VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20140326

Konflik Mauk Moruk vs Xanana Gusmao: DINAMIKA POLITIK YANG PENUH PARADOX KETIKA GEN DARI KAUM REVOLUSIONER MENGALAMI MUTASI MENJADI KAUM REAKSIONER

www.facebook.com/liobeino

Banyak yg bertanya kepadaku; "Kenapa saya tidak menuliskan artikel mengenai konflik Mauk Moruk (MM) vs Xanana Gusmao (XG)?"

Saya tidak menuliskan artikel untuk isu tersebut, karena saya tidak tahu persis masalahnya apa? Saya hidup di Indonesia untuk menjalani Pusaku (Puasa VVV yg sudah memasuki tahun ke-11). Saya tidak hidup di Timor Leste saat ini.

Kalau pun saya harus memberikan komentarku (sebagai seorang penulis netral), maka mungkin hanya ada satu kalimat yg menurutku cukup tepat untuk menggambarkan "nuansa konflik" antar kedua tokoh tersebut. Dan kalimat tersebut adalah;

DINAMIKA POLITIK YANG PENUH PARADOX KETIKA GEN DARI KAUM REVOLUSIONER MENGALAMI MUTASI MENJADI KAUM REAKSIONER

Kalimat ini muncul untuk menggambarkan konflik yg saat ini sedang menjadi isu nasional di Timor Leste, bukan karena saya tahu persis akar masalah yg menyebabkan konflik itu bergulir menggelinding. Melainkan karena isu seperti ini sudah merupkan "substansi klasik", yg sering kali terjadi di peradaban lain, atau dialami bangsa lain, di masa lalu. Sejarah telah berulang kali mencatatnya.

Jadi Timor Leste bukanlah bangsa yg pertama kali mengalami hal ini. Ini adalah bagian dari dinamika sebuah bangsa. Hanya saja saya melihat, dinamika ini penuh dengan hal-hal yg sifatnya sangat PARADOXAL. Dan efeknya kurang menguntungkan untuk kepentingan pembangunan bangsa. Salah satu prasyarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk bisa membangun adalah STABILITAS NASIONAL.

Kenapa konflik MM vs XG saya kategorikan sebagai sesuatu yg PARADOX? Karena selain kedua tokoh ini sama-sama sebagai bagian integral dari KAUM REVOLUSIONER, juga substansi yg menjadi akar konflik (causa prima) masih berada di wilayah (ranah) ABU-ABU.

Ditambah lagi dengan alat ukur yg digunakan untuk menilai siapa yg benar dan siapa yg salah dalam isu ini, bersifat PARSIAL, bukan IMPARSIAL. Setiap orang (kelompok) menggunakan sudut pandangnya sendiri untuk mengukur.

Supaya konflik ini tidak bermuatan PARADOX, maka "substansi yg menjadi akar konflik" dibawa keluar dari wilayah ABU-ABU menuju wilayah HITAM-PUTIH. Dan untuk mengukur siapa yg benar dan siapa yg salah, alat ukur yg digunakan harus dilakukan KALIBRASI (standarisasi) terlebih dahulu. Dan ini adalah tugas para ahli. Semoga Pembaca memahami maksud saya.

Saya tidak melihat kasus ini bergulir karena ada fihak yg mau JUJUR, TULUS, memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara. Lebih cenderung kepada tuntutan EGO masing-masing (entah EGO pribadi atau EGO kelompok) dengan upaya-upaya untuk mengambil posisi DIAMETRAL, tapi dengan cara membungkusnya dengan slogan-slogan dalam bentuk jargon-jargon klasik yg menggambarkan seakan-akan bermuatan; "untuk dan demi kepentingan bangsa dan negara".

Sejarah selalu mencatat bahwa perjuangan yg berorientasi kepada pencapaian posisi DIAMETRALIS sebagai target akhir, berhasil atau tidak, tergantung kepada KEKUATAN LEGITIMASI dan KEKUATAN LEGALITAS. Dua jenis kekuatan ini tergantung kepada DUKUNGAN PUBLIK (yg luas). Dari mana datangnya DUKUNGAN PUBLIK (yg luas)? Ada sejumlah variable pengaruh. Empat di antaranya adalah; (1). POPULARITAS. (2). IKATAN EMOSIONAL (untuk membangun Solidaritas). (3) FASILITAS (Sumber Daya). (4). IDEALISME atau IDEOLOGI (yg menjadi barang dagangan untuk dijual kepada publik).

Dari 4 variabel di atas, saya melihat, ada satu variabel yg terlalu sulit untuk didapatkan oleh siapapun di Timor Leste guna mencapai posisi DIAMETRALIS, yakni; IKATAN EMOSIONAL. Mungkin TOKOH itu cukup POPULER. Dikenal secara luas di seantero Timor Leste. Tapi jika "track record" nya kurang membumi, sangat sulit untuk mendapatkan DUKUNGAN PUBLIK (yg luas). Karena atas alasan-alasan tertentu, TOKOH itu kurang memiliki IKATAN EMOSIONAL yg kuat dengan semua lapisan masyarakat dan semua komponen di Timor Leste.

Kalau kita menggunakan (referensi) TEORI PEMILU, sama halnya dengan saya hendak mengatakan; "Tidak selamanya TINGKAT POPULARITAS seseorang (selalu) berbanding lurus dengan TINGKAT ELEKTABILITAS".

Salah satu penyebabnya adalah karena cara dan isi pikir (bahkan telah tertanam dan berurat akar secara emosional di hati) setiap orang Timor Leste, bahwa orang Timor Leste itu cenderung untuk berpikir, bukan lintas nasional, tapi lintas regional. Akibatnya "isu-isu primordial" yg berpola(risasi) "dikotomis", sering menjadi salah satu kendala bagi pembangunan bangsa dan negara dalam semua aspek.

Akibatnya, upaya apapun yg dilakukan, di antaranya; melemparkan isu-isu tertentu untuk membentuk opini publik, termasuk di dalamnya memobilisasi kekuatan fisik yang rill untuk "show" (sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri). Tapi sayang, skalasinya bersifat "tersegmentasi pada kantong-kantong tertentu". Aksi-aksinya lebih bersifat sporadis, ketimbang skematis, karena tidak terorganisir dengan baik. Hasilnya sudah bisa diguga, kurang maximal, bahkan bisa GATOT (Gagal Total).

Pemikiran-pemikiran yg terkooptasi oleh isu-isu primordialisme ini telah menjadi salah satu fenomena sosial maupun politik, kalaupun belum bisa dikategorikan sebagai satu bentuk "pathologi sosial atau pathologi politik di Timor Leste". Tapi pada level praxis, sulit menghilangkan "pathologi" yang satu ini, karena telah lama (berabad-abad) berurat akar, akibat praktik-praktik "politik devide et impera" (politik memecah-belah dan mengadu domba) yg dijalankan oleh kaum penjajah selama ratusan tahun di masa lalu. Sehingga residunya masih tetap bertahan sampai saat ini. Dan butuh sekian generasi untuk mengikis pathologi yang satu ini dari kehidupan berbangsa dan bernegara orang Timor Leste.

Sekadar contoh kecil, silahkan Anda simak "konfigurasi" para Kader PD (Partai Demokrat) yg diproyeksikan untuk bertarung dalam Pemilihan Pengurus Baru PD yg rencananya dilaksanakan pada tahun 2015 atau 2016 (JOAO MARTINS-JOAO BOAVIDA, MARIANO ASSANAMI-SAMUEL, GASTAO SOUZA-ANTONIO DA CONCEICAO dan CONSTANCIO PINTO-FRANCISCO BORLAKU).

Pertanyaannya adalah; "Kenapa pola ini yg dipilih?" Pasti "para Politikus PD" memiliki alasan khusus. Konfigurasi Calon Presiden dan Sekjen PD sebagaimana tampak di sini, tampaknya berangkat dari pertimbanhgan (pola berpikir) yg terkooptasi oleh isu-isu primordial yg berpola "dikotomist". Saya tidak mengatakan bahwa (cara dan metode) itu salah atau benar. Saya hanya sebatas mengungkapkan data dan fakta.

Kembali kepada isu utama yg melibatkan MM vs XG, saya hanya mau bilang; "Jika seseorang atau sekelompok orang bertindak dan bereaksi, pasti ada hal yg menjadi pemicu, pendorong, dan penyebab, sekaligus ada hasrat-hasrat tertentu yg menjadi target yg hendak dicapai". Dan ini masih sangat ABU-ABU.

Dari uraian ini muncul pertanyaan retoris (sebagai bahan reflexi) yg cukup menggoda untuk dimunculkan; "APA YANG SEBENARNYA KITA CARI DAN HENDAK KITA MILIKI DALAM HIDUP INI?" Jawabannya kita kembalikan kepada hal-hal yg menjadi dasar ke-BUTUH-an dari KODRAT kita sebagai MANUSIA BIASA yg memiliki hasrat-hasrat tertentu. Kita khan BUKAN TUHAN? KODRAT kita hanyalah MANUSIA BIASA.

Kalau KODRAT kita bukan TUHAN, maka pertanyaan (logika) yg paling sederhana adalah; "BENARKAH KITA SECARA TULUS, JUJUR, TANPA PAMRIH MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN?" Jika benar, kenapa kita tidak jadi ORANG SUCI saja (SANTO atau SANTA)?

Hanya saja saya jarang sekali menemukan referensi yg pernah mencatat bahwa di masa lalu ada POLITISI yg bertransformasi menjadi ORANG SUCI. Kalau referensi yg mengatakan bahwa ada MANTAN KULI yg kemudian; atas BERKAT ALLAH bertransformasi menjadi ORANG SUCI, pernah terjadi, yakni mendiang Bapa Suci PAUS Yohanes Paulus II, orang Polandia yang pernah menginjakkan kakinya di Indonesia selama 5 hari dan mengunjungi Timor-Timur pada Kamis, 12 Oktober 1989.

Saya percaya bahwa; "Setiap perjuangan, apapun bentuknya, apapun levelnya, kita akan mendapatkan hasilnya sesuai dengan harapan dan cita-cita kita, jika perjuangan itu di-BERKAT-i. Dan ALLAH hanya bersedia mem-BERKAT-i, jika apa yg kita perjuangkan, memang di-TAKDIR-kan untuk kita oleh SANG KHALIK. Jika yg kita perjuangkan bukan sesuatu yg di-TAKDIR-kan untuk kita, maka ALLAH tidak akan mem-BERKAT-i perjuangan kita. Dan apapun upaya kita, apapun perjuangan kita, tanpa BERKAT ALLAH, pasti yg akan kita dapatkan adalah sebuah "NIHILISME".

Namun walau demikian, sebagai MANUSIA BIASA, kita wajib ber-TIRAKAT. Setidak-tidaknya kita pernah mencobanya, terlepas dari berhasil atau tidak. Entah kita mencoba karena percaya pada HUKUM TAKDIR, atau kita mencoba karena percaya pada HUKUM MOMENTUM, untuk mengadu keberuntungan.

Hukum Momentum yg saya maksudkan di sini bukan HUKUM MOMENTUM dalam ILMU FISIKA yakni; Massa X Kecepatan (yg sering saya ajarkan kepada mahasiswa ketika memberikan Kuliah Ilmu FISIKA, saat masih mengajar di UNDIL dan UNPAZ), melainkan "Hukum Momentum" yg berkaitan erat dengan rencana "pngunduran diri Perdana Menteri Xanana Gusmao", yg oleh sebagian orang dianggap sebagai "momentum" yg tepat untuk beraksi, walau mungkin sifatnya lebih kepada "gambling" (mengadu keberuntungan), ketimbang memiliki sebuah konsepsi yg matang.

Orang-orang yg suka mencoba mungkin menganut prinsip; "BIG THINK WITHOUT SMALL ACT IS NOTHING".

BUT IT DOES NOT MEAN THAT BIG THINK WITH SMALL ACT IS EVERYTHING. BIG THINK WITH SMALL ACT IS IMPORTANT. BUT SOMETIMES IF SMALL ACT THAT BASED ON BIG THINK, USED BY WRONG PERSON ON WRONG TIME IS USELESS. THIS MEANS THAT BIG THINK, WITH SMALL ACT, NEED RIGHT PERSON AND RIGHT TIME".

Jika muncul pertanyaan; "Siapa yang akan keluar sebagai pemenang dari konflik ini?" Saya tidak ragu untuk mengatakan; Konflik ini akan berakhir menjadi ABU & ARANG. Karena kedua-duanya memulainya dengan API".

Di mana pun, kapan pun dan atas alasan apa pun, sesuatu yg dimulai dengan API, pasti akan selalu berakhir menjadi ABU & ARANG. Nah, supaya tidak berakhir menjadi ABU & ARANG, dibutuhkan AIR untuk memadamkan API yg baru mulai menyala, tapi belum sempat membakar sesuatu.

Pertanyaannya adalah; "Siapa fihak yang dianggap memiliki OTORITAS mumpuni untuk bertindak sebagai AIR?" Saya yakin, anak kecil TK di Timor Leste pun tahu jawaban atas pertanyaan ini.

"Mereka yang cari nama hanya untuk kepentingannya sendiri akan kehilangan nama karena dunia akan melupakan mereka. Mereka yang tak mau belajar untuk mawas diri, akan membuat keputusan yg menyebabkan langkah mereka membawa mereka menuju liang kematian. Mereka yang bekerja dan berjuang demi takhta dan kekuasaan, akan menuai kegagalan".
(Hilel; Rabi & Pengajar Yahudi/30-9 Sebelum Masehi)

Semoga TUHAN YESUS Yang Mahasuci memberkati kita semua. Amin

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.