan. Tanpa disadari, setelah Timor Leste mendeklarasikan diri menjadi sebuah negara yang berstatus demokratis, tindakan bejat seperti korupsi ternyata sudah menjadi teman setia dan sekawan orang Timor Leste. Isu korupsi yang saat ini menggiur di khalayak umum adalah justru korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang berjabatan. Sekalipun, Karl Max berteori bahwa korupsi justru lebih marak di kalangan orang miskin, ketimbang orang-orang kaya. Konon, pemikiran Max-Komunis itu tidak sejalan lagi dengan pemikiran dan gaya hidup manusia yang saat ini tengah diwarnai dengan arus globalisasi yang menuntut adanya berbagai macam transaksi bisnis yang super-cepat. Indikasi fenemonal di atas inilah yang masih terus menjadi landasan bagi orang-orang serakah di TL untuk merekayasa berbagai macam trik dan strategi untuk mencapai tujuan dan kepentingan individual mereka. Salah satunya, korupsi uang negara yang lewat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk program beasiswa bagi para pelajar Timor Leste, di dalam maupun di luar negeri.
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tangal 2 Juli 2008 adalah tirai semata.
Barangkali, sebagian orang yang membaca tulisan ini akan bertanya-tanya bahwa mengapa penulis dengan lancang menuding SK Mendikbud tertanggal 2 Juli 2008 hanyalah sebuah taktik manipulative? SK Mendibud ini berisi tentang informasi program beasiswa untuk semua para pelajar Timor Leste di diaspora, termasuk para pelajar di Indonesia (Timor Leste Overseas Scholarship Program). Sejak penulis dan beberapa orang dari pelajar Timor Leste mendapat kabar tentang adanya program beasiswa bagi para pelajar TL di luar negeri untuk semua disiplin ilmu dan semua jenjang pendidikan, adalah suatu berita yang menggembirakan. Tapi, ternyata kegembiraan itu hanyalah datang seketika lalu diterpa angin topan sehingga menghilang sekecap saja. Sungguh malang, nasib penulis dan para pelajar lain di seluruh Indonesia yang tidak memiliki koneksivitas di kalangan birokrat, baik pada tingkat kementrian, atau bahkan tingak divisi sekalipun. Inikah makna dari sebuah negara yang merdeka? Apakah keadilan dan justifikasi hanyalah milik orang-orang besar dan berada? Mungkinkah, hukum alam (hukum rimba) akan tetap tumbuh dan menjadi dinasiti perkembangan yang abadi di negara setengah pulau ini? Mari, kita bersama dan menegarkan hati dengan semangat berjuang yang tetap dan terus membara untuk menyatakan bahwa penindasan terhadap kaum kecil dan miskin haruslah dilenyapkan dan dibumi-hanguskan dari wajah negara-Leste ini. Semangat pembangunan bangsa yang tengah dilumuri oleh hydrogen sulfide (H2S) dengan tangan-tangan nafsu dan keserakahan harus segerah diafkir dari negara TL, sebelum generasi penerus bangsa ini terkontaminasi dengan bakteri aerogen dan anaerogen dari sikap dan tindakan kepemimpinan para birokrat yang otaknya tiap hari selalu diwarnai dengan pemikiran dan gagasan-gagasan haram dan busuk.
Surat Pengantar Kedutaan TL di Jakarta No. ETL/Edu-Attache/VII/08/083 terntanggal 28 Juli 2008 adalah wujud manipulasi dari Timor Leste Overseas Scholarship Program di Indonesia.
Berdasarkan informasi program beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah pusat, lewat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan TL bawha batas deadline submission akan berakhir pada tanggal 31 Juli 2008, pukul 05:00 WTL, sesuai dengan SK Mendikbud yang tertanggal 2 Juli 2008. Berkenaan dengan batas waktu pemasukan lamaran yang cukup kilat, berhubung para pelajar TL di Indonesia mendapat informasi beasiswa ini pun terbilang telat, yakni antara tanggal 28 Juli s/d 30 Juli. Oleh karenanya, Kedutaan TL di Jakarta, melalui Atase Pendidikan dan Kebudayaan menginformasikan semua pelajar di seluruh Indonesia bahwa pemasukan lamaran beasiswa diperpanjang waktunya hingga 31 Agustus 2008 dengan stempel pos, dan di dalam isi dari surat yang dikeluarkan oleh Kedutaan TL di Jakarta ini pun ditegaskan bahwa, perihal perpanjangan batas waktu pemasukan lamaran beasiswa adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah pusat, melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan TL di Dili. Namun, dunia berkata lain. Karena, ternyata rekayasa dan manipulasi telah menjadi landasan inti dari keputusan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan Kedutaan Besar TL di Jakarta, yang dalam kutip merupakan wakil dari negara TL di Indonesia. Amat sangat ironis, ketika informasi ini hendak dikonfirmasi oleh beberapa pelajar TL di Indonesia, baik itu ke Kementrian Pusat di Dili atau pun Kedutaan TL di Jakarta, justru diberi penjelasan yang rasional dan tidak bertanggung jawab. Klarifikasi dramatis justru menjadi jurus jitu untuk menutupi semua perbuatan bejat yang dilakukan oleh para birokrat di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Dili dan Kedutaan Besar TL di Jakarta. Penjelasan-penjelasan tidak bertanggung jawab dan kata-kata tudinganlah yang justru terucap bertubi-tubi dari mulutnya para birokrat ini. Lida manusia yang tak bertulang di saat itu sangat lincah dan pintar untuk memutar balik fakta, sehingga keberan dan fiksi tidak ada batasan yang cukup jelas, padahal program beasiswa ini justru tengah dinikmati oleh segelintih orang yang memang punya koneksi di kalangan birokrat, baik itu di tingkat pusat atapun di Kedutaan Besar TL di Jakarta.
Tantangan dan harapan dari penulis
Indikasi korupsi yang saat ini marak di negara kita akan terus mendarah daging, hingga turun-temurun apabila keseriusan pemerintah dalam memberantas tindak pidana yang merugikan masyarakat ini dengan suatu keseriusan yang ditampilkan di atas layar kepemimpinan, tanpa harus main petak upmet di belakang layar. Menikdaklanjuti niat baik pemerintah dalam mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi versi TL di negara kita adalah jurus jitu yang dapat membasmi bakteri-bakteri korupsi yang saat ini tengah dimarakkan oleh koruptor-koruptor kelas kakap hingga kelas bawahan. Pemerintah bersama anggota DPR dalam menciptakan dan menyesahkan suatu produk hukum untuk pemberantasan tindak pidana korupsi yang bisa memberikan efek jerah kepada para koruptor adalah suatu langkah konkrit yang harus dinyatakan dengan satu loyalitas dan totalitas kepemimpinan dari pemerintah AMP sehingga kebobrokan moral bangsa akibat tindakan haram ini bisa secepat mungkin tereliminer dari wajah negara bekas jajahan Portugis, Jepang dan Indonesia ini.
Akses program beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah lewat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan adalah hak setiap orang (pelajar TL). Setiap orang punya hak dan kewajiban yang sederajat di mata hukum. Seperti diamanatkan pada Pasal 59 UUD dengan bunyi “Negara akan mengakui hak setiap warga negara atas pendidikan dan kebudayaan..” Tiada alasan yang bisa membuat pemerintah tidak bertanggung jawab atas hak-hak warganya untuk mengakses ke dunia pendidikan. Apalagi, TL sebagai anggota masyarakat internasional juga telah meratifakasi kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR), sejak tanggal 17 September 2003 (Jornal da Republica, Edisi Rabu, 17/09/2003). Tentu, sebagai masyarakat internasional yang telah menyatakan kata sepakat terhadap instrument interasional ini, TL punya hak dan kewajiban untuk mematuhinya dengan asas pacta sunt servanda. Harapan penulis, semoga para pemimpin di kalangan birokrat yang masih bertangan panjang sadar bahwa “leadership is not a position but leadership is an action and being a leader is not being a boss, but being a leader is being a motivator” (Mario Teguh, Golden Ways, MetroTV).

*). Mahasiswa Fakultas Hukum (Semester V)
Universitas Narotama Surabaya, Indonesia
Alamat: Jl. Klampis Ngasem Tembusan No. 15, Surabaya
No. telephone: +6281 353 898 525

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.