VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20170319

FRETILIN & CNRT Harus Hati-Hati Dengan “Fenomena Voting Against”


(Photo Reuters/Beawiharta)
Hillary Clinton berhasil memenangkan suara rakyat Amerika (popular vote) dengan selisih suara yang sangat signifikan (hampir 3 juata suara), namun gagal menduduki Gedung Putih, karena sistim demokrasi (pemilu) Amerika yang menganut “electoral vote”.

Terlepas dari “hukum pre determinism”, juga terlepas dari sistim (pemilu) demokrasi Amerika yang menggunakan sistim “electoral vote”, salah satu faktor determinan yang menyebabkan Hillary Clinton gagal menduduki Gedung Putih adalah karena munculnya “fenomena voting against”.

Konstituen memutuskan untuk memberikan suara mereka kepada Donald Trump, bukan karena mereka menyukai Trump, melainkan karena mereka membenci sejumlah kebijakan Presiden Barrack Obama selama berkuasa. Ujung-ujungnya, Hillary Clinton yang berada dalam Pemerintahan Obama harus jadi korban.

Masyarakat berbondong-bondong mendatangi TPS, bukan untuk melakukan “voting for Trump”, melainkan “voting against kebijakan pemerintahan Barrack Obama”.

Jadi Trump berhasil menduduki Gedung Putih, bukan karena masyarakat Amerika menyukai seorang Trump yang kontroversial, melainkan karena masyarakat Amerika membenci sejumlah kebijakan Pemerintahan Barrak Obama.

Analogi yang baik untuk menggambarkan kegagalan Hillary Clinton menduduki Gedung Oval adalah; Barrak Obama yang makan nangkanya, namun Hillary Clinton yang harus terkena getahnya.

Nah, terlepas dari isu sentral; PERJANJIAN CAWAN KRISTUS, salah satu alasan yang membuat saya yakin (di atas 1000%), Pilpres Timor Leste 2017 akan harus berlangsung dua putaran untuk mempertemukan Lu-Olo dan Kalohan di ronde kedua, adalah karena; “fenomena voting against” kayanya akan benar-benar terjadi (ditambah dengan kemungkinan besar, tingkat partisipasi masyarakat dalam pilpres putaran I sangat rendah karena sejumlah kendala teknis berkaitan dengan sistim unidade geografika yang diberlakukan dan ditambah alasan-alasan psikologis lainnya).

Pertanyaannya kini adalah; “Apakah Fretilin dan CNRT adalah mesin politik yang sempurna di mata rakyat Timor Leste? Termasuk tokoh-tokoh yang ada di balik Fretilin dan CNRT adalah tokoh-tokoh yang sempurna tanpa handicap sedikitpun?

Karena klaim para politikus yang mengatakan bahwa Komandante Lu-Olo akan menang mutlak di ronde I, secara psikologis menunjukkan bahwa lider Fretilin dan CNRT adalah lider-lider yang merasa (secara subyektif), tidak memiliki hendycap sedikitpun di mata rakyat Timor Leste dan menganggap bahwa orang lain di luar mereka, adalah orang-orang yang tidak terlalu penting yang tidak akan dilirik oleh rakyat pada hari pemilihan.

Namun jika jawaban atas pertanyaan di atas adalah TIDAK, yang artinya bahwa lider Fretilin dan CNRT juga adalah lider-lider bermasalah, maka di atas 1000%, Pilpres akan harus berlangsung dua putaran untuk mempertemukan Lu-Olo dan Kalohan di ronde kedua, karena besok, 20 Maret 2017, masyarakat Timor Leste akan berbondong-bondong mendatangi TPS, bukan untuk “voting for Kalohan” (dan kandidat lainnya), melainkan “voting against Fretilin dan CNRT alias voting against Mari Alkatiri & Xanana Gusmao”.

Isu-isu krusial seperti; pensaun vitalisia, tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang meraja-lela, disparitas antara kaya dan miskin yang makin melebar, kasus-kasus korupsi yang secara hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya, ditambah isu di Oe-Cussie (membelotnya 417 KK meninggalkan Fretilin), akan menjadi sekumpulan faktor X yang secara psikologis akan ikut menggemboskan suara Kamarada Lu-Olo.

Maka jika pilpres harus berlangsung dua putaran dan di putaran kedua, Companheiro Kalohan harus berhadapan dengan Komandante Lu-Olo, secara “head to head”, maka menurutku, di luar logika politik, satu-satunya faktor determinan yang bisa menyelamatkan Kamarada Lu-Olo adalah; “PERJANJIAN CAWAN KRISTUS”.

Karena kegagalan Lu-Olo untuk memenangkan hati rakyat di ronde pertama, menjadi indikator (membuktikan) bahwa ada masalah serius dalam tubuh Fretilin dan CNRT beserta tokoh-tokoh nasional yang ada di belakang dua parpol besar ini.

Saya tidak ragu untuk memberikan “warning” buat Fretilin dan CNRT, bahwa satu-satunya faktor determinan yang akan menyelamatkan Lu-Olo di ronde kedua untuk menduduki “Palacio Aitarak Laran” adalah; “PERJANJIAN CAWAN KRISTUS”, karena jika sampai Pipres memasuki putaran kedua, dan di putaran kedua Komandante Lu-Olo harus berhadapan dengan Companheiro Kalohan, maka dengan sendirinya beban Fretilin dan CNRT untuk memenangkan Lu-Olo akan semakin berat, karena Fretilin dan CNRT bukan hanya akan harus melawan “fenomena voting against”, melainkan ada tambahan satu tantangan lagi, yaitu akan munculnya fenomena yang saya sebut; Fenomena PPI (Praktek Politik Identitas) yang bernuansa “primordial”.

Referensi yang bagus yang membuat saya tidak ragu untuk memastikan akan munculnya “fenomena PPI”, yang akan berpotensi besar menggemboskan suara Komandante Lu-Olo adalah keberhasilan Donald Trump menduduki Gedung Putih, karena taipan yang satu ini gembar-gembor menghembuskan isu “politik identitas” dalam kampanyenya dan isu ini benar-benar paten (manjur).

Coba Anda simak (teliti) baik-baik “data demografi” dari kosntituen yang memilih Donald Trump. Di atas 90%, pemilih yang memilih suami Melania Trump ini adalah “ras kaukasoid (ras kulit putih)”. Dan ras kaukasian ini benar-benar melakoni “praktek politik identitas” yang secara besar-besaran dihembuskan Donald Trump selama masa kampanye.

Pertanyaannya adalah; “Apakah jika Companheiro Kalohan berhasil lolos ke ronde kedua, akan menggunakan isu “politik identitas”, untuk membangkitkan sentimen primordial komunitas tertentu?”

Saran saya, sebaiknya “jangan gunakan isu politik identitas”. Karena lain lubuk lain ilalang, lain Amerika lain Timor Leste.

Jika Companheiro Kalohan lolos ke ronde kedua dan memutuskan menggunakan isu “politik identitas” untuk membangkitkan sentimen primordial komunitas tertentu agar mau memilih Companheiro Kalohan, maka bisa-bisa terjadi “pertumpahan darah” di Timor Leste seperti tahun 2006.

Jika itu terjadi, maka negeri kecil ini akan harus membayar mahal untuk itu. Jujur saja, saya khawatir dengan TANGISAN KRISTUS untuk negeri ini sebagaimana yang disampaikan KRISTUS melalui mimpi salah satu warga “Bukit 75” Dili, tanggal 11 Maret 2017.

Orang-orang bijak bilang; “munculnya seorang lider tidak terlepas dari hukum seleksi alam (selesaun natureza)".

Dan Alkitab berkata; “Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari Sorga” (Injil St. Yohanes; 3:27).

Dan saya tidak ragu untuk mengakhiri catatan ini dengan mengatakan;

“Jika pilpres harus berlangsung dua putaran, maka itu sebagai bukti nyata bahwa lider-lider Fretilin dan CNRT adalah bukan lagi lider-lider yang sempurna di mata rakyat. Maka satu-satunya faktor determinan yang bisa menyelamatkan Kamarada Lu-Olo di putaran kedua hanyalah; “PERJANJIAN CAWAN KRISTUS”.

Semoga catatan ini bermanfaat. Selamat berhari Minggu bersama Keluarga tercinta.

Salam “Dua Hati” dari “Lembah 96” Dili Timor Leste.

TUHAN YESUS memberkati,
Bunda Maria merestui,
Santo Yosef melindungi kita semua (black and white).
Amen.
.....................................................
Antoninho Benjamin Monteiro
https://www.facebook.com/liobeino/posts/1159374424171472

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.