By Rama Cristo
www.facebook.com/liobeino
Banyak yg bertanya kepadaku; "Kenapa saya
tidak menuliskan artikel mengenai konflik Mauk Moruk (MM) vs Xanana Gusmao
(XG)?"
Saya tidak menuliskan artikel untuk isu tersebut,
karena saya tidak tahu persis masalahnya apa? Saya hidup di Indonesia untuk
menjalani Pusaku (Puasa VVV yg sudah memasuki tahun ke-11). Saya tidak hidup di
Timor Leste saat ini.
Kalau pun saya harus memberikan komentarku (sebagai
seorang penulis netral), maka mungkin hanya ada satu kalimat yg menurutku cukup
tepat untuk menggambarkan "nuansa konflik" antar kedua tokoh
tersebut. Dan kalimat tersebut adalah;
DINAMIKA POLITIK YANG PENUH PARADOX KETIKA GEN DARI
KAUM REVOLUSIONER MENGALAMI MUTASI MENJADI KAUM REAKSIONER
Kalimat ini muncul untuk menggambarkan konflik yg
saat ini sedang menjadi isu nasional di Timor Leste, bukan karena saya tahu
persis akar masalah yg menyebabkan konflik itu bergulir menggelinding.
Melainkan karena isu seperti ini sudah merupkan "substansi klasik",
yg sering kali terjadi di peradaban lain, atau dialami bangsa lain, di masa
lalu. Sejarah telah berulang kali mencatatnya.
Jadi Timor Leste bukanlah bangsa yg pertama kali
mengalami hal ini. Ini adalah bagian dari dinamika sebuah bangsa. Hanya saja
saya melihat, dinamika ini penuh dengan hal-hal yg sifatnya sangat PARADOXAL.
Dan efeknya kurang menguntungkan untuk kepentingan pembangunan bangsa. Salah
satu prasyarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk bisa membangun adalah STABILITAS
NASIONAL.
Kenapa konflik MM vs XG saya kategorikan sebagai
sesuatu yg PARADOX? Karena selain kedua tokoh ini sama-sama sebagai bagian
integral dari KAUM REVOLUSIONER, juga substansi yg menjadi akar konflik (causa
prima) masih berada di wilayah (ranah) ABU-ABU.
Ditambah lagi dengan alat ukur yg digunakan untuk
menilai siapa yg benar dan siapa yg salah dalam isu ini, bersifat PARSIAL,
bukan IMPARSIAL. Setiap orang (kelompok) menggunakan sudut pandangnya sendiri
untuk mengukur.
Supaya konflik ini tidak bermuatan PARADOX, maka
"substansi yg menjadi akar konflik" dibawa keluar dari wilayah
ABU-ABU menuju wilayah HITAM-PUTIH. Dan untuk mengukur siapa yg benar dan siapa
yg salah, alat ukur yg digunakan harus dilakukan KALIBRASI (standarisasi)
terlebih dahulu. Dan ini adalah tugas para
ahli. Semoga Pembaca memahami maksud saya.
Saya tidak melihat kasus ini
bergulir karena ada fihak yg mau JUJUR, TULUS, memperjuangkan kepentingan
bangsa dan negara. Lebih cenderung kepada tuntutan EGO masing-masing (entah EGO
pribadi atau EGO kelompok) dengan upaya-upaya untuk mengambil posisi DIAMETRAL,
tapi dengan cara membungkusnya dengan slogan-slogan dalam bentuk jargon-jargon
klasik yg menggambarkan seakan-akan bermuatan; "untuk dan demi kepentingan
bangsa dan negara".
Sejarah selalu mencatat bahwa
perjuangan yg berorientasi kepada pencapaian posisi DIAMETRALIS sebagai target
akhir, berhasil atau tidak, tergantung kepada KEKUATAN LEGITIMASI dan KEKUATAN
LEGALITAS. Dua jenis kekuatan ini tergantung kepada DUKUNGAN PUBLIK (yg luas).
Dari mana datangnya DUKUNGAN PUBLIK (yg luas)? Ada sejumlah variable pengaruh.
Empat di antaranya adalah; (1). POPULARITAS. (2). IKATAN EMOSIONAL (untuk
membangun Solidaritas). (3) FASILITAS (Sumber Daya). (4). IDEALISME atau
IDEOLOGI (yg menjadi barang dagangan untuk dijual kepada publik).
Dari 4 variabel di atas, saya
melihat, ada satu variabel yg terlalu sulit untuk didapatkan oleh siapapun di
Timor Leste guna mencapai posisi DIAMETRALIS, yakni; IKATAN EMOSIONAL. Mungkin
TOKOH itu cukup POPULER. Dikenal secara luas di seantero Timor Leste. Tapi jika "track record" nya kurang membumi, sangat sulit
untuk mendapatkan DUKUNGAN PUBLIK (yg luas). Karena atas alasan-alasan
tertentu, TOKOH itu kurang memiliki IKATAN EMOSIONAL yg kuat dengan semua lapisan
masyarakat dan semua komponen di Timor Leste.
Kalau kita menggunakan (referensi) TEORI PEMILU,
sama halnya dengan saya hendak mengatakan; "Tidak selamanya TINGKAT
POPULARITAS seseorang (selalu) berbanding lurus dengan TINGKAT
ELEKTABILITAS".
Salah satu penyebabnya adalah karena cara dan isi
pikir (bahkan telah tertanam dan berurat akar secara emosional di hati) setiap
orang Timor Leste, bahwa orang Timor Leste itu cenderung untuk berpikir, bukan
lintas nasional, tapi lintas regional. Akibatnya "isu-isu primordial"
yg berpola(risasi) "dikotomis", sering menjadi salah satu kendala
bagi pembangunan bangsa dan negara dalam semua aspek.
Akibatnya, upaya apapun yg dilakukan, di antaranya;
melemparkan isu-isu tertentu untuk membentuk opini publik, termasuk di dalamnya
memobilisasi kekuatan fisik yang rill untuk "show" (sebagai salah
satu bentuk aktualisasi diri). Tapi sayang, skalasinya bersifat
"tersegmentasi pada kantong-kantong tertentu". Aksi-aksinya lebih
bersifat sporadis, ketimbang skematis, karena tidak terorganisir dengan baik.
Hasilnya sudah bisa diguga, kurang maximal, bahkan bisa GATOT (Gagal Total).
Pemikiran-pemikiran yg terkooptasi oleh isu-isu
primordialisme ini telah menjadi salah satu fenomena sosial maupun politik,
kalaupun belum bisa dikategorikan sebagai satu bentuk "pathologi sosial
atau pathologi politik di Timor Leste". Tapi pada level praxis, sulit
menghilangkan "pathologi" yang satu ini, karena telah lama
(berabad-abad) berurat akar, akibat praktik-praktik "politik devide et
impera" (politik memecah-belah dan mengadu domba) yg dijalankan oleh kaum
penjajah selama ratusan tahun di masa lalu. Sehingga residunya masih tetap
bertahan sampai saat ini. Dan butuh sekian generasi untuk mengikis pathologi
yang satu ini dari kehidupan berbangsa dan bernegara orang Timor Leste.
Sekadar contoh kecil, silahkan Anda simak
"konfigurasi" para Kader PD (Partai Demokrat) yg diproyeksikan untuk
bertarung dalam Pemilihan Pengurus Baru PD yg rencananya dilaksanakan pada
tahun 2015 atau 2016 (JOAO MARTINS-JOAO BOAVIDA, MARIANO ASSANAMI-SAMUEL,
GASTAO SOUZA-ANTONIO DA CONCEICAO dan CONSTANCIO PINTO-FRANCISCO BORLAKU).
Pertanyaannya adalah; "Kenapa pola ini yg
dipilih?" Pasti "para Politikus PD" memiliki alasan khusus.
Konfigurasi Calon Presiden dan Sekjen PD sebagaimana tampak di sini, tampaknya
berangkat dari pertimbanhgan (pola berpikir) yg terkooptasi oleh isu-isu
primordial yg berpola "dikotomist". Saya tidak mengatakan bahwa (cara dan metode)
itu salah atau benar. Saya hanya sebatas mengungkapkan data dan fakta.
Kembali kepada isu utama yg
melibatkan MM vs XG, saya hanya mau bilang; "Jika seseorang atau
sekelompok orang bertindak dan bereaksi, pasti ada hal yg menjadi pemicu,
pendorong, dan penyebab, sekaligus ada hasrat-hasrat tertentu yg menjadi target
yg hendak dicapai". Dan ini masih sangat ABU-ABU.
Dari uraian ini muncul
pertanyaan retoris (sebagai bahan reflexi) yg cukup menggoda untuk dimunculkan;
"APA YANG SEBENARNYA KITA CARI DAN HENDAK KITA MILIKI DALAM HIDUP
INI?" Jawabannya kita kembalikan kepada hal-hal yg menjadi dasar
ke-BUTUH-an dari KODRAT kita sebagai MANUSIA BIASA yg memiliki hasrat-hasrat
tertentu. Kita khan BUKAN TUHAN? KODRAT kita hanyalah MANUSIA BIASA.
Kalau KODRAT kita bukan TUHAN,
maka pertanyaan (logika) yg paling sederhana adalah; "BENARKAH KITA SECARA
TULUS, JUJUR, TANPA PAMRIH MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN?" Jika
benar, kenapa kita tidak jadi ORANG SUCI saja (SANTO atau SANTA)?
Hanya saja saya jarang sekali
menemukan referensi yg pernah mencatat bahwa di masa lalu ada POLITISI yg
bertransformasi menjadi ORANG SUCI. Kalau referensi yg mengatakan bahwa ada
MANTAN KULI yg kemudian; atas BERKAT ALLAH bertransformasi menjadi ORANG SUCI,
pernah terjadi, yakni mendiang Bapa Suci PAUS Yohanes Paulus II, orang Polandia
yang pernah menginjakkan kakinya di Indonesia selama 5 hari dan mengunjungi
Timor-Timur pada Kamis, 12 Oktober 1989.
Saya percaya bahwa;
"Setiap perjuangan, apapun bentuknya, apapun levelnya, kita akan
mendapatkan hasilnya sesuai dengan harapan dan cita-cita kita, jika perjuangan
itu di-BERKAT-i. Dan ALLAH hanya bersedia mem-BERKAT-i, jika apa yg kita
perjuangkan, memang di-TAKDIR-kan untuk kita oleh SANG KHALIK. Jika yg kita
perjuangkan bukan sesuatu yg di-TAKDIR-kan untuk kita, maka ALLAH tidak akan
mem-BERKAT-i perjuangan kita. Dan apapun upaya kita, apapun perjuangan kita,
tanpa BERKAT ALLAH, pasti yg akan kita dapatkan adalah sebuah
"NIHILISME".
Namun walau demikian, sebagai MANUSIA BIASA, kita
wajib ber-TIRAKAT. Setidak-tidaknya
kita pernah mencobanya, terlepas dari berhasil atau tidak. Entah kita mencoba
karena percaya pada HUKUM TAKDIR, atau kita mencoba karena percaya pada HUKUM
MOMENTUM, untuk mengadu keberuntungan.
Hukum Momentum yg saya
maksudkan di sini bukan HUKUM MOMENTUM dalam ILMU FISIKA yakni; Massa X
Kecepatan (yg sering saya ajarkan kepada mahasiswa ketika memberikan Kuliah
Ilmu FISIKA, saat masih mengajar di UNDIL dan UNPAZ), melainkan "Hukum
Momentum" yg berkaitan erat dengan rencana "pngunduran diri Perdana
Menteri Xanana Gusmao", yg oleh sebagian orang dianggap sebagai
"momentum" yg tepat untuk beraksi, walau mungkin sifatnya lebih
kepada "gambling" (mengadu keberuntungan), ketimbang memiliki sebuah
konsepsi yg matang.
Orang-orang yg suka mencoba mungkin menganut
prinsip; "BIG THINK WITHOUT SMALL ACT IS NOTHING".
BUT IT DOES NOT MEAN THAT BIG THINK WITH SMALL ACT
IS EVERYTHING. BIG THINK WITH SMALL ACT IS IMPORTANT. BUT SOMETIMES IF SMALL
ACT THAT BASED ON BIG THINK, USED BY WRONG PERSON ON WRONG TIME IS USELESS.
THIS MEANS THAT BIG THINK, WITH SMALL ACT, NEED RIGHT PERSON AND RIGHT
TIME".
Jika muncul pertanyaan; "Siapa yang akan
keluar sebagai pemenang dari konflik ini?" Saya tidak ragu untuk
mengatakan; Konflik ini akan berakhir menjadi ABU & ARANG. Karena
kedua-duanya memulainya dengan API".
Di mana pun, kapan pun dan atas alasan apa pun,
sesuatu yg dimulai dengan API, pasti akan selalu berakhir menjadi ABU &
ARANG. Nah, supaya tidak berakhir menjadi ABU & ARANG, dibutuhkan AIR untuk
memadamkan API yg baru mulai menyala, tapi belum sempat membakar sesuatu.
Pertanyaannya adalah; "Siapa fihak yang
dianggap memiliki OTORITAS mumpuni untuk bertindak sebagai AIR?" Saya
yakin, anak kecil TK di Timor Leste pun tahu jawaban atas pertanyaan ini.
"Mereka yang cari nama hanya untuk
kepentingannya sendiri akan kehilangan nama karena dunia akan melupakan mereka.
Mereka yang tak mau belajar untuk mawas diri, akan membuat keputusan yg
menyebabkan langkah mereka membawa mereka menuju liang kematian. Mereka yang
bekerja dan berjuang demi takhta dan kekuasaan, akan menuai kegagalan".
(Hilel; Rabi & Pengajar
Yahudi/30-9 Sebelum Masehi)
Semoga TUHAN YESUS Yang Mahasuci memberkati kita
semua. Amin
Sem comentários:
Enviar um comentário
Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.