VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20081209

Liquefied Natural Gas (LNG); isu ekonomi, lingkungan hidup, sosio-kultural

*). J. Monteiro (monteiro.87@hotmail.com)

Sepertinya tidak bisa dipungkiri kalau ternyata minyak dan gas di Laut Timor akan menjadi salah satu faktor esensial dalam pembangunan ekonomi rakyat secara nasional dan tentunya bisa menambah anggaran pemerintah Timor Leste dari tahun ke tahun nantinya. Pendapatan minyak dan gas mencakup 50 % dari pendapatan bruto nasional (gross national income) dan mencakup 90 % dari total seluruh pendapatan pendapatan pemerintah, (02/2008, Laohamutuk).

Saat ini pemerintah AMP tengah berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan pembangunan jaringan pipa bawah laut dari ladang gas Greater Sunsire ke daratan Timor Leste, yang secara geografis dua kali lebih dekat ke Timor Leste (baca artikel sebelumnya). Di dalam UU Minyak dan UU Dana Perminyakan menekankan bahwa pentinya pengelolaan dana minyak yang transparan dan berhati-hati adalah satu keharusan yang mutlak diterapkan oleh negara kita, bila cita-cita menyejahterakan rakyat Timor Leste ingin diwujudkan dalam waktu yang tidak terlalu muluk-muluk. Memang saat ini kita memiliki tabungan deposito US$ 1 miliar dalam sebuah rekening Bank Sentral Amerika Serikat (02/2008/Laohamutuk). Namun ternyata jumlah dana miliaran dolar itu belum bisa membuat hampir separuh dari total penduduk Timor Leste bebas dari ancaman kemelaratan dan kemiskinan. Pengacara alias pengangguran banyak acara merajalela di mana-mana, infrastruktur masih terlihat bobrok. Ironisnya lagi, kepercayaan rakyat akan stabilitas dan keamanan nasional pun sedikit-demi terlihat sirna, akibat ulahnya manusia-manusia vampire yang haus akan darah dan lapar akan kekuasaan.

Hampir sebagian dari masyarakat Timor Leste yang sedikit banyak telah mengenal duduk perkara Timor Sea yang saat ini terkesan masih disengketakan antara Timor Leste dengan Australia tentu memiliki harapan selangit bahwa pendapatan minyak dan gas akan memperbaiki kehidupan mereka. Kaum muda Timor Leste yang saat ini menjadi pengangguran aktif dan pasif pun tengah menaruh harapan pada proyek kilang minyak LNG ini. Lapangan kerja akan terbuka luas bagi mereka, dengan begitu ekonomi lokal pun akan mendapat stimulasi yang hebat sehingga daya tarik investor asing untuk menanamkan saham di negara kita pun semakin dipacu dan dipertajam.

LNG bisa menjadi sebuah tantangan sekaligus musibah bagi rakyat Timor Leste

Memang benar, bahwa sebuah fasilitas pengolahan LNG secara potensial bisa mendatangkan profit fiskal dan ekonomi Timor Leste. Selain itu, pajak yang diperoleh dari proyek ini dapat menerima efek ekonomi sekunder dan meningkatkan aktivitas ekonomi secara merata. Namun, demikian perlu digaris bawahi pula bahwa proyek kilang minyak LNG ini bisa menjadi sebuah proyek terpisah yang tanpa bisa dimanfaatkan hasilnya oleh rakyat Timor Leste, seperti yang tengah diharapkan kita semua.

Masuknya para tenga kerja lokal kedalam proyek LNG adalah suatu tantangan tersendiri bagi pemerintah saat ini. Apalagi, proyek penambangan ini tergolong satu proyek yang bertarak internasional, ini tentu membutuhkan tenaga-tenaga dan skill yang memang pantas dipakai. Di tengah minimnya SDM kita di berbagai sector dan sub sector ternyata ikut memberikan sinyal yang buruk kepada perusahaan-perusahaan patungan (joint venture) untuk bisa merekrut dan menggunakan jasa lokal. Oleh karenanya, diharapkan agar sebelum proyek LNG masuk dalam tahap konstruksi, setidaknya tenaga-tenaga lokal kita sudah siap untuk menjadi incaran pasar dari hatinya para perusahaan patungan (joint venture) dalam proyek LNG tersebut.

LNG dan lingkungan hidup

Sakalipun proyek LNG begitu menjanjikan dampak positif yang cukup besar kepada rakyat Timor Leste, tapi pengaruh lingkugan hidup akan enjadi salah satu faktor penghambat tersendiri dalam pelaksanaan proyek ini. Proyek LNG akan menciptakan suatu persoalan baru dalam dunia lingkungan hidup yang mungkin baru pertama kali dalam sejarah orang Timor Leste, sejak didaulat menajadi negara RDTL. Diasumsikan proyek LNG ini juga bisa meningkatkan emisi karbon dalam jumlah yang banyak dan efeknya bisa menimbulkan polusi seperti hydrogen sulfide, limbah, air kotor yang bisa memberi dampak lingkungan buruk terhadap masyarakat lokal disekitarnya, serta masyarakat Timor Leste pada umumnya. Meskipun proyek LNG tidak terlalu merusak lingkungan dibandingkan dengan fasilitas pengolahan minyak atau batu-bara, tapi dampak polusinya cukup luas dan mencakup banyak aspek seperti pembebasan emisi gas rumah kaca dari pembakaran gas, kemungkinan bocornya metana, dan sampah yang akan mencemari laut dan sungai-sungai di Timor Leste, (02/2008/Laohamutuk). UU Lingkungan Hidup yang saat ini masih dalam tahap rancangan sekiranya bisa secepatnya disahkan menjadi produk hukum sehingga proyek pelaksanaan LNG bisa berpatok para UU Lingkungan Hidup dan pastinya sebelum proyek LNG ini dieksekusi, harus diawali dengan suatu analis dampak lingkungan (AMDAL). Apalagi isu lingkungan hidup saat ini telah menjadi isu internasional yang sering diperdebatkan para forum-forum di kancah internasional. Dengan memperhatikan masalah lingkungan hidup terkait dengan proyek LNG ini, Timor Leste tidak akan merasa dikucilkan oleh dunia internasional terkait isu lingkungan hidup. Sebab dengan mengesahkan UU Lingkungan Hidup berarti secara otomatis Timor Leste sebagai masyarakat internasional punya kewajiban untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang Lingkungan Hidup, di mana Konvensi ini dikenal sebagai United Nation Conference on the Human Environment, 1972 atau disebut sebagai Declaration of Stockholm, 1972.

LNG dan isu sosio-kultural

Selain proyek LNG mempengaruhi masalah lingkungan hidup Timor Leste, ternyata dampak negatik dalam ranah sosio-kultural juga terlihat cukup kental. Apalagi Timor Leste tergolong negara kecil dari sekian banyak negara di dunia yang memiliki adat, budaya dan tradisi yang unik, beragam dan masih terus mendarah-daging. Kultul dan budaya rakyat Timor Leste adalah harta karung dan indentitas bangsa yang harus dan terus dijunjung tinggi dari masa ke masa. Namun, seiring dengan kerja keras pemerintahan AMP untuk mendatangkan kilang minyak LNG ini tentunya memberikan suatu keresahan terhadap lingkungan sosio dan kultural dari masyarakat lokal. Terancamnya hak atas tanah yang tadinya sudah diyakini oleh para leluhur secara turun-temurun pastinya akan memberi efek negatif tersendiri dalam realisasi proyek LNG. Hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal yang budanya cukup melekat dengan kegiatan hidup tradisional mereka dan hancurnya tempat-tempat sakral lainnya juga pasti memberikan dampak negatif terhadap pelaksanaan proyek ini. Fakta bahwa, proyek PLTA di Iralalar, Lospalos juga sepertinya mengalami nasib yang sama. Tidak dipungkiri ternyata dalam pelaksanaan proyek PLTA itu ternyata selalu mengalami benturan-benturan sakral alam yang menurut para tokoh adat setempat adalah gergolong bahaya dan mengerikan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan kalau hadirnya para pekerja asing turut mempengaruhi ekonomi lokal di bidang perikanan dan pertanian serta bisa meningkatkan kerentanan terhadap kaum hawa, terutama mereka yang masuk usia lanjut dan anak-anak. Dari persoalan terpapar di atas, sekiranya bisa memeberikan satu rekomendasi kepada pemerintah untuk tetap meneruskan niat baiknya dalam menarik kilang minyak LNG ke daratan Timor Leste, namun diharapkan agar pada saat pelaksanaan proyek LNG ini harus adanya koordinasi matang dan solid dari tokoh adat, pemerintah dan perusahaan-perusahaan patungan (joint venture) agar nilai-nilai luhur yang disebutkan di atas tetap terjaga kelestariannya dari masa ke masa hingga berabad-abad. Diharapkan pemrintah AMP, LSM terkait lainnya dan masyarakat sipil tetap dengan satu tekad dan teriak kepada dunia internasioal bahwa Australia telah merampas hak-hak asasinya rakyat Timor Leste. Pemerintah Timor Leste diharapkan bisa tampil percaya diri disaat duduk di meja perundingan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan Traktat Laut Timor. Diharapkan secepat mungkin pemerintah Timor Leste mempersiapkan ahli-ahli hukum internasioal untuk bisa memperdebatkan masalah Trakat Laut Timor sehingga penentuan batas-batas maritime (maritime boundaries) antara Timor Leste dengan Australia segera direalisasikan berdasarkan tatacara UNCLOS, 1982 dan prinsip-prinsip hukum internasioal lainnya, tanpa harus menunggu lamanya Traktat Laut Timor sampai pada usia 20 tahun seperti yang disebutkan dalam Pasal 22 Traktat Laut Timor, 2002.
Berjuanglah negeriku, kami menopangmu.
Viva Timor Leste.

*). Mahasiswa Fakultas Hukum (Semester V)
Universitas Narotama Surabaya, Indonesia

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.